Jumat, 26 Juli 2013

Hak-Hak Narapidana

Hak-Hak Narapidana
OC Kaligis ;   Guru Besar Hukum Pidana Universitas Negeri Manado
SUARA KARYA, 25 Juli 2013


Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) sudah jelas merumuskan HAM. Dalam undang-undang itu ada sejumlah hak yang tidak dapat dicabut atau dihilangkan, seperti kebebasan berbicara dan berpendapat, kebebasan beragama dan berkeyakinan, kebebasan berserikat dan hak untuk mendapatkan perlindungan yang sama di depan hukum. Pengingkaran terhadap HAM berarti mengingkari martabat kemanusiaan. Oleh karena itu, negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi HAM tanpa kecuali.

Rekognisi dan perlindungan HAM diberikan kepada setiap individu tanpa melihat dan membedakan latar belakangnya. Konsekuensinya, setiap orang memiliki hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum sebagaimana diuraikan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 28 huruf D ayat (1) UUD 1945.

Narapidana adalah orang yang secara hukum dirampas hak kemerdekaannya, namun sah karena berdasarkan hukum dan aturan undang-undang (UU). Meski dirampas kemerdekaannya, narapidana tetap mempunyai hak minimal yang harus tetap dipenuhi. Misalnya, hak untuk memperoleh akses kesehatan, makanan, dan fasilitas yang memadai. Juga, hak spiritual untuk beribadah dan berkomunikasi ke luar pada waktu tertentu. Selain itu, ada hak lain yang merupakan wujud dari edukasi sebagai perbaikan mentalitas dari para napi, yaitu memperoleh remisi dan bebas bersyarat.

Remisi dan pembebasan bersyarat merupakan bagian edukasi bagi para narapidana jika mereka berkelakuan baik. Apalagi, undang-undang juga menjamin hak untuk mendapat remisi sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Lahirnya UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan diadopsi dari ketentuan-ketentuan hukum internasional. Antara lain, ketentuan dari PBB, yakni Standard Minimum Rules for the Treatment for the Prisoners, 30 Agustus 1955 serta Basic Principles for the Treatment of Prisoners, 14 Desember 1990.

Dalam Basic Principles for the Treatment of Prisoners disebutkan bahwa semua narapidana harus diperlakukan dengan rasa penghormatan yang tinggi karena martabat yang melekat dan nilainya sebagai manusia. Selanjutnya disebutkan bahwa tidak akan ada diskriminasi atas dasar ras, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat opini atau pendapat lainnya, asal-usul nasional atau sosial, kekayaan atau status lainnya.

Maka, PP No 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan merupakan suatu bentuk diskriminasi karena narapidana tidak dapat menikmati haknya sebagaimana dijamin oleh UU No 12/1995. Di sisi lain, banyak narapidana telah menikmati pengurangan masa hukuman, asimilasi, dan pembebasan bersyarat sebelum dikeluarkannya PP No 99/2012 tersebut.


Pemerintah perlu menyempurnakan PP No 99/2012 sehingga tidak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 huruf D ayat (1) dan Pasal 28 huruf I ayat (1) UUD 1945, UU No 30 Tahun 1999, Pasal 14 dan 15 KUHP, Basic Principles for the Treatment of Prisoner dan UU No 12/1995. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar