Rakyat dalam Gerakan Anti Korupsi
Febri Hendi AA ; Koordinator
Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch
|
KOMPAS,
05 Agustus 2015
Keberhasilan Gerakan Anti Korupsi
tidak hanya diukur dari berapa banyak koruptor dipenjara dan berapa besar
uang negara bisa diselamatkan. Akan tetapi, kesuksesannya juga diukur dari
dampak gerakan ini terhadap pemerataan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Oleh karena itu, jika ekonomi
hanya dikuasai segelintir orang dan masih banyak rakyat miskin, gerakan ini
belum berhasil mencapai tujuannya. Inilah sesungguhnya esensi dan tujuan
akhir Gerakan Anti Korupsi (GAK).
Perluasan indikator keberhasilan
bukan berarti menambah pekerjaan GAK. Sebaliknya, hal ini justru akan
memperkuat legitimasi serta meningkatkan dan memperluas pengaruh gerakan ini
terutama pada rakyat, terutama dari kalangan bawah.
Akar
korupsi
Indonesia telah melakukan berbagai
upaya memerangi korupsi. Lembaga penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan
Korupsi, Kejaksaan RI, dan Kepolisian RI, telah banyak menyeret pelaku
korupsi ke penjara. Bahkan, kerugian negara karena korupsi juga telah
diselamatkan. Selain itu, berbagai kebijakan dan anggaran untuk pencegahan
korupsi juga telah digulirkan. Semua celah korupsi telah diupayakan ditutup
seketat mungkin.
Namun, korupsi masih tetap saja
terjadi di semua lini penyelenggaraan negara. Penindakan dan pencegahan
korupsi seakan tiada artinya menyelamatkan negara dari praktik haram
tersebut. Penindakan korupsi malah mendapatkan serangan balik berupa kriminalisasi
pimpinan KPK dan pelemahan institusinya. Begitu juga pencegahan korupsi
mengalami hal sama. Hampir semua kebijakan, program, sistem anti korupsi, dan
reformasi birokrasi di semua instansi seakan tak mampu mencegah korupsi.
Lalu, di mana akar masalah
sehingga upaya tersebut belum menunjukkan dampak signifikan terhadap
pengelolaan negara yang bersih, apalagi berdampak terhadap kesejahteraan
rakyat?
Korupsi berakar pada politik
penyelenggaraan negara yang tidak sehat. Institusi dan aparatur negara
dikuasai secara tak langsung oleh elite politik yang didukung birokrat dan
kelompok bisnis. Korupsi dalam pengertian lebih luas dijadikan sebagai metode
untuk memperoleh, mempertahankan, dan memperluas pengaruh mereka dalam
pengelolaan negara.
Korupsi juga digunakan melayani
akumulasi modal kelompok bisnis tertentu dibandingkan mendorong pemerataan
ekonomi, apalagi mewujudkan kesejahteraan rakyat. Praktik serupa juga
dilakukan oleh politisi, birokrat, dan pengusaha di tingkat lebih rendah
ataupun di daerah.
Oleh karena itu, wajar jika upaya
pemberantasan korupsi tidak mendapatkan tempat dalam pengelolaan negara.
Sebaliknya, gerakan ini justru dilemahkan, bahkan jika perlu dimatikan agar
tidak mengganggu, menghambat, dan mematikan upaya pemberantasan korupsi
tersebut.
Ada dua sasaran utama GAK
mengatasi oligarki korup. Pertama adalah bagaimana mendorong, mengawal, dan
mengawasi pengelolaan sumber daya negara sehingga tidak diselewengkan
melayani akumulasi modal kelompok bisnis daripada melayani kesejahteraan
rakyat. Upaya membangun, mengawal, dan mengawasi kebijakan dan sistem anti
korupsi pada aspek pencegahan dan penindakan juga harus senantiasa dilakukan.
Tujuannya, agar sistem ini tidak dibajak, dilemahkan, atau dimatikan oleh
kelompok oligarki tersebut.
Kedua adalah menggantikan kelompok
oligarki dan jaringan pendukungnya yang menggunakan korupsi sebagai cara
untuk memperoleh, mempertahankan, dan memperluas pengaruhnya dalam
pengelolaan negara dan pemerintahan. Oligarki ini adalah kelompok yang terganggu
oleh GAK dan terus-menerus menggunakan sumber daya dan jaringannya untuk
mendiskreditkan, melemahkan, dan mematikan gerakan anti korupsi. Oligarki
koruptif harus dihambat dan wajib dimatikan aksesnya terhadap politik dan
ekonomi negara. GAK harus mampu menggantinya dengan kelompok lain yang bersih
dari korupsi.
Menggerakkan
rakyat
Dalam konteks inilah, GAK harus
muncul dari kekuatan rakyat yang terorganisasi, luas, dan berkelanjutan dari
seluruh rakyat Indonesia. Gerakan berbasis rakyat ini ditujukan untuk
membangun, mengawasi, dan mengawal sistem anti korupsi dari upaya pelemahan
dan mematikan pemberantasan korupsi.
Tak hanya itu, partisipasi
terorganisasi juga ditujukan untuk mengganggu, menghambat, dan menghilangkan
pengaruh oligarki korup melalui berbagai kontestasi elektoral, seperti
pemilu, pilpres, dan pilkada. Elektoral adalah jembatan oligarki untuk
menguasai politik ekonomi negara sehingga harus diputus. Gerakan rakyat
terorganisasi dan masif diharapkan juga mampu mendorong munculnya kekuatan
politik baru yang tak menyelewengkan sumber daya negara demi kepentingan
kelompoknya.
Menggerakkan rakyat dalam sebuah
gerakan terorganisasi, masif, dan berkelanjutan terkait isu anti korupsi
memang tak semudah membalik telapak tangan. Akan tetapi, hal ini bukanlah
sebuah kemustahilan untuk diwujudkan. Terdapat tiga rangkaian tantangan yang
harus diatasi dalam membangun gerakan rakyat terorganisasi, masif, dan
berkelanjutan. Pertama, bagaimana anti korupsi jadi kebutuhan bersama seluruh
rakyat Indonesia.
Korupsi menyebabkan birokrasi
berperilaku buruk dan tidak profesional melayani rakyat. Korupsi menyebabkan
hukum tajam bagi rakyat bawah dan tumpul bagi elite tertentu. Korupsi telah
menyebabkan pendapatan rakyat menjadi tidak maksimal dan jatuh miskin.
Korupsi menyebabkan mereka
kesulitan menyekolahkan anaknya ke sekolah bermutu. Korupsi telah menyebabkan
mereka kesakitan dan bahkan kematian karena tidak mendapatkan pelayanan
kesehatan. Jika hal ini telah menjadi pengetahuan dan kesadaran luas dari
rakyat, kebutuhan bersama melawan seluruh praktik korupsi akan terwujud.
Kedua adalah bagaimana membangun
identitas bersama sebagai korban korupsi. Identitas ini sangat penting untuk
membangun solidaritas dan soliditas sesama korban korupsi.
Ketiga, bagaimana mengarahkan
kebutuhan dan identitas bersama tersebut menjadi perjuangan bersama
memberantas korupsi. Memberantas korupsi tidak dapat dilakukan hanya oleh
satu-dua individu atau bahkan lembaga anti korupsi. Perjuangan anti korupsi
adalah perjuangan total seluruh rakyat dan para pendukung anti korupsi.
Untuk mewujudkan hal tersebut,
keberhasilan gerakan ini tidak saja diukur dari sisi penegakan hukum ataupun
pencegahan korupsi, tetapi dibutuhkan indikator keberhasilan lebih luas.
Pemberantasan korupsi harus diukur seberapa besar bersih pengelolaan sumber
daya negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Jika GAK tidak memiliki visi
sampai pada titik ini, sulit mengharapkan gerakan ini efektif memberantas
korupsi. Semua upaya pemberantasan korupsi, akan selalu berhadapan dengan
kekuatan politik bisnis atau oligarki koruptif. Rakyat masif dan
terorganisasi adalah resepnya, dan hal ini bisa terwujud jika GAK juga
menyasar upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar