HARI ANAK NASIONAL 2013
|
MEDIA
INDONESIA, 24 Juli 2013
SETIAP tahun Indonesia merayakan
Hari Anak Nasional (HAN). Itu bermula dari sebuah gagasan untuk mewujudkan
kesejahteraan anak. HAN diperingati setiap 23 Juli, sesuai dengan Keppres No
44/1984 pada 19 Juli 1984. Peringatan HAN merupakan momentum penting untuk
menggugah kepedulian dan partisipasi bangsa Indonesia dalam menghormati,
menghargai, dan menjamin hak-hak anak tanpa diskriminatif. Juga memberikan yang
terbaik untuk anak serta menjamin semaksimal mungkin kelangsungan hidup dan
tumbuh kembangnya.
Peringatan HAN juga untuk menggugah dan meningkatkan
kesadaran anak akan hak, kewajiban, dan tanggung jawab mereka kepada orangtua,
masyarakat, serta kepada bangsa dan negara. Peringatan HAN dimaknai sebagai
kepedulian seluruh bangsa terhadap perlindungan dan pemenuhan hak anak
Indonesia agar tumbuh dan berkembang secara optimal sehingga menjadi generasi
penerus yang berkualitas, tangguh, kreatif, jujur, sehat, cerdas, berprestasi,
dan berakhlak mulia. Selain itu, peringatan HAN merupakan momentum untuk terus
berupaya membangun sistem perlindungan anak.
Problem perlindungan anak
Dalam
hal pengembangan konsep pendekatan perlindungan anak, di Indonesia sejatinya telah
terjadi pergeseran paradigm dari pendekatan berbasis kebutuhan (need-based
approach) ke pendekatan berbasis hak (right-based approach). Namun, pada
level implementasi, masih ada beragam masalah, di antaranya sebagai berikut.
1)
Produk hukum nasional dan daerah belum sepenuhnya mengadaptasi prinsip-prinsip perlindungan
anak, bahkan sebagian kerangka hukum justru
melemahkan perlindungan anak, 2) Perlindungan anak belum menjadi mainstreaming dalam pembangunan nasional
dan daerah. Akibatnya, indeks capaian perlindungan anak masih rendah, 3) Urusan
perlindungan anak tersebar di berbagai kementerian/badan/ lembaga
negara/pemerintah, tetapi minim koordinasi dan kolaborasi program, bahkan
sebagian cenderung sektoral.
4) APBN dan mayoritas APBD di Indonesia belum responsif
terhadap hak anak. Indikasinya ialah minimnya alokasi anggaran untuk
kepentingan anak dan perlindungan anak.
Dengan kompleksnya pelanggaran hak anak di Indonesia,
diperlukan bangunan sistem perlindungan anak yang efektif. Berbagai strategi
yang perlu dilakukan meliputi beberapa hal. Pertama, memperkuat layanan
penanganan kasus dan pencegahan pelanggaran hak anak. Kedua, memperkuat lembaga
pengawasan perlindungan anak, baik dari segi kewenangan maupun kelembagaannya. Apalagi
Paris Principles mensyaratkan bahwa setiap komisi HAM nasional bekerja secara
independen. Ketiga, melakukan pengawasan secara sistemis atas norma, kebijakan,
kelembagaan, program, dan anggaran penyelenggaraan perlindungan anak.
Ramadan kali ini merupakan bulan bersejarah. Pada bulan ini
terdapat momentum HAN pada 23 Juli 2013. Momentum tersebut penting menjadi
pijakan spirit untuk membangun Indonesia yang ramah anak berdasarkan spirit
keislaman.
Apalagi dewasa ini persoalan anak kian kompleks. Seg
mentasi masalah anak juga beragam; mulai dari korban kekerasan, perdagangan,
dieksploitasi, sampai anak yang harus menghadapi nasib perih karena mereka tak aman
menghadapi seorang guru yang galak dan keras kepala di tempat belajar.
Ironisnya, sampai saat ini empati semua komponen masyarakat untuk ikut serta
menangani masalah anak dapat dihitung jari. Peran ormas keagamaan juga belum
optimal. Bahkan belum menjadi prioritas, tenggelam ketimbang respons mereka
terhadap isuisu sosial politik lainnya.
Kekerasan berbaju agama
Kekerasan
agama merupakan istilah yang penggunaannya sangat luas. Istilah ini digunakan untuk
menyebut berbagai fenomena yang terjadi sebagai akibat dari
persinggungan antara kekerasan dan doktrin agama. Ia bisa mencakup (1)
kekerasan yang dilakukan individu atau kelompok terhadap individu atau
kelompok, baik dari agama yang sama maupun berbeda agama, yang didorong
motivasi keagamaan; (2) kekerasan yang
dilakukan individu atau kelompok dengan cara mengucilkan, mempekerjakan yang
tidak sesuai dengan hak dasar insani; dan (3) kekerasan berupa perusakan atau
penistaan terhadap objek atau simbol keagamaan seperti kitab suci, nabi, dan
tempat peribadatan.
Berdasarkan pengertian tadi, bentuk dan jenis kekerasan
agama memiliki banyak macam dan ragam. Salah satu fenomena yang cukup serius
dewasa ini ialah kekerasan pada anak. Tidak sedikit anak dipukul orangtua
dengan motivasi agar mereka menjadi taat; karena taat dipandang sebagai
indikator kunci anak saleh.
Lembaga pendidikan sebagai wadah fasilitasi dan
pengembangan dan multipotensi terkadang justru keluar dari frame sesungguhnya.
Banyak bukti yang menunjukkan bahwa guru masih perlu belajar lebih banyak
tentang psikologi anak dan manajemen pengelolaan kelas. Dalam beberapa kasus,
anak dipandang sebagai pihak yang pasif, sedangkan guru sebagai pemegang
otoritas segalanya. Misalnya ketika anak yang kritis terhadap apa yang
disampaikan guru dipandang sebagai anak yang bandel, tidak taat aturan, bahkan
dikategorikan sebagai bukan anak saleh.
Dalam bahasa agama, istilah saleh pada umumnya masih
dipahami secara tekstual. Indikator anak yang saleh yang penurut, kalau
diperintah ke mana saja mau, pendiam, selalu mendengarkan instruksi
orangtua/guru. Pengalaman di beberapa pesantren, anakanak mudah digerakkan oleh
para guru, baik ke arah positif maupun negatif. Secara positif, anak-anak
diajak mengikuti kegiatan yang mengasah potensi. Adapun yang mengarah ke perbuatan
negatif yaitu cenderung menggunakan `baju' saleh/ salehah untuk mempekerjakan
mereka di bawah umur.
Dalam Islam banyak ayat atau hadis yang menjelaskan
pentingnya perlindungan anak. Namun secara institusional, itu semua belum
menjadi simpul yang menggerakkan perlindungan bagi anak secara masif. Misalnya,
lembaga zakat dan sedekah lainnya tidak berfungsi secara maksimal, kecuali
sifatnya ritual dan karikatif.
Allah berfirman dalam Surah Al-Maa“uun ayat 1-3 dan 7... “Tahukah kamu yang mendustakan agama? Itulah
orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang
miskin...dan enggan menolong dengan barang berguna.“ Ayat tersebut
menggambarkan kewajiban kepada kita untuk memberikan perlindungan pada anak. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar