Rabu, 05 Agustus 2015

El Nino dan Ekonomi Domestik

El Nino dan Ekonomi Domestik

Firmanzah  ;   Rektor Universitas Paramadina; Guru Besar FEB Universitas Indonesia
                                                  KORAN SINDO, 03 Agustus 2015 

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Saat ini perekonomian nasional tengah menghadapi tantangan baru dengan hadirnya fenomena alam El Nino. Gelombang panas El Nino yang melanda Indonesia saat ini mengakibatkan kenaikan temperatur dan memundurkan awal musim hujan di wilayah Indonesia. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengidentifikasi wilayah-wilayah yang terdampak kekeringan akibat El Nino seperti Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Bali, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Maluku Utara, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.

El Nino yang melanda Indonesia saat ini tergolong moderat, tetapi berpeluang menguat sampai November 2015. Kekeringan, kebakaran hutan, kekuranganair, menurunnya produksi holtikultura, dan tertekannya tingkat kesejahteraan petani serta potensi naiknya angka kemiskinan terutama di perdesaan merupakan dampak yang harus diantisipasi, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah.

Tanpa penanganan yang serius dan terpadu, dikhawatirkan El Nino akan memperparah kondisi perekonomian nasional yang dalam beberapa waktu terakhir mengalami tekanan dari berbagai sisi. El Nino dipastikan akan menambah tekanan baru bagi perekonomian nasional.

Di saat kita fokus untuk memitigisi tekanan volatilitas di pasar saham, penurunan nilai tukar rupiah, melemahnya permintaan dan harga komoditas ekspor utama nasional, serta ketidakpastian pengumuman serta besaran kenaikan suku bunga di Amerika Serikat, dampak El Nino akan meningkatkan risiko prospek perekonomian nasional. Sementara di dalam negeri kita juga masih terkendala pelemahan daya beli domestik, lambatnya serapan belanja pemerintah, terbatasnya pertumbuhan industri dan sektor riil serta melambatnya pertumbuhan angkatan kerja.

Persiapan dan antisipasi kebijakan yang tepat dan terukur perlu segera disusun agar dampak El Nino tidak memperburuk situasi perekonomian dan kesejahteraan rakyat khususnya para petani dan masyarakat yang tinggal di perdesaan. Dampak El Nino tidak bisa dianggap ringan dan sederhana terutama bagi negara yang porsi ekonomi pertanian dan perkebunannya sangat besar. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga sejumlah negara akan terkena dampak yang sangat serius dari El Nino seperti Australia, Malaysia, Filipina, dan India.

Sejumlah penelitian di beberapa negara juga mendokumentasikan dampak El Nino yang sangat besar bagi perekonomian suatu negara. Misalnya saja penelitian yang dilakukan Hoogeven (2000) menunjukkan dampak El Nino yang terjadi di Filipina ke peningkatan angka kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan dengan dampak krisis keuangan 1997-1998. Akibat El Nino pada waktu itu, sektor pertanian Filipina terkontraksi sebesar 6,6% dan output industri turun 1,7%.

Hal ini mengakibatkan angka pengangguran Filipina naik dua digit menjadi 10,1% di 1998 dan angka inflasi juga tercatat dua digit seiring dengan penurunan produksi di sektor pertanian yang mengerek harga komoditas. Pada akhirnya krisis membuat penerimaan negara di Filipina turun dan memaksa belanja publik dipangkas. Tidak jauh berbeda dengan Filipina, bagi Indonesia, sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan memainkan peranan sangat penting bagi perekonomian nasional.

Kontribusi sektor ini tecermin baik dari sisi penyerapan tenaga kerja, kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, dan kontribusi terhadap pembentukan produk domestik bruto. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), per Februari 2015 dari 120 juta tenaga kerja usia 15 tahun ke atas, tidak kurang dari 40 juta orang bekerja di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perburuan. Sektor ini menyerap angkatan kerja terbesar dan merepresentasikan serapan sebesar 33,2%.

Selain itu, juga menurut data BPS, sektor ini menjadi salah satu kontributor penting pertumbuhan ekonomi kuartal I 2015 dengan sumbangan sebesar 0,5% setelah sektor industri pengolahan (0,85%) dan konstruksi (0,57%). Sektor ini menempati urutan kedua atas pembentukan PDB sebesar 13,75% setelah industri pengolahan sebesar 21,14%.

Dengan kata lain, perekonomian nasional memiliki sensitivitas yang sangat tinggi terhadap kinerja output maupun ketenagakerjaan dari sektor pertanian dan perkebunan. Ketika sektor ini mengalami penurunan akibat El Nino, sangat berisiko mengganggu perekonomian domestik pada kuartal III dan IV 2015. Sementara pemerintahsangat mengharapkan kinerja ekonomi di dua kuartal terakhir dapat mengompensasi lambatnya pertumbuhan ekonomi pada kwartal I 2015 yang hanya 4,71% dan belum menggeliatnya ekonomi pada kuartal II 2015.

Apabila kondisi ini berlanjut tanpa penanganan yang serius, tidak menutup kemungkinan realisasi pertumbuhan ekonomi nasional akan semakin jauh di bawah target APBNP- 2015 sebesar 5,7%. Terlebih isu yang beredar menguatkan The Fed akan menaikkan suku bunga pada September 2015 yang berpeluang diikuti dengan kenaikan BI Rate. Apabila hal ini terjadi, ekonomi nasional akan semakin tertekan akibat dampak kenaikan suku bunga, masih melemahnya daya beli masyarakat dan terganggunya produktivitas di sektor pertanian dan perkebunan yang berkontribusi cukup besar terhadap pertumbuhan dan pembentukan PDB nasional.

Dampak lainnya yang akan terasa adalah kesejahteraan petani, pengangguran, menurunnya produksi holtikultura, dan memperbesar angka kemiskinan di sektor pertanian dan perdesaan. Data dari BPS pada 2014 menunjukkan bahwa persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan di perdesaan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan. Terdapat 13,8% penduduk di perdesaan yang masuk dalam kelompok miskin, sedangkan di perkotaan persentasenya sebesar 8,2%.

Kualitas hidup seperti akses dan ketersediaan air bersih yang semakin menurun akibat kekeringan akibat El Nino juga akan semakin menurun apabila tidak tertangani secara baik. BMKG juga telah mengidentifikasi daerah seperti Jawa tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), danNusa Tenggara Barat (NTB) telah mengalami musim kemarau yang panjang serta kekeringan.

Belajar dari pengalaman sejumlah negara ditambah dengan kondisi perekonomian nasional saat ini serta risiko ke depan yang masih terus kita hadapi, sudah sepatutnya pemerintah mengambil langkahlangkah serius memitigasi dampak El Nino terhadap perekonomian nasional. Kebijakan lintas sektoral yang terpadu dan komprehensif perlu dirumuskan yang melibatkan antarkementerian/ lembaga serta pemerintahan daerah.

Kesibukan mempersiapkan pilkada serentak juga tidak boleh mengalihkan perhatian kita semua, baik di pusat maupun di daerah, atas ancaman El Nino, utamanya di sektor pertanian dan perkebunan.

Mengingat peran dan kontribusi sektor ini sangat besar bagi Indonesia, baik buruknya penanganan dampak El Nino bisa menjadi penentu apakah ekonomi nasional di tahun 2015 berhasil atau tidak mencapai target kinerja seperti yang diharapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar