Minggu, 02 Agustus 2015

Tantangan 48 Tahun ASEAN

Tantangan 48 Tahun ASEAN

Beginda Pakpahan ;  Analis Politik dan Ekonomi Urusan Global dari UI
                                                       KOMPAS, 01 Agustus 2015      

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Seiring dinamika terkini di Asia Tenggara, ASEAN perlu memantapkan  peranannya, yakni (1) mengidentifikasi potensi dan peluang serta (2) merespons pelbagai tantangan terkini di usia yang ke-48 tahun pada 8 Agustus 2015.

Apa peranan ASEAN dalam menjaga perdamaian dan stabilitas Asia Tenggara? Bagaimana ASEAN menjalankan peranannya? Apa potensi dan peluang terkini yang dimiliki olehnya? Lalu, apa pelbagai tantangan terkini ASEAN?

Koordinator regional

Argumen penulis, ASEAN sebagai koordinator regional yang persuasif dan independen perlu pelaksanaan diplomasi campuran-seperti bilateral, regional/ plurilateral, dan internasional-dalam rangka berkontribusi positif untuk memelihara perdamaian dan stabilitas di Asia Tenggara.

Dengan potensi populasi yang produktif, ukuran ekonomi yang besar, dan iklim investasi ekonomi yang menjanjikan, negara-negara mitra ASEAN berupaya meningkatkan kerja sama politik, ekonomi, dan sosial budayanya dengan ASEAN. Sementara itu pelbagai tantangan terkini ASEAN adalah konsolidasi internal yang inklusif untuk implementasi Masyarakat ASEAN, respons yang baik terhadap dinamika di Laut Tiongkok Selatan, dan penanganan krisis Rohingya yang menyeluruh.

Peranan ASEAN sebagai koordinator regional yang persuasif dan independen perlu ditegaskan dan diperkuat lagi. Oleh karena itu, ASEAN harus menjalankan strategi penguatan internalnya dengan dukungan situasi eksternalnya secara bersama dan berdampingan. Pertama, penguatan internal ASEAN dilakukan secara gradual. Kedua, peningkatan kerja sama eksternal dengan mitra-mitra ASEAN untuk mendukung proses konsolidasi di Asia Tenggara.

Dalam wilayah politik dan keamanan, ASEAN sudah dan masih sebagai stabilisator di Asia Tenggara sejak akhir tahun 1960-an. Di awal tahun 2000-an, organisasi regional itu mendorong Masyarakat ASEAN untuk menjadi pilar utama dari proyek integrasinya. Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN, Masyarakat Ekonomi ASEAN, dan Masyarakat Sosial dan Budaya ASEAN adalah tiga fondasi utama dari Masyarakat ASEAN. Di akhir tahun 2015, ASEAN berharap bisa mengimplementasikan proyek besar tersebut.

Dalam wilayah ekonomi pembangunan, pengoptimalan kerja sama perdagangan dan peningkatan iklim investasi bagi para investor dari intra dan ekstra ASEAN adalah potensi yang bisa ditingkatkan. Masyarakat Ekonomi ASEAN memberi peluang kerja sama saling menguntungkan bagi ASEAN dan negara-negara luar ASEAN.

Untuk menjalankan penguatan internal ASEAN dan peningkatan kerja sama eksternalnya, perdamaian dan stabilitas Asia Tenggara merupakan keharusan. ASEAN perlu mengajak dan melibatkan secara persuasif normanya kepada negara-negara anggotanya dan seluruh mitra eksternalnya. Penciptaan lingkungan Asia Tenggara yang damai dan pengoptimalan pelbagai potensi ekonomi dan pembangunan ASEAN akan mendukung proses integrasinya yang berjalan dan pertumbuhan kerja sama mutualisme antara ASEAN dan pelbagai mitra eksternalnya.

Pelbagai tantangan terkini

ASEAN memiliki beberapa tantangan terkini. Pertama, proses konsolidasi internal ASEAN yang sebaiknya lebih inklusif. "Pendekatan elite" yang hanya melibatkan para pemimpin dan pembuatan kebijakan dari seluruh negara anggota ASEAN perlu diubah. ASEAN perlu lebih membuka kesempatan bagi rakyatnya berpartisipasi dalam proses pembangunan Asia Tenggara.

Pengertian dan persepsi yang sama antara pemerintah dan rakyat ASEAN tentang realisasi Masyarakat ASEAN dan implikasi pembangunannya terhadap kehidupan rakyat ASEAN sehari-hari masih perlu dioptimalkan. Ada kesenjangan persepsi kedua belah pihak.

Di satu sisi, elite pemerintah di ASEAN lebih mempromosikan "mimpi indah integrasi ASEAN", khususnya Masyarakat Ekonomi ASEAN yang diharapkan bisa membangun ekonomi Asia Tenggara. Di sisi lain, rakyat di negara-negara ASEAN belum memahami dampak ekonomi pembangunan yang akan dialami dalam kehidupan sehari-hari.

Pelbagai dampak ekonomi di negara-negara ASEAN yang belum siap memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN sudah membayangi rakyatnya, seperti lemahnya daya saing mereka, minimnya kemampuan sumber daya manusia, dan melebarnya kesenjangan ekonomi antara yang kaya dan miskin. Pertanyaan inti untuk ASEAN adalah apakah Masyarakat Ekonomi ASEAN bisa jadi solusi pelbagai dampak di atas?

Konsekuensi lainnya, perhatian mayoritas dari pemerintah dan rakyat pelbagai negara ASEAN lebih terfokus kepada Masyarakat Ekonomi ASEAN dibandingkan dua fondasi lainnya. ASEAN perlu memastikan ketiga fondasi Masyarakat ASEAN mendapatkan perhatian yang seimbang dan dapat direalisasikan secara bersamaan pada akhir tahun 2015.

Kedua, ASEAN harus aktif mencegah eskalasi konflik di Laut Tiongkok Selatan dan ikut serta dalam penyelesaian sengketa di perairan itu. Penguatan internal ASEAN secara gradual dan perundingan simultan untuk pembuatan code of conduct (CoC) di Laut Tiongkok Selatan antara ASEAN dan Tiongkok mutlak dilakukan bersama-sama. Peranan Indonesia sebagai negara bukan pengklaim perairan itu diharapkan lebih aktif dalam menjaga keharmonisan ASEAN, mendorong penciptaan CoC yang efektif antara ASEAN dan Tiongkok, dan mengajak pihak yang relevan untuk menghindari tindakan sepihak yang bisa meningkatkan ketegangan di wilayah itu.

Ketiga, sikap hati-hati dan adaptif dari ASEAN diperlukan dalam menangani krisis yang terjadi di Asia Tenggara. Krisis pengungsi Rohingya dan migran Banglades di Laut Andaman adalah contoh konkret yang berdampak langsung kepada Thailand, Malaysia, dan Indonesia sebagai negara anggota ASEAN. Pelaksanaan diplomasi campuran, seperti plurilateral, bilateral, dan internasional menjadi jalan untuk merespons krisis itu.

Pada 20 Mei 2015, Thailand, Malaysia, dan Indonesia secara plurilateral bertemu di Putrajaya, Malaysia, untuk membahas krisis tersebut. Indonesia dan Malaysia menyepakati jadi wilayah transit temporer bagi pengungsi Rohingya selama setahun. Untuk mencapai solusi menyeluruh, Myanmar perlu dilibatkan sebagai bagian penting penyelesaian krisis tersebut.

Oleh karena itu, Indonesia dan Myanmar bertemu secara bilateral. Indonesia mengajak Myanmar ikut memberi pelayanan konsuler kepada migran dari Myanmar, pemberantasan perdagangan manusia di Myanmar, dan pembangunan Negara Bagian Rakhine yang nondiskriminatif di Myanmar. Tentunya, krisis itu memiliki dimensi internasional sehingga penanganannya membutuhkan dukungan dunia secara finansial dan dukungan politik keamanan guna mencapai penyelesaian yang permanen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar