Kamis, 25 Juli 2013

Mengejar PT Kelas Dunia

Mengejar PT Kelas Dunia
Akh.Muzakki  ;   Dosen, PhD dari University of Queensland, dan ketua Tim Konversi IAIN Sunan Ampel ke UIN Sunan Ampel Surabaya
JAWA POS, 24 Juli 2013


BARU saja Juli ini lembaga pemeringkat perguruan tinggi 4ICU (4International College and Universities) merilis ranking kampus kelas dunia dan kawasan (www.4icu.org). Untuk kawasan Asia, ada dua hal yang menarik untuk dicermati. Pertama, tiga perguruan tinggi (PT) Indonesia masuk 100 terbaik Asia, yakni UGM (peringkat ke-26), UI (ke-51), dan ITB (ke-53). UGM tahun lalu mencapai peringkat ke-53. Kedua, peringkat 50 terbaik pertama tingkat Asia didominasi oleh Tiongkok, lalu Hongkong, Taiwan, dan India. 

4ICU adalah salah satu di antara tiga lembaga pemeringkat dunia yang aktif melakukan updating hasil pelacakannya per enam bulan. Lainnya adalah The Times Higher Education Magazine-Quacquarelli Symonds (THE-QS) asal London dan Webometrics asal Madrid, Spanyol.

4ICU menerapkan tiga kriteria. Pertama, berstatus diakui, terlisensi, dan terakreditasi oleh kementerian pendidikan di negara masing-masing atau lembaga akreditasi pendidikan tinggi tepercaya (recognized higher education accrediting organizations). Kedua, secara legal menyelenggarakan program sarjana dan atau pascasarjana. Ketiga, masih menggunakan instrumen tatap muka dalam proses pembelajaran (traditional face-to-face learning).

Knowledge Management 

Apa pun bentuk kekhasan dari masing-masing lembaga pemeringkat, fokus mendasar pertimbangan mereka adalah pengelolaan produk ilmu atau pengetahuan (knowledge management). Dalam perkembangan peradaban seperti saat ini, pengetahuan dimaksud diproses, diproduksi, dan dikonsumsi melalui media dengan memanfaatkan peranti komputer (computer-mediated communication). Salah satu yang terpenting adalah menguatnya, kata David Holmes, fenomena ''komunikasi dalam budaya maya'' (communication in cybercultures). 

Jaringan fiber optic yang dibutuhkan untuk memfasilitasi proses produksi dan konsumsi pengetahuan seyogianya menjadi perhatian bersama. Jika jaringan itu bisa dibangun, kebutuhan atas kapasitas (bandwidth) untuk akses maya yang menjadi indikator dari cepatnya proses produksi dan konsumsi pengetahuan bisa dijamin dengan baik. 

Dengan begitu, siapa pun yang mempunyai kebutuhan untuk mengakses hasil pengetahuan yang diproses dan diproduksi oleh sebuah perguruan tinggi bisa dengan mudah melakukan. Semakin menjamurnya mesin pencari data dan sitasi di internet, antara lain, Google Page Rank, Alexa Traffic Rank, Majestic Seo Referring Domains, Majestic Seo Citation Flow, dan Majestic Seo Trust Flow, memudahkan upaya untuk mengonsumsi hasil pengetahuan yang diproduksi akademisi dari sebuah perguruan tinggi. 

Langkah selanjutnya, website perguruan tinggi harus dibenahi. Di rumah maya itulah proses transaksi dan konsumsi pengetahuan terjadi oleh pegiat akademik dunia. Tiongkok, Hongkong, Taiwan, dan India yang mendominasi perolehan ranking ala 4ICU tersebut memberikan pelajaran bahwa kekayaan konten website merupakan sebuah keniscayaan yang harus diperkuat terus-menerus bersama peranti teknologi informasi itu. 

Melalui kekayaan konten rumah maya itu, komunikasi akademik lintas perguruan tinggi lintas negara bisa difasilitasi secara mudah. Membangun perguruan tinggi yang bereputasi dunia bisa diawali dari langkah tersebut.

Tetap Tatap Muka 

Yang menarik, 4ICU menegaskan bahwa teknologi informasi tidak boleh menggantikan posisi keseluruhan dosen. Dosen memang tidak lagi menjadi sumber pengetahuan satu-satunya. Mahasiswa bisa melakukan proses triangulasi atas informasi atau pengetahuan dari dosen melalui pemanfaatan atas sumber yang lain seperti internet. 

Bagaimanapun, figur dosen tetap penting untuk menjadi referensi nilai individual dan sosial bagi kehidupan mahasiswa. Figurisasi atas pengetahuan yang ditekuni bersama nilai yang dibawanya bisa menjadi salah satu model bagi mahasiswa dalam menjalani kehidupan mereka.

Hampir setengah abad lalu akademisi ternama dari The University of Tennessee, AS, Ohmer Milton (Alternatives to the Traditional, 1973:13) mengingatkan kita semua dengan konsep ''jam tatap muka'' (contact hours). Menurut dia, dosen wajib melakukan tatap muka di kelas setiap minggu untuk menjamin tanggung jawab belajar mahasiswa. 

Lebih dari itu, tatap muka itu penting agar pembelajaran tidak membuat peserta didik tercerabut dari akar dan nilai tradisionalnya. Bahkan, melalui proses tatap muka itulah, nilai dan budaya khas masyarakat setempat tetap bisa berkembang bersama penyerapan perkembangan ilmu pengetahuan lintas negara. 

Seolah 4ICU ingin menyatakan bahwa kemajuan teknologi informasi tidak boleh memberangus sama sekali posisi mulia dosen sebagai pendidik. Segala bentuk perkuliahan jarak jauh (distance learning) tidak diakui oleh mekanisme penilaian 4ICU. 

Di luar itu semua, perguruan tinggi wajib menjaga kinerja akademiknya.  Pertama, membangun kapasitas (capacity building) melalui peningkatan kualitas diri dosen dan mahasiswa, ketercukupan sarana dan prasarana, serta manajemen sumber daya manusia. Kedua, efisiensi internal (internal efficiency)  melalui sinergi antara input, proses, dan output sehingga mahasiswa bisa lulus tepat waktu dengan penguasaan kompetensi akademik yang mapan. 

Ketiga, efisiensi eksternal (external efficiency) melalui keterserapan lulusan oleh pasar kerja secara langsung tanpa harus ada pendidikan tambahan.  Keempat,  keunggulan (excellency) melalui penguatan posisi perguruan tinggi agar bisa menjadi rujukan dan sekaligus memberikan manfaat kepada lembaga yang lain. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar