Senin, 24 Desember 2012

Fitrah Keibuan


Fitrah Keibuan
Vida Robi’ah Al Hadawiyah ;  Pegiat Komunitas
Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) Benih Solo
REPUBLIKA, 22 Desember 2012


Kasih Ibu kepada Beta, tak terhingga sepanjang masa .... Hanya memberi, tak harap kembali. Bagai Sang surya, menyinari dunia.

Bagaimana jika Anda mencoba menyanyikan lagu itu lamat-lamat? Bahkan, saat mengetiknya untuk tulisan ini pun saya sudah mulai menangis. Lagu sederhana itu selalu membuat kita bersyukur bahwa ada perempuan hebat yang melahirkan dan mengasihi kita didunia ini. Perumpamaan "sang surya" bagi sosok ibu menjadikan figur ibu begitu abadi sepanjang masa. Bagaimana tidak?

Sang surya menerangi dunia pada siang hari. Dan, pada malam hari ia masih memberikan sinarnya kepada bulan untuk tetap menerangi semesta yang gulita. Hampir tidak beristirahat bukan? 

Hanya Mengalihkan Sinarnya

Masa berganti dan kita pun tumbuh menjadi calon-calon ibu dan kini menjadi seorang ibu. Melantunkan lagu masa kanak-kanak itu menjadikan kita berpikr ulang, apakah anak-anak kita pun akan merasakan hal yang sama saat menyanyikannya untuk kita? Apakah benar kita telah menjadi sang surya di hati mereka?

Di tengah gerusan hiruk-pikuk kehidupan yang sarat materialisme, kebutuhan hidup yang merunyak hebat, waktu yang cepat berlalu berkejaran dengan kesibukan kita yang tak berjeda. Peran-peran fitrah keibuan terancam rusak dan tak lagi sempurna.
Tak ayal, fitrah-fitrah keibuan harus segera dikembalikan lagi pada nurani para ibu yang masih ingin merasa lagu mesra di atas dinyanyikan untuknya. Mungkin, tiga fitrah keibuan di bawah ini membantu kita mendapatkan kembali energi sebagai pendidik utama.

Ibu yang Pengasih

Perempuan memiliki naluri dasar untuk mengasihi keluarganya, pasangan hidup, dan anak-anaknya. Modal naluri keibuan berupa rasa kasih sayang inilah yang menjadikan perempuan (ibu) mampu terus-menerus memberikan energi kasih sayang karena bagi seorang ibu anak adalah anugerah yang telah dititipkan dalam rahimnya untuk dikasihi sejak ia belum dilahirkan. 

Kasus-kasus kekerasan pada anak-anak, kematian anak-anak di tangan ibu atau orang tuanya memiriskan nuani kita bahwa mungkin ada yang tergerus dalam jiwa para ibu yang kalap itu. Sebab, tak mungkin fitrah mengasihi ini hilang tanpa sebab. Ibu-ibu yang jenuh, frustasi, dan merasa tidak mendapatkan timbal balik kasih sayang dari pasangannya akan terancam kehilangan fitrah ini.

Pun demikian, seorang ibu pengasih harus mampu mengasihi anak-anaknya dengan kasih sayang yang adil dan benar. 
Kasih sayang yang adil adalah kasih sayang yang pada tempatnya. Seorang ibu yang mengasihi anak-anaknya de ngan adil dan benar tidak harus menuruti semua kehendak dirinya dan atau anaknya secara berlebihan, hingga menjerumuskan anak-anaknya tanpa sadar atas nama cinta.

Ibu yang Pengasuh

Fitrah berikutnya yang sejatinya tak boleh hilang dalam diri seorang ibu adalah fitrah mengasuh anak-anak mereka. Interaksi dan kuantitas pertemuan antara ibu (dan ayah) bersama anak-anaknya pada satu masa tertentu sebenarnya tidak dapat tergantikan. 

Tidak dipungkiri, dengan banyaknya tuntutan pekerjaan dan kesibukan, banyak orang tua yang memilih menyerahkan atau lebih halusnya "mendelegasikan" peran-peran pengasuhan pada pihak ketiga. Tempat penitipan anak, kakek-nenek, dan pembantu memang menjadi fasilitas yang tampak membantu para orang tua mengasuh anak-anaknya.

Namun, yang tidak boleh hilang dan diserahkan pada pihak lain adalah pola asuh yang benar yang dimiliki seorang ibu atau ayah sebelum menyerahkan tugas pengasuhan pada pihak lain. Pola asuh yang benar yang tidak dimiliki oleh seorang ibu akan memberi dampak sesal dan menyalahkan pihak lain.

Seorang ibu pengasuh akan menggali ilmu pengasuhan anak-anak sesuai dengan tahap perkembangan mereka. Dia juga memiliki komitmen dan disiplin untuk mengenalkan aturan-aturan dasar (keimanan, ibadah, etika/akhlak, budaya, dan bahasa) pada anak-anaknya. 

Ibu yang pengasuh menjadi pusat dan tempat kembali anak-anak mereka untuk tetap mempercayai mereka sebagai seorang ibu yang hangat dan bijak. Pihak ketiga dalam pola asuh anak-anak semestinya menjadi pendukung pola asuh yang benar itu, sehingga para ibu tidak menyesal di kemudian hari.

Ibu yang Pengasah

Fitrah ketiga dalam menjaga anak-anak bertumbuh adalah menjadi ibu yang pengasah. Anak-anak tak mungkin kita biarkan hanya dengan kasih sayang dan kita asuh selamanya. Ibu yang pengasah mengerti bahwa anak-anak mereka harus siap memikul tanggung jawab, tumbuh dengan kedewasaan yang sesuai dengan usianya, benar dalam pola pikir dan akidahnya. Ibu yang pengasah tahu bahwa anak-anak mereka pun akan menjadi calon orang tua.

Maka, seorang ibu yang pengasah akan sangat jeli menyeranta potensi anak-anaknya dan mengusahakan untuk mengasahnya secara optimal. Seorang ibu yang pengasah tidak menjadi pendikte masa depan dan kesuksesan anak-anaknya, akan tetapi menggali cita-cita dan harapan mereka dan mendampingi anak- anak mereka meraih sukses yang sesuai dengan potensinya dan membekali anak-anak mereka dengan ketrampilan hidup, bukan sekadar pendidikan tinggi dengan serentetan gelar. 

Tak lupa, seorang ibu pengasah mampu mengenalkan anak-anak mereka sejak dini pada tanggung jawab sosial dan menyemangati mereka un tuk memberikan sesuatu untuk masyarakatnya. Ibu pengasah paham benar bahwa ia memiliki tanggung jawab untuk tidak meninggalkan generasi yang lemah, baik akidah, akhlak, dan masa depan finansial anak-anaknya Begitulah. Mungkin jika ketiga fitrah keibuan itu kembali dihayati dan dilakukan sesegera mungkin akan lebih banyak lagu indah tercipta untuk para ibu dan orang tua. Mungkin, akan lebih banyak anak-anak yang semakin mencintai keluarganya. 

Dan yang terpenting, kita akan menghadap Allah sebagai ibu yang telah optimal menunaikan amanah terbesar, menjadi madrasah utama generasi. Selamat Hari Ibu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar