Memanfaatkan
Kunjungan Raja Salman
I Basis Susilo ; Dosen Departemen Hubungan Internasional
FISIP
Universitas Airlangga Surabaya
|
JAWA
POS, 28
Februari 2017
Kunjungan kepala negara merupakan diplomasi tingkat tinggi
(high-level diplomacy). Kunjungan selalu penting bagi yang berkunjung dan
yang dikunjungi. Bagi tamu, bagaimana menjadikan dinamika negeri yang
dikunjungi strategis bagi negerinya. Bagi tuan rumah, bagaimana menjadikan
dinamika negeri tamunya strategis bagi pembangunan nasionalnya. Bagi pemimpin
negara dan orang-orang dekatnya, gambaran arti kepentingan kunjungan itu bisa
tampak jelas dan terperinci. Namun, masyarakat hanya bisa mencatat
signifikansinyasecara garis besar.
Rencana kunjungan Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud ke negara
kita selama sembilan hari mulai Rabu (1/3) mendapat banyak perhatian dari
masyarakat. Di media sosial, selama beberapa hari terakhir kita disuguhi
kabar-kabar seputar kunjungan itu.
Tetapi, yang ditonjolkan justru yang kecil-kecil dan
aneh-aneh. Misalnya kunjungan yang serbamewah, lama, banyak pengikutnya, bawa
mobil sendiri, mengusung eskalator portabel sendiri, makan-minum sendiri,
bawa banyak dana, dan lebih banyak waktu untuk berliburnya. Pemberitaan
tersebut sebenarnya spekulatif, tendensius, dan tidak substansial, tapi bisa
menjelaskan sesuatu secara simbolis.
Untuk bisa memahami kunjungan Raja Salman kali ini, kita
mesti melihat penggerak utamanya, yaitu Visi 2030 dan Reformasi Ekonomi Arab
Saudi, yang dicanangkan tahun lalu sebagai respons atas terus menurunnya
harga minyak dunia. Visi 2030 menargetkan peningkatan tiga hal: indeks daya
saing global dari 25 ke 10 besar, investasi langsung dari luar (FDI) dari 3,8
ke 5,7 persen dari GDP-nya, dan peran swasta supaya berkontribusi 40–65
persen dari GDP-nya.
Untuk itu, Reformasi Ekonomi mendiversifikasi dan
mendiferensiasi usaha-usahanya ke sektor nonmigas, mencari dana pinjaman
untuk menutup defisit belanjanya, serta menjual sebagian saham Aramco. Dengan
melihat Visi 2030 dan Reformasi Ekonomi Arab Saudi itu, kita bisa lebih
memahami kunjungan Raja Salman kali ini.
Pertama, jumlah rombongan amat banyak untuk ukuran umum.
Sekitar 1.500 orang. Pesawatnya saja sembilan. Bisa jadi itu pemborosan.
Tapi, bisa jadi itu disesuaikan dengan tujuannya. Jumlah banyak tersebut
terdiri atas para pangeran, para usahawan Saudi, Menteri Energi Khalid Al
Falih, serta para pejabat Aramco. Itu menunjukkan bahwa perdagangan dan
investasi menjadi urusan terpenting bagi kunjungan kali ini serta penawaran
saham Aramco. Itu sudah ditunjukkan di Malaysia sebagaimana kata Menlu Datuk
Seri Anifah Aman di New Straits Times (26/2), prioritas kunjungan tiga hari
ke Malayisa saat ini adalah peningkatan perdagangan dan investasi.
Keikutsertaan menteri energi dan para pejabat Aramco dalam
lawatan Raja Salman ke Malaysia, Indonesia, Tiongkok, dan Jepang kali ini
menunjukkan keseriusan tentang penjualan saham 5 persen dari Aramco ke para
investor di Asia Tenggara dan Asia Timur. Lawatan itu juga menunjukkan
usaha-usaha lain selain migas yang akan dikembangkan para pengusaha Saudi dan
memerlukan kerja sama dengan Indonesia dan tiga negara yang dikunjungi kali
ini.
Untuk itu, pemerintah dan para pengusaha kita mesti bisa
menarik dana dari para pengusaha Saudi tersebut untuk mengakselerasi
pembangunan kita. Investasi perlu ditawarkan ke para pengusaha Saudi untuk
mengakselerasi dinamika pembangunan kita, terutama untuk bidang energi dan
infrastruktur, termasuk perumahan. Di pihak lain, pemerintah perlu
mempertimbangkan tawaran saham Aramco untuk diambil perusahaan-perusahaan
milik negara kita, yang hasilnya bisa menambah dana untuk pembangunan
nasional kita.
Kedua, liburan Raja Salman di Bali memang menarik karena
lamanya dan biaya yang dikeluarkan. Semuanya termahal di hotel maupun fasilitas-fasilitas
lainnya. Tetapi, wisata memang jadi salah satu sektor yang sedang dilirik
untuk menyukseskan Reformasi Ekonomi Arab Saudi. Sehingga kehadiran selama
enam hari di Bali itu untuk menjajaki kemungkinan investasi ke sarana dan
prasarana pariwisata di Indonesia.
Pemerintah dan para pengusaha pariwisata kita tentu perlu
memanfaatkan kunjungan Raja Salman ini untuk mendukung target Kemenpar: 15
juta turis pada 2017 dan 20 juta pada 2020. Selama ini jumlah turis dari
Saudi masih sedikit. Padahal, turis Saudi yang biasa saja memiliki buying
power tinggi. Seperti dilaporkan Ketua PHRI Bali Cok Ace, rata-rata belanja
turis Saudi USD 1.750 kalau berlibur ke Bali. Liburan Raja Salman di Bali
bisa dimanfaatkan untuk mendorong lebih banyak turis Saudi berwisata ke
Indonesia.
Selain itu, pemerintah dan pengusaha perlu meyakinkan para
pengusaha Saudi untuk berinvestasi sarana dan prasarana wisata. Misalnya
pembangunan infrastruktur wisata seperti resor-resor dan kawasan-kawasan
wisata atau food service di Bali khususnya dan Indonesia umumnya.
Ketiga, nilai perdagangan kita dengan Saudi ternyata amat
sedikit. Impor dari Saudi hanya USD 2.273.260, itu pun didominasi migas (USD
1.693.258). Ekspor kita cuma USD 1.120.736, itu pun cuma nonmigas. Jadinya,
defisit kita USD 1.152.564. Defisit di kita itu menunjukkan secara kasatmata
bahwa Saudi belum strategis bagi kita.
Untuk itu, pemerintah dan para pengusaha kita perlu
berusaha keras untuk menjadikan Saudi strategis bagi dinamika pembangunan
kita. Dengan cara –mau tak mau– harus menyeimbangkan (kemudian membuat
surplus) neraca perdagangan kita dengan Saudi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar