Demam Korea
dan Miliaran “Dolar Hijau”
Handa S Abidin ; Pengajar Tamu Mata Kuliah
Hukum
Perubahan Iklim Internasional di University of Edinburgh
|
SINDO,
24 Desember 2012
Demam Korea Selatan sedang melanda dunia beberapa tahun
belakangan. Pengaruh Korea Selatan bukan hanya terjadi dalam industri musik
dan film, namun sudah memasuki posisi strategis politik dan ekonomi dunia.
Ambil contoh,Sekretaris Jenderal PBB saat ini adalah pria berkewarganegaraan Korea Selatan. Contoh lainnya adalah Presiden Bank Dunia saat ini yang juga merupakan pria keturunan Korea Selatan berkewarganegaraan Amerika Serikat. Hal terakhir dan tidak terpublikasi secara luas oleh media massa adalah ketika Korea Selatan dipilih oleh Dewan Dana Iklim Hijau (Board of the Green Climate Fund) sebagai lokasi dari Sekretariat Dana Iklim Hijau akhir Oktober 2012 lalu. Keputusan Dewan Dana Iklim Hijau tersebut kemudian dikukuhkan oleh Konferensi Para Pihak (COP) dari Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC) pada pertemuan COP Ke-18 di Doha beberapa saat lalu (26 November - 8 Desember 2012). Dana Iklim Hijau Apakah Dana Iklim Hijau itu? Perjalanan Dana Iklim Hijau dimulai pada 2009,yaitu ketika Copenhagen Accord disepakati dalam COP Ke-15 di Denmark.Ketika itu namanya bukan Dana Iklim Hijau, tapi Dana Iklim Hijau Kopenhagen (Copenhagen Green Climate Fund). Pada saat pertemuan COP Ke-16 di Cancun, nama tersebut diubah menjadi Dana Iklim Hijau. Apa istimewanya Dana Iklim Hijau? Dana Iklim Hijau sangat istimewa dan menjadi salah satu faktor penentu bagi keberhasilan agenda mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dunia. Dana Iklim Hijau telah dimandatkan untuk mengumpulkan serta memberikan dana sebesar USD100 miliar per tahun sampai tahun 2020 kepada negara berkembang untuk pelaksanaan kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.Tanpa dana memadai, hampir tidak mungkin kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dapat berhasil dengan baik. Pada Mei 2011 saya pernah menulis dan mengkritik Pemerintah Indonesia mengenai mengapa Indonesia tidak berhasil menempatkan perwakilannya sebagai ang-gota dari Komite Transisi Dana Iklim Hijau. Padahal, ketika itu hampir semua anggota G-20, kecuali Indonesia dan Turki, menjadi anggota dari Komite Transisi Dana Iklim Hijau. Harapan saya kini menjadi kenyataan ketika perwakilan dari Kementerian Keuangan menjabat sebagai salah satu anggota Dewan Dana Iklim Hijau. Peran dan fungsi dari Dewan Dana Iklim Hijau sangat strategis di dalam Dana Iklim Hijau. Beberapa di antaranya adalah Dewan Dana Iklim Hijau memiliki kewenangan untuk menyetujui pendanaan suatu proyek mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Diharapkan dengan adanya perwakilan Indonesia di dalam Dewan Dana Iklim Hijau, Indonesia dapat memperjuangkan prinsip-prinsip yang telah disepakati semenjak berdirinya rezim hukum perubahan iklim internasional. Di antaranya adalah prinsip “tanggung jawab bersama yang dibedakan”(common but differentiated responsibilities). Bagaimanakah prinsip tersebut dapat diwujudkan dalam konteks Dana Iklim Hijau? Salah satu cara paling nyata adalah ratusan miliar dolar AS yang akan diberikan melalui Dana Iklim Hijau sebagian besar harus dalam bentuk hibah tanpa “embel-embel” yang mem-beratkan penerima hibah. Ke Mana Indonesia? Korea Selatan untung besar dapat terpilih menjadi lokasi Sekretariat Dana Iklim Hijau. The KoreaDevelopmentInstitute memperkirakan Korea Selatan akan mendapat keuntungan sebesar 340 juta dolar AS per tahunsebagaidampaklangsung penempatan Sekretariat Dana Iklim Hijau di Korea Selatan (KoreanTimes,20 Oktober). Korea Selatan berhasil terpilih sebagai tuan rumah Dana Iklim Hijau setelah berhasil mengalahkan Jerman,Meksiko, Namibia, Polandia, dan Swiss. Tidak ada nama Indonesia dalam persaingan tersebut. Semestinya Indonesia dapat mengajukan penawaran agar dapat menjadi tuan rumah Dana Iklim Hijau. Terlebih Presiden SBY merupakan salah satu presiden yang progerakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Jika ada informasi cukup mengenai betapa menguntungkannya menjadi tuan rumah Dana Iklim Hijau kepada Presiden SBY, saya memiliki keyakinan paling tidak Indonesia akan mencoba untuk melakukan bidding terhadap posisi tuan rumah Dana Iklim Hijau. Pertanyaan pertama, ke mana perwakilan Indonesia yang menjadi anggota Dewan Dana Iklim Hijau? Semestinya perwakilan Indonesia yang menjadi anggota Dewan Dana Iklim Hijau dapat memberikan informasi awal kepada Menteri Keuangan sebagai atasannya dan instansi terkait mengenai keuntungan menjadi tuan rumah Dana Iklim Hijau. Pertanyaan kedua,ke mana Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI)? Apakah DNPI tidak membuat laporan komprehensif mengenai keuntungan apabila Dana Iklim Hijau ditempatkan di Indonesia? Memang benar Presiden SBY merupakan ketua DNPI, namun semestinya pemberian informasi merupakan inisiatif dari Ketua Harian DNPI.Apabila DNPI tidak memberikan rekomendasi mengenai hal ini kepada Presiden SBY, maka DNPI telah lalai dalam melaksanakan mandatnya untuk meningkatkan posisi tawar Indonesia di negosiasi perubahan iklim skala internasional. Penempatan Sekretariat Dana Iklim Hijau bukan hanya akan memperbesar peluang Indonesia mendapatkan porsi dana dari Dana Iklim Hijau, namun juga akan membuat Indonesia berada di posisi yang disegani dalam arena negosiasi perubahan iklim skala internasional. Pertanyaan ketiga, apakah Staf Khusus Presiden SBY di Bidang Perubahan Iklim tidak “membisiki” Presiden SBY mengenai pentingnya menjadi tuan rumah Dana Iklim Hijau? Jika ketiga pihak tersebut diam saja mengenai betapa untungnya Indonesia apabila dijadikan lokasi markas besar Dana Iklim Hijau, jelas ketiga pihak di atas perlu dievaluasi kinerjanya oleh Presiden SBY. Kita perlu mencontoh Korea Selatan yang menggunakan Korea Development Institute untuk menghitung dampak keuntungan langsung secara ekonomi bagi Korea Selatan apabila menjadi tuan rumah Dana Iklim Hijau. Seandainya Indonesia memiliki laporan serupa, mungkin Indonesia akan mencoba menawarkan diri menjadi tuan rumah Dana Iklim Hijau dan siapa tahu berhasil terpilih menjadi tuan rumah Dana Iklim Hijau. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar