Rabu, 31 Juli 2013

Koruptor Membasmi Koruptor

Koruptor Membasmi Koruptor
Dharma Pongrekun  ;  Dosen Utama STIK/PTIK
          KORAN SINDO, 31 Juli 2013



Begitu marak tayangan mengenai koruptor di media elektronik dan media cetak selama ini, namun yang mengherankan adalah melihat perilaku mereka yang seolaholah tidak bersalah, malahan selalu tersenyum di depan kamera wartawan. 

Koruptor atau dapat diidentikkan dengan maling memang hanya di Indonesia saja yang berlagak seperti selebritas, selalu dikejar wartawan. 

Masalah korupsi memang sangatlah sensitif untuk dibicarakan. Korupsi di Indonesia bukan lagi membudaya, melainkan lebih dari itu, sudah menjadi seni berkorupsi, bahkan hampir menjadi bagian dari lifestyle. Kalau kita kaji secara etimologi saja, asalkata“korupsi” berasaldari bahasaLatin,“corruptio” dari kata kerja “corrumpere” yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, dan menyogok.

Artinya adalah serangkaian tindakan pejabat publik, baik pejabat politik maupun pegawai negeri serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu, yang secara tidak wajar dan tidak legal telah menyalahgunakan kepercayaan rakyat yang diamanahkan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Definisi korupsi, menurut Purwadarminta, adalah tindakan menyalahgunakan jabatan yang mengakibatkan kerugian negara. 

Dampak dari definisi yang seperti ini, apabila seorang pejabat melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan jabatannya, tapi tidak merugikan negara, tidak bisa dikatakan korupsi. Praktik seperti inilah yang menjadi korupsi terselubung, yang tidak bisa dituntut secara hukum, karena tidak dikategorikan merugikan negara. Tetapi, bila kita menggunakan definisi korupsi yang dikeluarkan WHO, yang dalam salah satu kalimatnya disebutkan bahwa yang masuk perbuatan korupsi bila mengandung unsur “mengambil yang bukan haknya”, praktik di atas termasuk kategori korupsi. 

Harus kita akui bersama bahwa memberantas korupsi di Indonesia tidaklah mudah karena sudah mendarah daging, juga diperparah karena justru akar masalahnya ada pada para aparatur negara kita sendiri. Dari data yang ada di KPK, pelaku korupsi di Indonesia sebesar 90% aparat negara mulai dari atas sampai yang paling bawah. Mulai pejabat kementerian, lembaga pemerintahan pusat, sampai petugas di kampung-kampung melakukannya. 

Sedangkan sisanya 10% dilakukan oleh swasta. Korupsi berakibat pada penurunan martabat pejabat dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap tindakan adil pemerintah. Politisi dan pegawai negeri yang masuk kelompok elite saja bersikap korup. Rakyat kecil pun tidak memiliki alasan untuk tidak melakukan apa saja yang membawa keuntungan bagi dirinya sebab yang dijadikan panutan memberikan keteladanan yang buruk. Para koruptor tidak mungkin akan memperjuangkan kebenaran dan keadilan karena itu akan membatasi ruang geraknya sendiri untuk melakukan korupsi. 

Korupsi pasti akan menyebabkan keberpihakan pejabat pada kepentingan orang yang memberikan suap/sogokan dan kurang keberpihakannya kepada kebenaran dan kepentingan masyarakat. Orangorang yang tidak mau berbuat korupsi boleh jadi akan dituduh di depan umum oleh temannya sendiri yang sebenarnya koruptor yang sesungguhnya. Korupsi dapat mengakibatkan keputusan akan dipertimbangkan berdasarkan uang pelicin, bukan berdasarkan kebutuhan masyarakat. 

Saat ini sudah terbentuk jaringan korupsi (corruption network) meliputi birokrat, politisi, aparat penegak hukum, aparat keamanan negara, perusahaan-perusahaan negara dan swasta tertentu, serta lembagalembaga hukum, pendidikan, dan penelitian yang seolah-olah terkesan “ilmiah” terhadap apa yang merupakan kebijakan jaringan itu. Katakanlah semacam mencari pembenaran. Jaringan itu bisa berlingkup regional dan nasional bahkan internasional sekalipun. 

Dengan demikian, para pelaku praktik korupsi atau koruptor itu tidak hanya sekadar meraup uang negara, tapi juga akan mengemas hasil korupsinya dengan lebih cantik agar KPK pun susah membedakan aliran dana antara yang haram dan halal dengan cara dicuci supaya terlihat seperti bersih. 

Berdasarkan uraian tersebut, jelaslah bahwa sebenarnya koruptor adalah seseorang atau sekelompok orang yang selalu mengatakan kami telah banyak berjuang untuk rakyat, sementara yang mereka perjuangkan adalah sebaliknya. Mereka dapat mengangkat sekaligus memberhentikanseorang pejabat sesuka hatinya dengan alasan kebutuhan organisasi. Mereka selalu berusaha membuat peraturan perundang-undangan yang katanya untuk kepentingan rakyat. 

Mereka selalu berpikir praktis kalau korupsi mudah dilakukan, tetapi sulit dibuktikan karena mereka memang orang yang mempunyai intelektual tinggi dan berkuasa baik itu orang kaya maupun pejabat. Sebab itu, mana mungkin korupsi bisa dilakukan oleh orang bodoh, miskin, dan rakyat jelata kalau tidak atas arahan yang punya kemampuan tersebut di atas. 

Belakangan ini mereka bahkan selalu tampil di hadapan rakyat bak malaikat pencabut nyawa baik melalui media elektronik, cetak, ataupun jejaring sosial dan menasihati rakyat untuk tidak ikut-ikutan melakukan korupsi seperti dirinya karena akan dibasmi apabila tidak seiring sejalan dengannya. Itulah sebabnya, kejahatan seperti itu disebut white color crime (kejahatan kerah putih).

Demikianlah fakta dari penegakan hukum yang sering terjadi, di mana koruptor yang lebih berkuasa membasmi koruptor yang lebih lemah berdasarkan hierarki saja. Langsung ataupun tidak langsung hal seperti inilah yang akan menjadi celah seorang pemimpin kehilangan kewibawaannya, bahkan tidak mustahil dapat menimbulkan pemberontakan anak buah bahkan rakyat sekaligus. 

Mereka tahu persis apa yang telah dan sedang dilakukan atasannya atau penguasa negeri (aparatur negara), tapi dengan kekuasaan mereka bertindak seolah-olah menertibkan anak buahnya ataupun rakyatnya, padahal saat yang sama mereka sedang melakukan perbuatan koruptif. Korupsi selalu akan terjadi apabila para penguasa meletakkan kepentingan pribadinya di atas kepentingan rakyat yang dilayaninya. 

Bagaikan roman picisan saja. Sungguh amat memalukan karena hanya berani menindas yang lemah, sementara untuk menertibkan dirinya saja mereka tidak mampu. Akhirnya tindakan para penguasa dapat saya kategorikan sebagai kleptokrasi yang arti harfiahnya adalah pemerintahan oleh para pencuri. Mereka pura-pura bertindak jujur dan dari dulu sampai sekarang mereka hanya senang berwacana tentang suatu “perubahan”, tapi tidak sungguh-sungguh mau mewujudkannya. 

Wacana yang dikumandangkan hanyalah untuk pencitraan, ibarat pakaian indah yang menutupi aurat. Saat ini sering kita hidup dalam euforia kata-kata yang indah, tapi tidak dalam perilaku yang benar. Akhirnya hukum pun diperkosa dengan indahnya oleh mereka yang punya uang dan yang miskin ditindas adalah fakta yang tidak bisa dibantah. 

Bahkan masih terlalu banyak koruptor yang tidak tersentuh hukum karena satu kejahatan mengawasi kejahatan yang satunya. Pejabat yang satu mengawasi satu pejabat lain sesuai hierarkinya. Tidak adil rasanya apabila menguji moral seseorang, tapi diuji oleh orang yang moralnya lebih rendah hanya karena jabatannya lebih tinggi. 

Namun, bagi kita generasi muda, tidakadaistilahmenyerah karena tidak ada pilihan lain kecuali memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya dan sesuatu yang harus kita perjuangkan. Apalagi wabah korupsi di Indonesia saat ini sudah menjadi penyakit mematikan yang sulit untuk disembuhkan, pemberantasannya harus dilakukan secara masif. Justru yang kita hadapi adalah mereka yang sedang diberi kekuasaan oleh rakyat, tapi sedang mabuk oleh hawa nafsu. 

Jika orang yang tidak berakhlak memerintah dan rakyat menerima; apabila segala sesuatu menjadi korup, tetapi mayoritasnya diam saja karena bagian untuk mereka sedang menunggu, kehancuran bangsa adalah buahnya. Apalagi kalau pemimpin yang ada sudah tidak bisa dihargai lagi. Kita membutuhkan kehadiran pemimpin yang benar, bukan hanya banyak bicara yang bagus, tapi tidak memberi keteladanan dalam kehidupannya atau dia sendiri koruptor. 

Yakinlah kalau di atas rapi dan tertib, pastilah yang di bawah akan tertib dan rapi juga. Ibarat kita mandi kalau mau bersih “Ya bilaslah mulai dari kepala, bukan cuma cuci tangan...” seperti yang selalu terjadi selama ini. Memberantas korupsi tidaklah bisa hanya slogan semata atau wacana, tapi harus melalui proses perubahan sistem itu sendiri di mana seseorang harus berani berkata “tidak” terhadap perilaku koruptif sekalipun kesempatan itu ada dan tentu harus tangguh menghadapi corruptor fight back dengan segala risikonya. 

Keberanian seperti itu penting untuk dimiliki karena sel kanker korupsi harus dipotong pada pusatnya, bukan pada jaringan cabang sel kankernya, kemudian memastikan generasi-generasinya tetap bersih dan memusnahkan budaya-budaya yang mengindikasikan korupsi. Semua langkah pemberantasan korupsi di atas harus diiringi dengan menumbuh kembangkan budaya zero tolerance to corruption. 

Mari generasi muda bangsa kita bersatu untuk melakukan yang terbaik bagi bangsa dan negara ini, mulai dari diri kita sendiri, keluarga, teman, dan lingkungan sekitar untuk memberantas kasus korupsi yang sudah menjadi wabah penyakit menular di negara tercinta ini supaya negara Indonesia bebas dari para koruptor. 

Semoga dengan optimisme yang kuat dan motivasi yang tulus dalam diri kita serta jalinan kerja sama yang saling menguatkan kita dapat memberantas para koruptor di negara Indonesia tercinta ini. Amin!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar