|
KORAN
SINDO, 24 Juli 2013
Seluruh rakyat Indonesia mendambakan segera terwujudnya
kehidupan berbangsa yang maju, adil-makmur, damai, dan mandiri. Kondisi
makroekonomi dalam sepuluh tahun terakhir memang lumayan bagus. Namun, hampir
68 tahun merdeka, Indonesia masih sebagai negara berkembang dengan tingkat
pengangguran dan kemiskinan yang tinggi serta daya saing dan indeks pembangunan
manusia (IPM) yang rendah.
Yang lebih memprihatinkan, dalam kemajuan ekonomi dan
kesejahteraan rakyat, Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan
negara-negara tetangga yang potensi pembangunannya (SDA dan SDM) lebih kecil
seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Korea Selatan, dan
Jepang. Mengapa ini terjadi? Jawaban singkatnya, karena negara salah urus.
Untuk bisa bangkit menjadi bangsa maju dan makmur, banyak hal yang harus
dibenahi, tetapi yang paling utama adalah bidang pendidikan dan iptek (ilmu
pengetahuan dan teknologi).
Fakta empiris membuktikan, sejak zaman keemasan Romawi,
Islam (abad ke-7 M sampai Revolusi Industri 1753 M) hingga kapitalisme
sekarang, kunci kemajuan dan kemakmuran suatu bangsa terletak pada kualitas SDM
dan kemampuan bangsa tersebut dalam menguasai, menghasilkan, dan menerapkan
inovasi teknologi di berbagai bidang kehidupan.
Status Sekarang
Tingkat kemajuan bangsa Indonesia berkorelasi sangat nyata
dengan kualitas pendidikan dan kapasitas teknologinya. Pada 2007 hanya 80% dari
seluruh anak yang masuk sekolah dasar (SD) bisa lulus, dan hanya 61 persennya
melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkap pertama (SLTP). Dari seluruh anak yang
masuk SLTP itu, hanya 48% yang lulus. Dari yang lulus ini, hanya 21% yang
melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA). Lalu, dari seluruh anak
yang masuk SLTA, hanya 10% yang lulus.
Dari semua yang lulus SLTA, hanya 1,4% yang diterima di
perguruan tinggi. Wajar bila sekitar 70% dari total angkatan kerja Indonesia
berpendidikan lulus atau tidak tamat SD dan hanya sekitar 2% yang berpendidikan
S-1, S-2, dan S-3. Indikator lain yang menggambarkan buruknya kinerja dan
kualitas sistem pendidikan nasional adalah rendahnya prestasi perguruan tinggi
(PT) kita. Empat PT terbaik di Indonesia (UGM, UI, ITB, dan IPB) ternyata di
tingkat dunia hanya menduduki peringkat ke– 440 (UGM), 497 (ITB), 581 (UI), dan
839 (IPB).
Jebloknya kinerja sistem pendidikan ditambah dengan sistem
penelitian dan pengembangan (R & D) yang masih terseok-seok, dan minimnya
apresiasi pemerintah dan masyarakat kepada para ilmuwan dan ahli teknologi
diyakini telah menyebabkan rendahnya kapasitas iptek dan daya inovasi bangsa
Indonesia. Ini tercermin pada indeks pencapaian teknologi yang menempatkan
Indonesia ke dalam kelompok negara-negara yang hanya mampu sedikit mengadopsi
teknologi, tetapi belum sampai pada tahap implementasi secara luas (technology adaptor countries).
Muara dari buruknya kinerja sistem pendidikan dan iptek
adalah rendahnya daya saing ekonomi dan IPM. Tahun lalu daya saing ekonomi
Indonesia berada pada peringkat ke-50 dari 144 negara yang disurvei. Sementara
IPM Indonesia pada 2012 hanya sebesar 0,629, lebih rendah dari rata-rata
kelompok negara dengan nilai IPM menengah yakni 0,640.
Menatap Masa Depan
Sebab itu, kita harus segera memperbaiki sistem pendidikan
dan iptek secara komprehensif agar kita mampu meningkatkan kualitas SDM secara
signifikan, mengubah dari bangsa konsumen menjadi produsen teknologi, membangun
ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based
economy), dan memenangi persaingan global secara elegan.
Selain memiliki kapasitas iptek mumpuni, SDM Indonesia juga
harus memiliki iman dan takwa termasuk etos kerja unggul dan akhlak mulia. Ini
sangat penting karena telah terbukti bahwa sistem pendidikan barat
(konvensional) ternyata hanya menghasilkan SDM yang unggul secara iptek, tetapi
buruk moralnya, hedonistis, serakah, sombong, pembohong, dan hipokrit. Tidak
bersyukur kepada Tuhan yang menciptakannya.
Untuk itu, sejumlah langkah terobosan berikut mesti kita
tempuh. Pertama, memastikan bahwa sistem pendidikan harus menghasilkan SDM yang
mampu menyerap, mengaplikasikan, dan menghasilkan inovasi teknologi yang
diperlukan bagi proses industrialisasi dan pembangunan masyarakat serta ekonomi
berbasis iptek dan imtak.
Kedua, pembentukan kemampuan dasar; etos kerja (seperti
kerja keras, cinta ilmu, entrepreneurship, hemat, disiplin, taat hukum, dan teamwork); dan akhlak termasuk
kejujuran, amanah, adil, toleransi, kasih sayang, dan semangat untuk menolong
sesama harus dilakukan secara terus menerus sejak TK, SD, sampai ke PT.
Sedangkan penempaan kemampuan khusus baru dimulai dari tingkat SLTA (kelas 10).
Ketiga, untuk memenuhi kebutuhan tenaga terampil tingkat
menengah bagi berbagai industri dan sektor ekonomi yang terus berkembang, kita
perlu memperbanyak sekolah-sekolah kejuruan tingkat menengah atas dan
politeknik (D-1 sampai D-3) berkualitas unggul sesuai kebutuhan di setiap
daerah di seluruh Nusantara. Sekolah kejuruan yang dimaksud tidak hanya untuk
keteknikan dan IPA, tetapi juga untuk jurusan akuntansi, bahasa, industri
kreatif, dan ilmu humaniora lainnya.
Keempat, dalam upaya menghasilkan lulusan PT (S-1, S-2, dan
S-3) yang unggul di era globalisasi ini serta produk teknologi untuk memenuhi
kebutuhan nasional maupun ekspor, kita harus upayakan secara bertahap untuk
menjadikan seluruh PT di Indonesia menjadi PT berbasis riset (research-based university) dan
berkualitas internasional (world class
university). Dalam merancang dan melaksanakan penelitian, PT harus bekerja
sama dengan LIPI, BPPT, LAPAN, BAKOSUR TANAL, dan lembaga-lembaga litbang di
bawah kementerian.
Selain itu, pemerintah juga harus membantu menjodohkan (match making) para peneliti baik dari PT
maupun lembaga penelitian lain dengan sektor industri (swasta nasional, swasta
asing, dan BUMN) untuk menjadikan temuan-temuan penelitian yang bersifat skala
laboratorium (prototipe) menjadi produk teknologi komersial yang laku di pasar
dalam dan luar negeri.
Kelima, kebijakan politikekonomi, khususnya politik
anggaran pemerintah, harus dapat memenuhi kebutuhan sistem pendidikan dan iptek
nasional agar kedua sistem ini mampu melaksanakan fungsinya secara optimal
seperti diuraikan pada butir pertama sampai keempat. Kebutuhan itu mencakup
guru, dosen, dan peneliti berkualitas; prasarana dan sarana (seperti
perpustakaan, laboratorium, kapal latih, teaching
hospital, teaching farm, dan science
park); dan dana litbang.
Dengan mengimplementasikan lima langkah terobosan di bidang
pendidikan dan iptek di atas, insya Allah cita-cita kita bersama untuk
mewujudkan Indonesia sebagai bangsa maju, sejahtera, dan berdaulat dengan
kekuatan ekonomi terbesar ketujuh pada 2025 bukan hanya mimpi. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar