|
MEDIA
INDONESIA, 29 Juni 2013
HARI ini diperingati sebagai Hari Keluarga
Nasional (Harganas). Keluarga merupakan institusi terkecil dalam lingkungan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Keluarga menjadi tempat berseminya
cinta, kasih sayang, keteladanan, dan kearifan. Keluarga menjadi `sekolah
pertama' seorang anak untuk menyerap ilmu kehidupan. Kalau keluarga bisa
menjadi surga yang penuh ilmu dan keteladanan, anak-anak akan mendapatkan
warisan agung yang menjadi bekal kehidupan di masa depan. Keluarga yang terjaga
akan menegakkan Indonesia yang bermartabat. Keluarga menjadi tempat pertama
lahirnya peradaban Indonesia yang maju dan berkeadaban.
Momentum peringatan Harganas harus menjadi refleksi serius
pemerintah dalam meningkatkan kualitas keluarga. Sesuai dengan yang tercantum
dalam diktat Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 1992,
keluarga berkualitas ialah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri,
memiliki jumlah anak ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis,
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sejahtera berarti sebuah keluarga
dapat memenuhi kebutuhan pokoknya.
Sehat mencakup sehat jasmani, rohani, dan sosial. Maju
bermakna memiliki keinginan untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan diri
dan keluarganya guna meningkatkan kualitasnya. Berjiwa mandiri diartikan
memiliki wawasan, kemampuan, sikap, dan perilaku tidak bergantung pada orang
lain.
Kemudian jumlah anak ideal ialah jumlah anak dalam keluarga
yang diinginkan dan dianggap sesuai dengan kemampuan keluarga, tetapi tetap
memperhatikan kepentingan sosial. Berwawasan berarti memiliki pengetahuan dan
pandangan yang luas sehingga mampu, peduli, dan kreatif dalam upaya pemenuhan
kebutuhan keluarga dan masyarakat secara sosial. Harmonis mencerminkan kondisi
keluarga yang utuh dan mempunyai hubungan yang serasi di antara semua anggota
keluarga. Yang terakhir, bertakwa berarti taat beribadah dan melaksanakan
ajaran agamanya.
Keluarga berkualitas yang diimpikan tersebut sekarang
sedang di persimpangan jalan. Sejak bergulirnya era reformasi, program KB betul-betul
mati suri. Jumlah penduduk pun meningkat drastis, di luar yang kita perkirakan.
Pemerintah memperkirakan jumlah penduduk sekitar 234 jutaan jiwa, ternyata
jumlah sebenarnya mencapai mencapai 237,6 juta jiwa. Laju pertumbuhan penduduk
meningkat dari tahun sebelumnya. Tahun sebelumnya sudah kita turunkan 1,45%,
tapi 2010 naik menjadi 1,49%. Itu terlihat dari sensus penduduk 2010.
Tidak berubah
Pemerintah selama ini juga gagal dalam pemenuhan hak dasar
keluarga, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan (termasuk
KB di dalamnya). Salah satu contoh, angka kematian ibu di Indonesia masih 228
per 100 ribu kelahiran hidup. Artinya sekitar 10.260 ibu melahirkan meninggal setiap
tahunnya atau 28 orang ibu meninggal akibat proses persalinan/kehamilan dalam
per hari. (Menko Kesra, dalam Rakernas Pembangunan Kependudukan dan Keluarga
Berencana, 26 Januari 2011).
Sementara itu, payung hukum program KB telah disempurnakan
dengan UU No 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
Sejahtera dan Perpres No 62/2010, tetapi tidak banyak membawa warna. Sebab,
titik berat si fatnya sekadar mengubah nomenklatur dari Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional.
Aspek lain yang kurang strategi ialah lembaga pengelola
hanya setingkat badan yang pimpinannya dilantik menkes. Padahal, pimpinannya
diharapkan setingkat kementerian dan perwakilan di tingkat provinsi tidak perlu
ditangani dua SOPD karena menambah galau daerah. Oleh karena itu, kebijakan
pemerintah dalam hal kelembagaan beserta unsur pendukungnya perlu segera
dipikirkan dan diimplementasikan, seperti daya, dana, dan sarana-prasarana (caturbhava utama).
Dalam konteks itulah, pemerintah seharusnya segera
menyosialisasikan UU No 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga beserta Perpres No 62/2010 tentang petunjuk pelaksanaannya
kepada seluruh stakeholder di semua tingkatan/kalangan, termasuk upaya
penguatan database program KB agar mempunyai kekuatan dan posisi tawar yang
layak dalam pembangunan.
Pembangunan masa depan harus didukung sumber daya manusia
andal yang lahir dari keluarga berkualitas. Di samping itu, pemerintah harus
segera menggalang komitmen dengan unsur pimpinan daerah secara mantap tentang
pentingnya pembangunan kependudukan dan program KB, termasuk upaya keringanan
jasa medis dalam pelayanan KB.
Perlu perencanaan
Keluarga berkualitas sangat ditunggu untuk Indonesia masa
depan. Keluarga berkualitas akan menjadi sumber Indonesia berkualitas. Rhenald
Kasali dalam Change (2010) memberikan kiat khusus membangun keluarga
berkualitas dengan perencanaan masa depan yang komprehensif. Pertama, mulailah
dengan diri sendiri (start with yourself).
Keluarga berkualitas akan melakukan sesuatu yang positif dari diri sendiri.
Lakukan introspeksi diri keluarga sebelum menuntut orang lain untuk melakukan
sesuatu.
Kedua, jangan berorientasi pada orang lain, tapi bagi diri
sendiri (don't oriented to another but
yourself). Keluarga harus ikhlas dalam mendisiplinkan diri, jangan karena
kita ingin mengalahkan orang lain atau ingin mendapatkan pujian orang lain.
Keluarga akan kecewa ketika orang lain tidak bisa kita kalahkan atau kita akan
menyesal ketika tidak ada orang lain yang memuji kita. Jadi dampak disiplin
yang lahir karena orang lain tidaklah permanen untuk memajukan diri kita.
Ketiga, jangan menunda. Lakukan dari sekarang (start early). Kebiasaan buruk kita ialah
menunda pekerjaan, memperlambat memulai hal-hal baik yang sudah ada dalam
pikiran kita. Jangan tunggu sore datang kalau di pagi hari kita mampu
menyelesaikan pekerjaan untuk sore hari. Kita harus adopsi cara-cara bekerja
orang besar: kerja keras dengan tidak menunda pekerjaan, persisten (ulet dan
tekun), bertanggung jawab, dan bersikap positif.
Keempat, mulailah dari hal yang kecil (start small), jangan abaikan hal-hal kecil karena hal-hal besar
selalu diawali dari yang kecil. Perubahan besar tidak akan terjadi jika tidak
diawali dari perubahan kecil. Disiplin untuk membuang sampah pada tempatnya,
salat tepat waktu, bangun sebelum subuh ialah perkara kecil yang mampu
mendorong kita untuk melakukan kedisiplinan yang lebih besar. Ingatkah kita
dengan pepatah China yang mengatakan bahwa orang yang memindahkan gunung memulai
dengan memindahkan batu-batu kecil?
Mulai sekarang juga (start
now) membangun keluarga berkualitas. Bila menunggu hari esok, itu bisa
membuat fokus kita menjadi hilang. Sekarang adalah waktu terbaik untuk menjadi
keluarga yang terbaik. Menunda esok berarti kita menunda menjadi keluarga
terbaik. Semakin menunda menjadi keluarga terbaik, kita semakin tertinggal dari
kualitas yang melekat. Kita juga tertinggal dari keluarga lain yang sudah
melakukan hal serupa sekarang. Jangan biarkan keluarga Anda tenggelam dalam
kemalasan yang justru merugikan keluarga Anda sendiri. Bangunlah! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar