|
KOMPAS,
29 Juni 2013
Sampai detik ini, pemahaman publik tentang fungsi perguruan
tinggi ternyata belum utuh dan masih salah kaprah. Kesalahan fatal ialah
penempatan perguruan tinggi negeri sebagai unit pelaksana teknis Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, sementara perlakuan terhadap perguruan tinggi swasta
sebagai unit usaha dari yayasan atau badan wakaf.
Dengan kedudukan seperti itu, perguruan tinggi negeri (PTN)
tidak lebih dari sebuah kantor jawatan, sementara perguruan tinggi swasta (PTS)
tidak lebih dari sebuah unit usaha. Artinya, di sini terjadi marginalisasi
fungsi perguruan tinggi dari yang seharusnya, yakni sebagai agen pembangunan
bangsa melalui pengembangan ilmu pengetahuan bagi kemaslahatan manusia.
Fungsi
marginal
Dengan fungsi yang marginal seperti diuraikan di atas, maka
PTN hanya menjalankan tugas pemerintah berdasarkan segala ketentuan yang
berlaku. Adapun PTS hanya menjalankan usaha yang mendatangkan keuntungan bagi
yayasan atau badan wakaf.
Memang PTN dan PTS terkesan menyelenggarakan pendidikan
tinggi, tetapi sejujurnya mereka belum melakukan pendidikan tinggi secara utuh
dan hakiki. Apa yang dilakukan oleh PTN hanyalah formalitas persekolahan
tingkat tinggi (maksudnya setelah SMA/SMK), sedangkan yang dilakukan PTS saat
ini adalah persekolahan tingkat tinggi dengan memperlakukan mahasiswa sebagai
komoditas.
Akibatnya, mutu pendidikan tinggi di Indonesia sangat
rendah karena jauh sekali dari hakikatnya. Secara perseorangan, kualitas dosen
dan mahasiswa Indonesia tidak kalah, bahkan sering kali lebih baik dibandingkan
dengan negara manapun di dunia. Namun, sebagai institusi, pendidikan tinggi
sangat lemah karena pengelolaannya yang tidak sesuai tuntutan zaman saat ini
dan tidak sesuai dengan tantangan global yang terjadi sekarang. Telah terjadi
kesalahan pemerintah dalam menata kelola perguruan tinggi di Indonesia.
Penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh PTN saat ini hanya
mengedepankan pencapaian target pemerintah yang sangat bermuatan politis,
seperti halnya angka partisipasi kasar (APK), jumlah mahasiswa miskin,
pendirian PTN baru (atau penegerian PTS) di daerah dengan alasan
keterjangkauan. Semua itu ditentukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
sebagai rencana kerja tahunan.
Kementerian memperoleh Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) untuk mencapai target tahunan tersebut, yang kemudian
didistribusikan melalui mekanisme mata anggaran baku kepada setiap PTN. Seluruh
kebijakan dan teknis implementasi pelaksanaan pendidikan tinggi ditetapkan oleh
kementerian,
PTN hanya melaksanakan perintah kementerian di mana kementerian secara berkala melaksanakan koordinasi dan pemantauan untuk melihat sejauh mana anggaran diserap secara benar berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
PTN hanya melaksanakan perintah kementerian di mana kementerian secara berkala melaksanakan koordinasi dan pemantauan untuk melihat sejauh mana anggaran diserap secara benar berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
Kelihatannya tidak ada yang salah dengan mekanisme tata
kelola PTN seperti itu karena kebijakan kementerian memberikan kesan bahwa
tujuan pendidikan nasional akan dicapai. Namun, sejujurnya, tujuan pendidikan
nasional masih belum dicapai, bahkan semakin lama semakin jauh dari pencapaian
tujuan tersebut. Sebab, tujuan pendidikan nasional yang hakiki, yaitu
mencerdaskan kehidupan berbangsa-bernegara, belum tersentuh oleh kebijakan
kementerian. Kementerian hanya membuat target capaian fisik yang pelaksanaannya
dilakukan dalam bentuk proyek fisik. Padahal, esensi pendidikan yang sebenarnya
adalah pembentukan kapasitas, kompetensi, etika, sosio-kultural, kematangan,
daya nalar, kerangka berpikir, dan pengambilan keputusan, yang harus dimiliki
peserta didik.
Penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh PTS juga belum mampu
mengemban tujuan pendidikan nasional yang sebenarnya. Sebab, PTS harus
memperlakukan pendidikan tinggi sebagai kegiatan bisnis yang menguntungkan.
Kalau tidak, maka PTS tidak dapat bertahan hidup karena satu-satunya pendapatan
PTS hanya dari uang kuliah mahasiswa, tidak ada bantuan dana yang signifikan
dari kementerian ataupun dari pemerintah.
Solusi
badan hukum
Dalam hal ini, PTS sama sekali tidak salah jika kemudian
melakukan kegiatan transaksional, yaitu peserta
didik membayar mahal kepada PTS
dan PTS memberikan pendidikan yang terbaik sesuai harapan peserta didiknya. PTS
memang tidak harus memenuhi tujuan pendidikan nasional karena harus membiayai
dirinya sendiri kecuali jika kemudian pemerintah atau kementerian menugaskan
misi tertentu kepada PTS dengan anggaran yang memadai. Artinya, perlu ada
kebijakan nasional bahwa pemerintah dapat menugaskan PTS bersama PTN
mencapai tujuan nasional pendidikan yang hakiki.
Dari pembahasan di atas, jelas sekali kunci pokok
permasalahan pendidikan nasional di Indonesia, khususnya pendidikan tinggi,
yaitu perguruan tinggi belum berbadan hukum: hanya perangkat kerja dari
kementerian (bagi PTN) dan dari yayasan/badan wakaf (bagi PTS). Karena hanya
perangkat kerja, yang dikerjakan perguruan tinggi hanya menjalankan kegiatan
proyek fisik (bagi PTN) dan kegiatan yang bersifat transaksional (PTS).
Seandainya perguruan tinggi berbadan hukum, maka mereka memiliki otonomi dan
independensi yang akuntabel, di mana para akademisi dan peserta didik—yang
notabene merupakan insan dengan dedikasi pendidikan yang terbaik—dapat
mengembangkan dirinya mencapai tujuan pendidikan nasional yang hakiki.
Pembentukan perguruan tinggi berbadan hukum sangat
dimungkinkan di Indonesia seandainya ada kemauan politis yang kuat dari
pemerintah dan legislatif, sebagaimana halnya yang terjadi di sejumlah negara
di dunia, dengan seluruh perguruan tingginya berbadan hukum. Perangkat hukum
hendaknya tidak dijadikan kendala demi terbentuknya perguruan tinggi berbadan
hukum. Justru sebaliknya, perangkat hukum dirancang sedemikian rupa demi
terwujudnya perguruan tinggi berbadan hukum.
Satu hal yang harus menjadi perhatian pemerintah,
legislatif, dan publik, yaitu otonomi bukanlah komersialisasi atau privatisasi.
Pemerintah tetap berkewajiban mendanai perguruan tinggi berbadan hukum sesuai
penugasan yang diamanahkan, yaitu mencerdaskan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Seperti halnya di sejumlah negara di dunia, perguruan tingginya
berbadan hukum dan pemerintah mendanai perguruan tingginya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar