Senin, 24 Desember 2012

Relasi Muslim dengan Kristiani


Relasi Muslim dengan Kristiani
Ibnu Djarir ;  Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Tengah
SUARA MERDEKA, 24 Desember 2012



TELAH berabad-abad umat Islam (muslim) dan umat Kristen (Kristiani) mendiami Nusantara ini, di samping umat beragama yang lain, yakni umat Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Selama ini mereka dengan tenang dan tenteram menjalani kehidupan wajar, seperti berumah tangga, mendidik anak, mencari nafkah, membangun sarana dan prasarana hidup, menjalankan ibadah, dan sebagainya.

Tempat-tempat beribadah bertebaran di berbagai pelosok Tanah Air dan pada umumnya tidak diganggu oleh masyarakat sekitar karena mereka memahami tempat ibadah itu tempat manusia menyembah Tuhan. Semua umat beragama pasti mendambakan kehidupan dan penghidupan yang tenang dan tenteram, termasuk dalam menjalankan ibadah. 

Dalam kenyataannya masih terdapat konflik-konflik sosial yang adakalanya menimbulkan korban jiwa dan perusakan tempat ibadah, kendati persentasenya kecil. Karena itu, umat beragama di Indonesia patut bersyukur kepada Tuhan karena kerukunan hidup antarumat beragama masih dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Seandainya tidak ada kerukunan, pasti tak terbilang tempat ibadah yang hancur dan tidak henti-hentinya tiap terjadi konflik antarumat beragama. Yang harus kita pikirkan sekarang adalah bagaimana menjalin kerja sama yang erat dan tulus untuk lebih memantapkan kerukunan hidup antarumat beragama, dan mengatasi faktor-faktor pengganggu kerukunan. 

Dalam usaha untuk lebih memantapkan kerukunan hidup antarumat beragama, pemerintah mengeluarkan regulasi berupa Peraturan Bersama Menag dan Mendagri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat. Proses penyusunan peraturan bersama itu sudah melalui musyawarah dengan perwakilan semua agama di Indonesia. 

Agama Serumpun 

Dalam studi Ilmu Perbandingan Agama (Comparative Religion) ada tiga agama yang disebut rumpun agama-agama Nabi Ibrahim (Abrahamic Religions), yaitu agama Yahudi, Kristen, dan Islam. Nabi-nabi ketiga agama tersebut keturunan Nabi Ibrahim sehingga Ibrahim disebut sebagai bapak para nabi. 

Dalam sejarah perkembangannya, pemeluk agama Yahudi menunjukkan sikap bermusuhan dengan pemeluk Islam, sedangkan pemeluk agama Kristen di berbagai negara dapat hidup bersama dengan pemeluk Islam. Lihat saja, di negara-negara Islam/ muslim, di situ ada umat Kristen  yang mendapat perlindungan dari negara sehingga bisa menjalankan ibadah. Demikian pula di negara-negara mayoritas penduduk beragama Kristen, ada umat Islam yang dapat menjalankan ibadah. 

Lebih hebat lagi di Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemerintah menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya. Marilah, landasan hukum ideal ini kita pertahankan dan kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Hubungan yang baik antara muslim dan umat Kristiani selama ini kita pupuk dan  kembangkan, sambil menjauhkan perilaku negatif supaya kita dapat hidup tenang, tenteram, dan damai. Apalah artinya tempat ibadah yang mewah dan megah, kalau umat tidak merasa aman dan nyaman melakukan ibadah di dalamnya. Kondisi kondusif ini harus diciptakan bersama oleh muslim dan umat Kristiani. 

Hubungan silaturahmi antarpimpinan umat beragama akan berpengaruh pada sikap dan perilaku umat masing-masing. Kalau pimpinan menunjukkan sikap dan perilaku baik maka umatnya akan meniru, karena pada dasarnya agama mengajarkan perbuatan yang baik.

Faktor Pengganggu

Dalam rangka lebih memantapkan kerukunan hidup antarumat beragama, tiap-tiap golongan agama, terutama pimpinannya, perlu memahami faktor-faktor yang secara empiris sering mengganggu kerukunan yang kita dambakan. Dari hasil beberapa penelitian, kita bisa menyimpulkan beberapa faktor pengganggu kerukunan.

Pertama; cara penyiaran agama yang merugikan golongan agama lain. Contohnya, orang yang telah memeluk agama tertentu dibujuk untuk memeluk agama lain dengan cara-cara yang tidak fair.  Misalnya dengan bujukan/ iming-iming pemberian sembako, lapangan pekerjaan, pengobatan, beasiswa, kredit modal dagang, kredit rumah, perbaikan rumah, dan lain-lain. Sikap yang paling baik adalah orang yang telah memeluk agama tertentu biarlah dia meyakini agamanya itu, dan biarlah dia mencari surga menurut agama yang diyakini. 

Kedua; mendirikan tempat ibadah baru tanpa melalui prosedur. Sekarang sudah ada peraturan yaitu dibahas dalam rapat pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Yang sering menjadi masalah adalah mendirikan rumah ibadah agama tertentu di tengah masyarakat yang mayoritas beragama lain. 

Ketiga; perkawinan beda agama. Tiap agama memiliki aturan, antara pemeluk satu agama dan agama yang lain harus saling menghormati. Kerepotan dalam perkawinan beda agama adalah kebingungan anak mengikuti agama sang bapak atau ibu. 

Keempat; penodaan agama, semisal seorang pemeluk agama tertentu menghina ajaran atau tokoh agama lain. Penghinaan ini, menyangkut masalah apa pun, pasti menimbulkan amarah atau sakit hati pihak yang dihina, dan berisiko menyulut konflik. Kelima; sering juga terjadi konflik masalah nonagama dibawa hingga merembet ke masalah agama, dan hal ini justru mengakibatkan kemeluasan konflik. 

1 komentar:

  1. ??? pembelaan diri dan indoktrinasi secara halus (?) apakah ada gereja atau tempat ibadah non muslim lain di arab?

    BalasHapus