Kamis, 25 Juli 2013

Pemilu dan Kedermawanan Musiman

Pemilu dan Kedermawanan Musiman
Muhamad Hamka  ;   Analis Sosial & Politik, Berdomisili di Takengon, Aceh
OKEZONENEWS, 24 Juli 2013


Salah satu fenomena menarik yang selalu mengiringi jalannya proses pemilu di Indonesia adalah tabiat politikus yang tiba-tiba menjadi dermawan. Kedermawanan musiman ini hanya terjadi sebelum pelaksanaan pemilihan umum (pemilu). Kesalehan sosial para politikus ini tiba-tiba menyeruak tanpa malu. Para politikus ini pun tiba-tiba menjadi dekat dengan rakyat. Bahkan tanpa merasa sungkan mereka menghamburkan uang untuk rakyat.

Lokus Nasional
    

Dalam lokus nasional, kedermawanan musiman ini masih terpatri dengan segar dalam ingatan kolektif bangsa ini, yakni program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang sekarang sedang berjalan. BLSM yang kata pemerintah dan koleganya (parpol pendukung kenaikan BBM) di Senayan sebagai kompensasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), adalah contoh bagaimana rakyat dikibulin oleh “kedermawanan semu” pemerintah.
  
Apapun argumentasi yang dilontarkan oleh rezim Yudoyono soal rasionalitas pemberian BLSM tetap tak bisa menutupi agenda tersembunyi yang merupakan tujuan utama dari program ini. Agenda tersembunyi tersebut adalah pencitraan politik. SBY bersama parpol pendukung di Senayan menjadikan BLSM sebagai muslihat untuk “mempolusi” nurani rakyat Indonesia yang notabene mayoritasnya adalah masyarakat yang tuna politik.
  
Dengan program BLSM, partai besutan presiden Yudhoyono bersama partai pendukung pemerintah lainnya akan mengkampanyekan program BLSM sebagai wujud “kedermawanan” mereka terhadap rakyat Indonesia. Sehingga rakyat Indonesia yang sebagian besar belum melek politik ini akan memercayakan harapan mereka selama lima tahun ke depan kepada partai besutan SBY dan parpol pendukung program BLSM.
  
Padahal konstitusi memerintahkan kepada negara (pemerintah) untuk mensejahterakan rakyatnya. Sehingga sudah menjadi kewajiban bagi pemerintahan Yudhoyono tanpa menggunakan alasan kompensasi BBM dalam pemberian BLSM. Adalah kewajiban konstitusional pemerintah untuk memberikan bantuan langsung ataupun tidak langsung kepada rakyatnya. Dan merupakan muslihat politik tak etis namanya, ketika pemerintah membangun pencitraan politik di atas uang yang merupakan hak rakyat itu sendiri. Jadi terang, bahwa program BLSM hanya skenario pencitraan politik menuju Pemilu 2014 mendatang.
  
Para politikus yang bertahta di Senayan pun setali tiga uang. Oknum anggota DPR yang malas menghadiri sidang dan doyan plesiran ke luar negeri adalah contoh bagaimana wakil rakyat terhormat ini tak memiliki sensitivitas terhadap kenestapaan yang menerpa hampir sebagaian besar rakyat di pelosok-pelosok negeri. Bahkan, tidak sedikit anggota DPR yang ditangkap oleh KPK karena maling uang rakyat. Ironisnya, menjelang pemilu tiba-tiba mereka tanpa malu berbicara lantang soal kepentingan rakyat. 

Uang rakyat pun di gunakan untuk membeli kemerdekaan politik rakyat itu sendiri. Kenapa di katakan uang rakyat, karena ketika mereka terpilih menjadi wakil rakyat, maka uang yang sudah dikeluarkan tersebut akan dikembalikan dengan cara mengemplang uang yang seharusnya digunakan untuk hajat hidup rakyat. 

Maka jangan heran kalau banyak fasilitas publik yang cepat rusak disebabkan kualitasnya yang tidak bagus karena sebagian dananya sudah disunat oleh politikus culas ini. Kejahatan korupsi pun tak surut, tapi justru kian berkibar dengan pelbagai modus operandi. Muasalnya berawal dari kedermawanan musiman politikus culas tadi yang menghamburkan uang untuk membeli hak politik rakyat. Gaji mereka sebagai wakil rakyat tidak cukup untuk mengembalikan uang yang sudah dikeluarkan, maka digunakanlah cara-cara illegal semacam korupsi.

Jargon Politik
 
Disamping kedermawanan musiman di atas, satu lagi fenomena yang akan senantiasa mengiringi proses pemilu di negeri ini, yakni jargon politik. Hati-hati dengan jargon politik yang bakal berseliweran dengan semakin dekatnya Pemilu 2014. Karena jargon politik tersebut tak lebih sebagai muslihat manipulatif untuk “mempolusi” akal sehat dan nurani rakyat.

Karena sudah banyak bukti di mana jargonnya sungguh bagus kedengarannya pada saat kampanye, tapi begitu menduduki kursi empuk di atas sana, jargon tersebut menjadi lapuk seturut dengan lunturnya idealisme politikus tersebut yang sudah terbeli oleh syahwat hedonis dan pragmatis.

Tapi jangan takut, galau, dan gelisah karena di tengah masifnya politikus yang dermawan musiman tersebut, masih banyak politikus yang konsisten menjadi penyambung lidah rakyat. Tentu, semuanya kembali kepada kita sebagai rakyat yang punya hak pilih. Apakah kita akan memberikan kehidupan kita selama lima tahun kedepan dalam cengkraman politikus dermawan musiman atau kepada politikus yang konsisten dan amanah sebagai penyambung suara rakyat?

Jadi Pemilih Cerdas
  
Oleh karena itu mari kita jadi pemilih yang cerdas dengan senantiasa menelusuri rekam-jejak, visi-misi dan program kerja setiap para politikus yang berlaga dalam pemilu nanti. Jangan pernah memberikan suara kita karena sekarung beras, sekardus mie instan, dan selembar rupiah. 

Karena ketika itu yang kita lakukan maka jangan menyesal kalau selama lima tahun para politikus yang terpilih sebagai anggota DPR dan DPRD tak pernah memperjuangkan kepentingan rakyat. Karena ketika mereka sudah membeli suara rakyat dengan sekarung beras, sekardus mie dan selembar rupiah, maka putus sudah hubungan kita sebagai konstituen dengan politikus tersebut sebagai wakil kita dilegislatif.
    
Untuk itu, tugas kita sebagai pemilih hanya satu, yakni tetap merawat akal sehat dan hati nurani dari segala bentuk “polusi politik” yang ditebar oleh politikus dermawan musiman ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar