Kamis, 25 Juli 2013

Sekolah di Perbatasan untuk Anak TKI

Sekolah di Perbatasan untuk Anak TKI
Zulfikri Anas  ;   Penulis melakukan studi di SIKK, adalah Praktisi Pendidikan, Kandidat Doktor UNNES Semarang
SUARA KARYA, 24 Juli 2013


Anak Indonesia yang mengenyam pendidikan di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK), Sabah, Malaysia itu bukan anak tertinggal. Ternyata mereka malah mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Malaysia setelah berpartisipasi dalam "8th Sabah International Folklore Festival (SIFF) 2013."

Adalah Dwi Kristiyanto, guru seni SIKK melihat peluang emas agar anak-anak didiknya dapat turut serta mewakili Indonesia pada acara yang diselenggarakan rutin setiap tahun oleh Lembaga Kebudayaan Negeri Sabah (LKS). Kegiatan ini diikuti oleh beberapa negara. "Kami selalu ingin tampil terbaik, dan membuktikan bahwa anak-anak TKI juga bisa berprestasi," kata dia.

Dalam kompetisi itu, setiap peserta diharuskan untuk mempersembahkan dua jenis tarian, yakni tari tradisi dan tari kreasi. Untuk kategori tari tradisi, para "laskar" remaja Indonesia ini mempersembahkan tarian dari Minangkabau Sumatera Barat yaitu Tari Piring. Sedangkan kategori tari kreasi, anak-anak SIKK yang menamakan dirinya Prabu (Prasasti Budaya) mengusung sebuah tarian Hyang Purnama, sebuah tarian yang menceritakan kisah anak-anak kecil masyarakat Jawa yang bermain-main saat bulan purnama untuk mencegah kedatangan Batarakala.

"Meskipun ini merupakan keikutsertaan mereka yang pertama tapi anak-anak SIKK mampu menjadi yang terbaik ke-3 di antara 20 grup yang ikut bertanding," ungkap Dwi Kristiyanto, guru sekaligus koreografer Tim SIKK. Atas prestasi itu, sejumlah siswa diperkenankan untuk melanjutkan studi ke jenjang selanjutnya di Tanah Air. Bukan hanya itu, selain secara otomatis terdaftar di beberapa sekolah setingkat SMA yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, mereka pun mendapatkan beasiswa penuh untuk belajar selama tiga tahun.

Seorang anak, Sabry Herman yang di sela-sela waktu belajarnya bekerja menjadi kondektur bus umum mengaku senang mendapatkan kesempatan untuk memperoleh beasiswa dari Program Direktur Pembinaan SMP.

"Saya berterima kasih atas kesempatan ini, tidak terbayangkan sebelumnya saya dapat melanjutkan sekolah di Indonesia, apalagi sekarang saya diberi beasiswa," ujar Sabry.Guru pengajar di sana pun terpacu menjadi guru karena melihat sekolah anak Indonesia di Kinabalu yang tertinggal. Mereka mengaku datang ke Kinabalu tidak tergiur oleh besarnya honor, tetapi lebih pada pengabdian dan demi memperjuangkan anak-anak bangsa yang terpaksa mengikuti orang tua mereka sebagai TKI di perkebunan di sana.

"Kita mesti bertanya, mengapa orang tua mereka rela bekerja kasar dan mau dibayar murah di negeri orang? Tentu, ada penyebabnya, ini mencerminkan betapa sulitnya hidup di negeri kita", ungkap beberapa guru ketika kami diskusi tentang bagaimana meningkatkan kualitas pembelajaran di bagai anak-anak TKI beberapa waktu yang lalu. "Kami sangat berharap kepada Pemerintah Indonesia agar bersedia membangun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) unggulan berasrama di daerah perbatasan sehingga para alumni SMP SIKK dapat melanjutkan ke sekolah tersebut agar mereka bisa dikembalikan ke Indonesia. Sekolah tersebut diharapkan dapat menghasilkan tenaga-tenaga terampil dan terdidik, dan harapanya lagi, mereka 'melirik' untuk bekerja di Indonesia.

Di samping keterampilan teknis di bidang pertanian, mereka perlu dibekali dengan kemampuan kewirausahaan agar tidak tergiur lagi untuk bekerja di perkebunan kelapa sawit seperti orang tua mereka", papar Kepada Sekolah SIKK Dadang Hermawan. Jika tidak demikian, upaya yang telah mereka lakukan merintis SIKK selama ini akan mubazir, apalagi mereka terancam putus sekolah setelah tamat SMP. Walaupun pada tahun ini SIKK mulai membuka SMA, namun belum memberikan jaminan untuk memotivasi anak-anak TKI kembali ke Indonesia, atau setidaknya jika mereka terdidik, tidak lagi menjadi buruh kasar seperti orang tua mereka.

Dadang sendiri menyatakan kaget ketika membawa anak-anak TKI ikut lomba di Jakarta. "Mereka senang sekali naik pesawat, dan sampai di Jakarta, mereka berkomentar 'wah senangnya pertama kali ke luar negeri'. Saya langsung bilang ini justri negeri kalian!."

Jika kita berpegang pada ajaran agama tentang penciptaan manusia. Allah tidak mengenal produk gagal dalam menciptakan alam ini, apalagi manusia yang disebut sebagai makhluk yang sebaik-baiknya ciptaan Allah SWT. Allah berfirman bahwa setiap nyawa yang diberikan diperhitungkan dengan matang untuk apa seseorang dilahirkan.

Di mata Allah tidak ada manusia yang terlahir secara kebetulan, mereka diutus dengan dibekali sejumlah kekuatan posistif untuk mengubah corak kehidupan, dan ditundukkan alam raya kepada manusia untuk dikelola. Artinya, jika tidak terjadi sesuatu kesalahan mendasar dalam memberikan pelayanan pendidikan, tentunya 53 ribu lebih anak TKI itu menjadi potensi yang luar biasa, apalagi setiap anak adalah unik dan memiliki potensi yang berbeda. Mereka akan menjadi manusia-manusia penakluk kehidupan. Itu, jika pelayanan pendidikan berjalan dengan sebaik-baiknya.


Para guru, tutor dan didukung oleh orang tua telah membuktikan hal itu. Selanjutnya, Pemerintah perlu membuat kebijakan khusus dan pelayanan tanpa pilih kasih dan peningkatan kualitas pembelajaran sehingga anak-anak yang saat ini kurang beruntung karena harus ikut berjuang membanting tulang di negeri orang membantu orang tua mereka. Juga, memiliki kesempatan yang sama dengan saudara-saudara mereka di Tanah Air, berharap masa depan mereka yang lebih baik. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar