Uang dan Kebahagiaan
Agustine Dwiputri ;
Penulis kolom “Konsulltasi
Psikologi” Kompas Minggu
|
KOMPAS,
02 Agustus 2015
Bagaimana hubungan antara uang dan kebahagiaan merupakan
pertanyaan menarik, rumit, dan sensitif untuk dibicarakan. Banyak orang
tampak sangat membingungkan hal ini. Meski demikian, rasanya perlu sesekali
kita merenungkan kedua hal ini agar membuat hidup kita ke depan menjadi lebih
baik.
Menurut Gretchen Rubin dalam buku The Happiness Project (2009), uang itu memenuhi kebutuhan dasar
manusia. Uang merupakan suatu sarana dan akhir dari sesuatu. Ini adalah cara
untuk menjaga nilai, memenangkan rasa aman, melatih kemurahan hati, dan
memperoleh pengakuan. Uang dapat mendorong pada keinginan untuk menguasai
atau menggemari. Uang melambangkan status dan keberhasilan. Uang dapat
menciptakan kekuatan dalam suatu relasi dan di dunia. Uang sering
mempertahankan berbagai hal di mana kita merasa kekurangan: kalau saja kita
punya uang, kita akan menjadi petualang atau dihormati atau menjadi seorang
yang dermawan. Jadi uang memang diperlukan untuk keberlangsungan hidup.
Ragam pandangan
Rubin meyakini bahwa ”uang tidak bisa membeli
kebahagiaan”, tetapi cukup jelas bahwa banyak orang yakin tentang pentingnya
uang untuk kebahagiaan mereka. Uang bukan tanpa manfaat. Pada kenyataannya,
penelitian menunjukkan bahwa orang-orang di negara-negara kaya melaporkan
lebih bahagia daripada orang di negara-negara miskin, dan di suatu negara
tertentu, orang-orang dengan lebih banyak uang cenderung lebih bahagia
daripada mereka yang kurang. Juga, begitu negara menjadi lebih kaya, warga
negaranya menjadi kurang terfokus pada keamanan fisik dan ekonomi serta lebih
peduli pada tujuan seperti kebahagiaan dan realisasi diri.
Kemakmuran memungkinkan kita untuk mengalihkan perhatian
pada hal-hal yang lebih transenden, merindukan kehidupan bukan hanya
kenyamanan material, melainkan juga pada makna, keseimbangan, dan
kegembiraan.
Salah satu cara penting seseorang mengevaluasi keadaan
mereka adalah dengan membandingkan dirinya dengan orang-orang di sekitar
mereka dan dengan pengalaman mereka sendiri sebelumnya. Misalnya, orang
mengukur diri sendiri terhadap rekan-rekan sebayanya, dan menghasilkan lebih
banyak uang daripada yang lain dalam kelompok usia mereka cenderung membuat
orang lebih bahagia. Sejalan dengan hal ini, penelitian menunjukkan bahwa
orang-orang yang tinggal di lingkungan bersama dengan orang-orang yang lebih
kaya cenderung kurang bahagia dibandingkan dengan mereka yang berada di
lingkungan di mana tetangga mereka punya penghasilan yang relatif sama dengan
yang mereka peroleh.
Para pendukung pandangan bahwa ”uang tidak bisa membeli
kebahagiaan” bertolak pada hasil suatu penelitian yang menunjukkan bahwa
orang-orang di Amerika tidak menilai kualitas hidup mereka jauh lebih tinggi
daripada orang yang hidup dalam kemiskinan di Kalkutta—walaupun, tentu saja,
mereka tinggal dalam keadaan yang jauh lebih nyaman. Kebanyakan orang, di
seluruh dunia, menilai diri mereka sebagai ”sedikit bahagia”.
Sangat mengagumkan bahwa orang dapat menemukan
kebahagiaan, baik dalam situasi kemiskinan maupun dalam keadaan berkecukupan.
Itulah ketangguhan dari mental manusia.
Uang bisa beli kebahagiaan?
Jelas tidak, uang saja tidak bisa membeli kebahagiaan.
Dapatkah uang membantu membeli kebahagiaan? Ya, bisa jika digunakan secara
bijak. Kaya atau miskin, orang membuat pilihan tentang bagaimana mereka
menghabiskan uang, dan pilihan-pilihan itu dapat meningkatkan kebahagiaan
atau menguranginya. Adalah suatu kesalahan apabila mengasumsikan bahwa uang
akan memengaruhi setiap orang dengan cara yang sama. Tidak ada rata-rata
statistik yang dapat menunjukkan bagaimana individu tertentu akan terpengaruh
oleh uang, hal ini bergantung pada keadaan lingkungan dan temperamen individual.
Rubin mengidentifikasi tiga faktor yang membentuk
pentingnya uang bagi seseorang:
1. Bergantung pada orang seperti apa Anda.
Uang memiliki nilai yang berbeda untuk setiap orang. Anda
mungkin suka mengumpulkan barang seni yang modern, atau lebih suka menyewa
film-film lama. Anda mungkin memiliki enam anak dan orangtua yang sakit dan
bergantung pada Anda, atau Anda mungkin tidak memiliki anak dengan orangtua
yang mandiri. Anda mungkin suka bepergian, atau lebih memilih banyak berada
di rumah.
2. Bergantung pada bagaimana Anda membelanjakan uang.
Anda mungkin cenderung membeli tas bermerek, atau membeli
tanaman bunga. Anda mungkin berbelanja secara royal untuk gawai, atau mungkin
lebih royal untuk sepeda baru.
3. Bergantung pada berapa banyak uang yang Anda miliki
relatif terhadap orang di sekitar Anda dan relatif terhadap pengalaman Anda
sendiri.
Kaitan dengan kesehatan
Ketika uang atau kesehatan merupakan masalah, maka Anda
akan berpikir lain; ketika kedua hal tersebut tidak merupakan masalah, Anda tidak
berpikir banyak tentang hal itu. Uang dan kesehatan berkontribusi pada
kebahagiaan terutama secara negatif; kekurangan atau kehilangan dari kedua
hal tersebut memberikan lebih banyak ketidakbahagiaan ketimbang memiliki uang
dan kesehatan akan membawa pada kebahagiaan.
Menjadi sehat tidak menjamin kebahagiaan. Banyak orang
yang sehat merasa sangat tidak bahagia. Banyak dari mereka menyia-nyiakan
kesehatan mereka atau mengandalkannya begitu saja. Faktanya, beberapa orang
bahkan mungkin lebih baik dengan beberapa keterbatasan fisiknya karena akan
mencegah mereka dari membuat pilihan yang merusak. Namun, fakta bahwa
kesehatan yang baik tidak menjamin kebahagiaan tidak berarti bahwa kesehatan
yang baik tidak menjadi soal bagi kebahagiaan. Demikian pula halnya dengan
uang. Apabila digunakan secara bijak, uang ataupun kesehatan dapat
berkontribusi besar terhadap kebahagiaan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar