Jumat, 03 Maret 2017

Saudi dan Pandangan ke Timur

Saudi dan Pandangan ke Timur
A Eby Hara  ;   Dosen FISIP Jurusan Hubungan Internasional Universitas Jember
                                                      JAWA POS, 02 Maret 2017

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

KUNJUNGAN Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al-Saud ke Indonesia disambut dengan antusias. Maklumlah, Raja Salman yang membawa rombongan dengan anggota 1.500 orang yang terdiri atas para menteri dan pengusaha mengiming-imingi investasi besar Rp 300 triliun.

Secara politik, kunjungan ini memberikan makna yang signifikan di dalam negeri. Lawatan ini membangkitkan kembali kepercayaan berbagai kelompok Islam pada negara yang merasa kecewa karena Indonesia selama ini terlalu dekat ke negara-negara nonmuslim seperti Tiongkok.

Saudi merupakan pelayan dua masjid suci (custodian of the two holy mosques) di Makkah dan Madinah tempat umat Islam melakukan ibadah haji dan umrah. Karena itu, Indonesia sangat berkepentingan agar hubungan dengan Saudi berjalan baik sehingga pelayanan dan kuota haji Indonesia bisa ditambah.

Kedua negara juga berkepentingan untuk mengatasi terorisme. Saudi membentuk koalisi militer 34 negara Islam dalam Islamic Military Alliance to Fight Terrorism (IMAFT). Namun, Indonesia tidak bersedia masuk ke dalam koalisi itu karena prinsip politik luar negeri bebas aktif. Meski demikian, Indonesia sebagai korban serangan terorisme terus melakukan kerja sama dengan berbagai negara untuk mengatasinya. Tidak adanya kunjungan Raja Saudi ke Indonesia dalam waktu lama tidak berarti hubungan tidak baik, tetapi bisa jadi karena kunjungan ke Indonesia tidak bersifat urgen atau bisa juga karena pemimpin saat itu belum memprioritaskan Indonesia. Pada kunjungan Raja Faisal 47 tahun yang lalu, suasananya lebih sederhana. Pesawatnya hanya satu dan tidak sampai tujuh pesawat seperti sekarang. Delegasinya juga dipastikan tidak sampai 1.500 orang.

Namun, kunjungan Raja Faisal saat itu sangat urgen dan bersahaja karena negara-negara Arab sedang berperang secara militer dengan Israel yang didukung Amerika. Pada 1974 negara-negara Arab melakukan embargo minyak sebagai perlawanan ke Barat yang membuat roda perekonomian Barat lumpuh untuk beberapa saat. Dukungan Indonesia terhadap perjuangan bangsa Arab melawan Israel yang menduduki Palestina sangat penting dan menunjukkan ikatan persahabatan yang tulus.

Pada saat ini, konteks kunjungan sudah berbeda. Masalah Palestina memang belum selesai. Namun, tidak ada satu pun negara Arab, kecuali Syria, yang tidak mempunyai hubungan erat dengan AS. Saudi telah menjadi negara yang makmur dengan kekuatan regional yang kuat. Bersama dengan Israel, Saudi menjadi sekutu utama AS di Timur Tengah. Ancaman utama bagi Saudi bukan lagi terutama Israel, tetapi Iran. Di bawah Raja Salman, Saudi memimpin koalisi 10 negara Teluk dalam melakukan intervensi militer di Yaman untuk mencegah berkembangnya pengaruh Iran melalui kelompok Shiah Houtis.

Dalam konteks politik baru ini, Raja Salman berkunjung ke Indonesia. Kepentingan politik seperti pada 1970-an sudah tidak kuat. Saudi telah bertransformasi menjadi negara modern. Pusat-pusat bisnis, restoran, dan hotel internasional telah masuk bahkan sampai ke kota suci seperti Makkah. Riyadh semasa Pangeran Salman menjadi gubernurnya berkembang menjadi kota modern dengan gedung pencakar langit. Kota pelabuhan Jeddah akan mempunyai gedung pencakar langit Jeddah Tower dengan tinggi 1.007 meter yang memiliki 252 lantai.

Sebagai negara monarki absolut, Saudi perlu terus mempertahankan legitimasi dengan menjamin kesejahteraan rakyatnya. Putra raja, yang merupakan putra mahkota kedua, Mohammed bin Salman, merancang transformasi ekonomi Kerajaan Saudi sampai 2030. Rancangan yang disebut Vision 2030 itu menyebutkan bahwa negara kesejahteraan Saudi tidak akan bisa bertahan kalau harga minyak rendah dan karena itu mereka perlu beralih ke sektor nonmigas dalam ekonomi.

Dalam Vision 2030 itu, Saudi perlu bekerja sama dengan berbagai negara, tidak hanya dengan negara-negara Eropa dan AS yang selama ini menjadi partner bisnis mereka. Sasaran penting adalah ke negara-negara Asia Timur yang ekonominya semakin maju dan negara-negara Islam di Asia Tenggara yang merupakan pasar yang besar untuk mengembangkan kerja sama perdagangan dan industri nonmigas. Ada yang menyebut kebijakan itu dengan Saudi Arabia’s Look-East Policy (Kebijakan Saudi Memandang ke Timur).

Kunjungan ke Indonesia ini adalah bagian dari look-East policy tersebut. Indonesia menjadi bagian dari rangkaian kunjungan Raja Salman ke Asia yang dimulai dari Malaysia, Indonesia, Jepang, Tiongkok, hingga Maladewa. Saudi mengajak perusahaan dan bank-bank di Asia untuk bekerja sama dalam investasi internasional dan dalam mengembangkan industri yang tidak hanya berkaitan dengan minyak.

Agustus tahun lalu Saudi melakukan perjanjian awal dengan Tiongkok, mulai pembangunan rumah di Saudi sampai proyek-proyek pengadaaan air dan penyimpanan minyak. Saudi juga sepakat untuk berinvestasi hingga USD 45 miliar untuk pengadaan teknologi baru dengan kelompok bank Jepang.

Selain itu, Saudi tetap giat memperkuat posisinya sebagai negara pengekspor minyak terbesar di dunia, termasuk di pasar-pasar Asia yang berkembang. Dalam kunjungan ke Asia, Saudi akan menawarkan saham perusahaan minyak raksasa mereka, Aramco, yang dibuka ke publik pada 2018. Dalam kunjungan ke Malaysia, Aramco akan bekerja sama dengan Petronas dalam pengembangan proyek penyulingan minyak dan Petrokimia. Di Indonesia, kerja sama serupa direncanakan juga dilakukan di Cilacap.

Kunjungan Raja Salman diharapkan bisa meningkatkan investasi Saudi yang kini hanya menempati posisi nomor 50-an, masih jauh di bawah Singapura, Jepang, dan Tiongkok yang merupakan negara tiga besar investor utama Indonesia.

Nilai investasi Saudi di bidang perminyakan diharapkan mencapai USD 7 miliar. Selain itu, ada beberapa proyek seperti pembangunan perumahan yang akan mencapai USD 1 miliar. Target penandatanganan investasi adalah sekitar USD 25 miliar. Insya Allah rencana ini dapat diwujudkan. Ahlan wa sahlan fi Indonesia ya Raja Salman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar