Ketika
Televisi Menggantikan Dongeng
Anto Prabowo ; Wartawan Suara Merdeka,
Bergiat di
Lembaga Studi Pers dan Informasi (LeSPI)
|
SUARA
MERDEKA, 08 Desember 2012
"Lewat medium televisi, anak-anak
belajar tentang kebohongan yang gamblang ditampilkan para tokoh publik"
AHLI psikologi sosial dari Amerika Serikat
David McClelland pada 1971 melalui buku The
Achievement Motive in Economic Growth mengemukakan konsep the need for Achievement (n-Ach) atau
kebutuhan untuk berprestasi, yang kemudian menjadi sangat terkenal. Menurut
dia, orang dengan n-Ach tinggi cenderung berusaha menyelesaikan pekerjaan
dengan sempurna, bukan karena imbalan materi melainkan demi memenuhi tuntutan
kepuasan batin dari dalam diri.
Mendasarkan konsep itu, bila dalam
masyarakat terdapat banyak individu dengan n-Ach tinggi, diharapkan
masyarakat tersebut akan mengalami pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
tinggi. Melalui riset, McClelland menyimpulkan bahwa n-Ach tinggi bisa
ditumbuhkan melalui cerita anak-anak. Di semua negara, mayoritas orang tua
mendongeng pada anak-anak menjelang tidur mereka, memanfaatkan cerita
anak-anak, baik tertulis maupun cerita tutur turun-temurun.
Pemilihan cerita anak karena dinilai belum
dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik sehingga lebih murni.
Selanjutnya, ia mengaitkan antara isi cerita anak-anak (ia meneliti 1.300
cerita) dan kemajuan ekonomi negara-negara asal cerita itu. Simpulannya,
negara yang cerita anak-anaknya mengandung nilai n-Ach tinggi, yang ditandai
antara lain ada optimisme tinggi, petualangan, keberanian untuk mengubah
nasib, banyak akal, tidak cepat menyerah, memiliki tingkat ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat yang tinggi pula.
Inti dari konsep McClelland adalah narasi
dalam kisah-kisah dongeng dan cerita anak, turut membangun karakter si
penerima pada kemudian hari. Bagian dari karakter itu antara lain
dorongan untuk terus berprestasi. Jika kisah-kisah itu punya
nilai-nilai optimisme, ada dorongan mengubah nasib yang lebih baik, tidak
cepat menyerah, berani, dan sebagainya maka n-Ach dari anak-anak akan tinggi
dan terbawa ketika mereka dewasa.
Sebaliknya, bila pasrah, fatalis, hanya
menurut, dan sejenisnya maka n-Ach si penerima dongeng akan rendah. McClelland
juga mengemukakan, tempat paling baik untuk menyemai ”virus” n-Ach tinggi
adalah institusi keluarga. Kondisi masyarakat saat ini telah berkembang makin
kompleks. Medium untuk menyemai virus n-Ach tinggi tidak hanya aktivitas
mendongeng orang tua kepada anak, atau guru kepada murid, tetapi dapat juga
melalui film, radio, koran, ataupun siaran televisi.
Makanan
Jiwa
Mari kita tengok kondisi Indonesia saat
ini. Televisi makin menggantikan peran orang tua untuk mendongeng dan
bercerita kepada anak. Harga televisi makin murah, bisa dibeli oleh keluarga
berpenghasilan rendah, makin banyak stasiun televisi, termasuk ragam
siarannya. Berjam-jam tiap hari anak-anak berada di depan televisi, menonton
aneka tayangan.
Melalui sinetron, penonton anak-anak disuguhi
Bahasa Indonesia yang porak-poranda, misalnya, ”Ih, loe tuh kegatelan banget ya”, ”Kamu itu yang kegenitan”, ”Please
deh, loe itu gak level ama gue”, dan semacamnya. Melalui sinetron,
anak-anak juga diajari tingkah stereotipe bagaimana kalau orang marah: mata
mendelik, mulut meneriakkan suara lantang dan kasar, lalu...plak!, tangan pun
melayang ke muka si lawan main.
Lewat sinetron pula, hidup terasa mudah.
Persoalan dan konflik cukup hanya diselesaikan melalui mantera-mantera waz-wiz-wuz, lalu persoalan selesai
atau kemenangan dapat diraih. Bayangkan itu! Persoalan tidak diatasi melalui
kerja keras, atau mencoba berbagai cara cerdik, dan sikap yang tak mudah
menyerah tapi lewat jalan pintas.
Lewat medium televisi, anak-anak juga
belajar tentang kebohongan-kebohongan yang gamblang ditampilkan para tokoh
publik. Mereka juga menonton orang-orang yang mudah marah lalu merusak,
menyaksikan tawuran pelajar, atau menikmati urusan privat yang diumbar
menjadi konsumsi publik.
Dengan konsumsi kisah-kisah seperti itu di
benak mereka, apa yang terjadi pada anak-anak ketika kelak mereka remaja dan
dewasa? Apakah mereka akan punya virus n-Ach tinggi? Ataukah virus amarah,
virus bohong, virus ngegosip, virus adu kuat, virus jalan pintas, dan
sejenisnya?
Siaran televisi itu ”makanan jiwa”. Kalau
makanan (fisik) yang kita konsumsi berpengaruh pada kesehatan dan kesakitan
kita, demikian pula makanan jiwa. Jika kualitas isi tayangan televisi buruk,
pengaruh pada pemirsa pun buruk. Dari seluruh pemirsa, anak-anaklah yang paling
rentan terkena pengaruh.
Karena itu, marilah kita hilangkan anggapan
bahwa televisi itu anugerah semata yang memberikan aneka hiburan dan
pendidikan gratis pada masyarakat, karena banyak bahaya buruk yang mengintai
ketika kita tak waspada dan tidak selektif dalam menyaksikan beragam
tayangan. Mari terus kita kritik siaran-siaran televisi itu, untuk mendorong
pengelola industri siaran menyuguhkan ”makanan jiwa” yang sehat bagi
masyarakat, bagi kita semua. ●
|
sangat bagus artikelnya om...
BalasHapus