Harta
di Balik Reklamasi Teluk Jakarta
Daniel Johan ;
Wakil
Ketua Komisi IV DPR RI F-PKB
|
DETIKNEWS, 27 Februari 2017
Reklamasi adalah proses pengurugan kawasan air (laut,
sungai, danau) hingga menjadi daratan baru. Dengan harga jual tanah yang
meningkat terus, maka daratan baru ini mempunyai nilai ekonomis yang sangat
tinggi. Ada harta di balik proyek reklamasi.
Reklamasi adalah hal biasa dan sudah banyak dilakukan oleh
berbagai negara di dunia. Inisiatif reklamasi biasanya datang dari pemerintah
dengan berbagai alasan dan kepentingan.
Pada awalnya, reklamasi dilakukan untuk survival: untuk
mempertahankan hidup dari bencana banjir seperti yang dilakukan oleh bangsa
Belanda sejak ratusan tahun silam, atau alasan ekonomi seperti membangun
pelabuhan udara untuk menunjang pembangunan ekonomi. Banyak pelabuhan udara
di dunia ini dibangun di lahan reklamasi, antara lain Changi Airport
(Singapore), Kansai International Airport (Jepang), Chek Lap Kok (Hong Kong),
dan banyak lagi.
Negara bagian Florida, Amerika Serikat, yang ekonominya
tergantung dari pariwisata pantai, harus melakukan reklamasi untuk
memperbaiki dan meningkatkan kualitas pantainya untuk menarik turis yang
sempat menurun. Setelah reklamasi, jumlah turis di Miami meningkatkan tajam
dari 8 juta turis pada 1978 menjadi 21 juta turis pada 1983. Ini adalah
contoh reklamasi yang bermanfaat bagi rakyat yang tinggal di daerah sekitar
reklamasi, dan sekaligus meningkatkan pendapatan pemerintah daerah.
Reklamasi Pantai Utara Jakarta: Mega Proyek Kontroversial
Seperti kita ketahui, saat ini proyek reklamasi juga
sedang berlangsung di Pantai Utara (Pantura) Jakarta. Areal reklamasi ini
sangat luas, mencapai 5.152 hektar atau 51.520.000 meter persegi. Artinya
areal reklamasi ini lebih besar dari Jakarta Pusat yang mempunyai luas
48.000.000 meter persegi!
Jadi, reklamasi Pantura Jakarta termasuk salah satu mega
proyek reklamasi terbesar di dunia. Reklamasi Pantura Jakarta dibagi menjadi
tujuh belas (17) pulau (Pulau A sampai Pulau Q) yang terbentang dari sisi
barat hingga sisi timur Pantai Utara Jakarta. Dari 17 pulau tersebut, ada
tiga belas (13) pulau (Pulau A hingga Pulau M) dengan total luas 3.560 hektar
(35.600.000 meter persegi) terletak di daerah elit Pantai Indah Kapuk (PIK),
Pluit, dan Ancol.
Seperti kita ketahui, harga tanah di daerah elit ini
sangat tinggi sekali. Oleh karena itu, lahan hasil reklamasi di 13 pulau
tersebut pasti mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Siapa yang
beruntung melaksanakan reklamasi ini? Ada 7 perusahaan yang diserahkan untuk
melaksanakan reklamasi di daerah elit ini, di mana salah satunya adalah
perusahaan daerah (BUMD) DKI. Di bawah ini kita coba menghitung nilai
ekonomis atau keuntungan dari reklamasi Pantura Jakarta.
Kebanyakan masyarakat awam mengira biaya reklamasi
tentunya sangat mahal sekali. Berdasarkan data historis beberapa proyek di
negara tetangga kita, biaya reklamasi ternyata sangat murah. Reklamasi di
Singapore (selama periode 1966-1977) hanya menelan biaya 228 juta dolar Singapore
(SGD) untuk luas lahan sebesar 11.650.000 meter persegi. Artinya, biaya
reklamasi per meter persegi hanya SGD 19,57 atau sekitar Rp 185.915 (dengan
menggunakan kurs awal Januari 2017). Di Melaka, Malaysia, biaya reklamasi
rata-rata hanya Rp 989.090 per meter persegi. (Sumber: A Study on Land
Reclamation Costs, 2009; Jabatan Penilaian Perkhidmatan Harta (JPPH),
Kementerian Kewangan Malaysia)
Reklamasi di Bandar Tanjung Pinang, Tanjung Tokong,
Malaysia pada 2003 hanya menghabiskan biaya 328 juta ringgit Malaysia (RM)
untuk reklamasi seluas 973.793 meter persegi. Artinya, biaya reklamasi per
meter persegi hanya RM 336,83 atau Rp 1.023.952 (kurs: Rp 3.042 per RM 1).
Proyek Reklamasi Marina, Bandar Tanjung Bungah, Malaysia pada 2007
menghabiskan biaya RM 26.527.742 untuk lahan seluas 48.562 meter persegi
(4,85 hektar). Artinya, biaya reklamasi per meter persegi menjadi RM 546.26,
atau Rp 1.660.636 (kurs sama seperti di atas). Biaya reklamasi ini lebih
tinggi karena lahan reklamasi sangat kecil sehingga terjadi inefisiensi yang
mengakibatkan biaya reklamasi per meter persegi meningkat tajam.
Bagaimana dengan biaya reklamasi di Indonesia? Selain di
Pantura Jakarta, saat ini juga sedang berlangsung proyek reklamasi di Pantai
Losari, Makassar, dengan luas 157,23 hektar (Rp 1.590.000 per meter persegi).
Menurut berita di surat kabar, Ciputra Group sebagai pengembang pelaksana
reklamasi menyediakan dana Rp 2,5 triliun untuk proyek ini. Kalau kita
asumsikan seluruh dana tersebut digunakan untuk reklamasi, maka biaya reklamasi
Pantai Losari sebesar Rp 1.590.000 per meter persegi. Biaya reklamasi Pantura
Jakarta seharusnya jauh lebih rendah dari Pantai Losari karena skalanya jauh
lebih luas sehingga lebih efisien.
Reklamasi Pulau A sampai Pulau M seluas 35.600.000 meter
persegi yang terbentang di kawasan elit ini harga jual tanah di kawasan
tersebut bervariasi antara Rp 22 juta hingga Rp 38 juta per meter persegi,
dengan harga rata-rata Rp 30 juta per meter persegi. Kita asumsikan utilisasi
lahan 55 persen. Artinya, hanya 55 persen dari seluruh areal reklamasi yang
dapat dikomersialkan (baca dijual). Sedangkan sisanya 45 persen digunakan
untuk fasilitas umum, daerah hijau, serta sarana dan prasarana. Asumsi
utilisasi 55 persen ini cukup konservatif mengingat di beberapa proyek
perumahan utilisasi lahan bisa mencapai 60 persen hingga 65 persen.
Dengan asumsi perhitungan seperti di atas maka total
keuntungan proyek reklamasi sepanjang Pantai Indah Kapuk sampai Ancol, atau
dari Pulau A sampai Pulau M, seluas 35.650.000 meter persegi, mencapai Rp
516,9 triliun. (Sumber: Hasil pengumpulan data dan analisa ekonom Anthony
Budiawan).
Oleh karena itu, tidak heran kalau proyek reklamasi
Pantura Jakarta ini harus terus dilanjutkan, at all costs! Tidak boleh ada
yang menentang. Bahkan ada yang berpendapat, untuk memuluskan mega proyek ini
maka lingkungan 'kumuh' yang menghalangi pandangan mata, atau lebih tepatnya
yang dapat mengurangi nilai jual tanah, harus digusur: Pasar Ikan, Luar
Batang?
Apa yang diperoleh Pemprov DKI Jakarta sebagai pemegang
hak reklamasi yang diamanatkan oleh Keppres5/1995? Pemerintah DKI Jakarta
hanya memperoleh 'retribusi' sebesar 5 persen. Lima persen? Bukankah 15
persen? Secara peraturan yang berlaku, retribusi yang resmi adalah 5 persen.
Retribusi 15 persen hanya ada di "Perjanjian Preman".
Apakah "Perjanjian Preman" tersebut sah? Mungkin
hanya pakar hukum di Mahkamah Agung atau KPK yang bisa menjawabnya. Yang
pasti harta di balik reklamasi ini sungguh amat menggiurkan. Penulis hanya
berharap harta ini mampu membawa kebaikan bagi warga DKI dan bukan sebaliknya
menimbulkan bencana sosial maupun lingkungan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar