Penetapan
Makam Tan Malaka
Asvi Warman Adam ; Sejarawan LIPI;
Penasihat Tim Penggalian Tan
Malaka Tahun 2009
|
KOMPAS, 11 Maret 2017
Tanggal 21 Februari 1949, Tan Malaka tewas di Jawa Timur.
Setelah melakukan penelitian selama berpuluh-puluh tahun, sejarawan Harry
Poeze menyimpulkan bahwa Tan Malaka
ditembak di Desa Selopanggung, Kediri.
Keberadaan makam tokoh yang sudah diangkat menjadi
pahlawan nasional pada tahun 1963 ini penting untuk kejelasan sejarah
nasional, di samping untuk keperluan ziarah. Sangat urgen pemerintah segera
menetapkan makam pahlawan nasional ini tanpa membiarkan masalahnya
terkatung-katung.
Tahun 2009, dilakukan penggalian di Selopanggung, Kediri.
Jenazah yang ditemukan secara antropologi forensik sesuai dengan ciri-ciri
fisik Tan Malaka. Maka, para sejarawan yang terlibat dalam pencarian ini
beranggapan bahwa 90 persen jenazah itu memang Tan Malaka dan makamnya ada di
lokasi tersebut. Namun, demi kesempurnaan investigasi dilakukan pembandingan
DNA dari keponakan Tan Malaka (Zulfikar) dengan DNA pada tulang yang ada di
makam tersebut. Namun, DNA Tan Malaka itu tidak kunjung muncul, diduga karena
keasaman tanah yang tinggi.
Kemudian dilakukan pertemuan di rumah keponakan Tan
Malaka, Zulfikar, di Jakarta, pada 15 Desember 2013. Pada kesempatan itu
diperoleh kesepahaman bahwa dokter forensik dan pihak keluarga menginginkan
proses penentuan makam itu tidak berlarut-larut. Kepastian sejarah dan
forensik bahwa jenazah itu 90 persen adalah Tan malaka, dianggap cukup untuk
mengambil keputusan.
Ahli forensik Dr Djaja Surya Atmadja akan meneruskan
membawa beberapa gram tulang dan gigi Tan Malaka keliling dunia pada seminar
forensik regional dan internasional, sementara keluarga ingin memindahkan
makam Tan Malaka dari Selopanggung ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata.
Bulan April 2017, menurut rencana, Dr Djaja mengikuti
seminar forensik internasional di AS dan membawa serpihan tulang Tan Malaka
yang tersisa untuk dikeluarkan DNA-nya. Jika sejarah Tan Malaka menjadi
penelitian seumur hidup Harry Poeze, DNA Tan Malaka tampaknya menjadi obyek
riset abadi Dr Djaja. Namun, penetapan makam harus dilakukan pemerintah tanpa
menunggu 10-20 tahun lagi.
Apakah yang dipindahkan dari Selopanggung itu kerangka
jenazah secara keseluruhan atau hanya sekepal tanah secara simbolis
untuk untuk dimakamkan kembali di TMP
Kalibata?
Pemakaman kembali
Yang terakhir ini lebih praktis karena Kementerian Sosial
tak memiliki pos anggaran untuk pemindahan jenazah kecuali pemugaran makam. Penguburan
simbolis pernah dilakukan terhadap pahlawan nasional lain, yaitu Otto
Iskandar Dinata yang dibunuh di Pantai Mauk, Tangerang, Desember 1945, dan
jenasahnya dibuang ke laut. Tanah dari Pantai Mauk itu diambil, dibungkus
dengan kain kafan, lalu dimakamkan di Lembang. Tentu saja kasusnya berbeda
dengan Tan Malaka karena kerangkanya masih ada di Selopanggung.
Setelah proses ini sempat terhenti beberapa tahun, muncul
prakarsa dari Pemerintah Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, untuk
memindahkan makam Tan Malaka ke kampung di Desa Pandan Gadang. Mereka sudah
melakukan pembicaraan dengan pemerintah setempat di Kediri tentang rencana
tersebut. Namun, ternyata dari pemerintah setempat terdapat keinginan untuk
mempertahankan makam tersebut di sana.
Sebanyak 200 orang dari Sumatera Barat datang ke Kediri pada 21 Februari 2017
untuk memperingati 68 tahun kematian Tan Malaka sekaligus melakukan upacara
adat. Di sana diselenggarakan penyempurnaan penyematan gelar Datuk Tan Malaka
kepada penerusnya, Henky Novaron Arsil. Kegiatan penjemputan jasad Tan Malaka
diubah menjadi upacara adat.
Dalam penentuan tempat makam seseorang, yang paling berhak
menentukan adalah pihak keluarga. Ada tokoh nasional yang sebelum wafat
berpesan kepada keluarga agar tak dimakamkan di TMP Kalibata dengan alasan
tertentu. Sebetulnya ada tiga tempat yang bisa menjadi lokasi makam, yakni
TMP Kalibata; Selopanggung, Kediri; dan Pandam Gadang, Kabupaten Limapuluh
Kota. Kementerian Sosial tentu akhirnya harus menetapkan salah satu lokasi
karena anggaran pemugaran makam hanya untuk satu tempat. Untuk pengajaran
sejarah juga perlu kejelasan dan kepastian letak makam pahlawan nasional.
Jika diputuskan makam tetap di Selopanggung, Kediri,
sebetulnya itu bukan hal unik. Dalam sejarah Indonesia terdapat beberapa
pahlawan nasional yang dimakamkan di daerah lain bukan di kampungnya, seperti
Tjut Njak Din (asal Aceh) di Sumedang, Jawa Barat; Pangeran Diponegoro di
Makassar, Sulawesi Selatan; dan Tuanku Imam Bonjol di Manado, Sulawesi Utara. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar