Jumat, 20 April 2012

Warisan Sudomo untuk Buruh Cilik


Warisan Sudomo untuk Buruh Cilik
Augustinus Simanjuntak, Dosen Program Manajemen Bisnis
FE Universitas Kristen Petra Surabaya
SUMBER : JAWA POS, 19 April 2012


PANGLIMA Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) pada era Orde Baru, Sudomo, meninggal dunia dalam usia 86 tahun di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta Selatan kemarin (18/4). Sebelum tutup usia, Sudomo sempat dirawat sejak Sabtu (14/4) karena perdarahan di otak. Pensiunan laksamana itu telah hidup dalam tiga rezim politik, yaitu: Orde Lama, Orde Baru, dan era reformasi. Sudomo memulai karirnya di militer pasca mengikuti pendidikan Perwira Special Operation dan kursus Komandan Destroyer Gdyna di Polandia (1958). Selain itu, dia pernah ikut pendidikan di Lemhannas, Sekolah Para Komando KKO, dan Seskoal.

Pada 1961, Sudomo turut terjun dalam perang pembebasan Irian Barat dan pada 1962 (berpangkat kolonel) ikut dalam pertempuran di Laut Aru, Maluku, melawan Belanda, yang menewaskan Komodor Yos Sudarso. Di sinilah awal perjalanan karir Sudomo terus menanjak. Pada zaman Soeharto, Sudomo yang dikenal bertangan dingin tersebut pernah menjabat kepala staf TNI-AL (1969-1973) dan Pangkopkamtib (1978-1983) dengan tugas menjaga stabilitas nasional. Selain di militer, Sudomo pernah menduduki kursi keanggotaan di MPR, menteri tenaga kerja (1983-1988), Menkopolkam (1988-1993), dan sejak 1993 menjabat ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) hingga Soeharto lengser (1998).

Jenderal Pembela Buruh

Peran Sudomo di bidang stabilitas dan keamanan sudah banyak diulas. Jejaknya sebagai menteri tenaga kerja juga patut digarisbawahi. Sudomo telah banyak menorehkan landasan penting dalam norma ketenagakerjaan di Indonesia yang terus disempurnakan menteri-menteri berikutnya. Misalnya, pada 1987 Sudomo menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 01 Tahun 1987 tentang Perlindungan bagi Anak yang Terpaksa Bekerja. Sudomo menilai bahwa anak merupakan sumber daya manusia yang menentukan masa depan bangsa sehingga buruh anak (di bawah usia 14 tahun) harus dilindungi supaya dapat bertumbuh dan berkembang secara wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial.

Karena itu, Sudomo membuat aturan yang melarang buruh anak bekerja di dalam wilayah tambang, terowongan di bawah tanah, atau tempat menggali logam dan bahan-bahan tambang lain. Buruh anak dilarang bekerja di kapal sebagai tukang api atau tukang batu bara, di atas kapal, mengangkat barang-barang berat, dan pekerjaan yang berhubungan dengan alat produksi serta bahan-bahan berbahaya. Sudomo juga mewajibkan pengusaha membayar upah yang wajar kepada buruh anak itu serta tidak dipekerjakan lebih dari empat jam sehari dan pada malam hari. Bahkan, Sudomo berharap supaya pengusaha memberikan kesempatan kepada si anak untuk mendapatkan pendidikan dasar.

Lalu, Sudomo pernah mempertegas pentingnya pengawasan izin penyimpangan waktu kerja (jam lembur) dan waktu istirahat bagi buruh di perusahaan lewat Keputusan Menteri Nomor 608/1989. Jiwa kemanusiaan Sudomo tampak ketika dia mewajibkan perusahaan untuk memberikan kesempatan kepada buruh untuk istirahat dan menyediakan makanan serta minuman minimal berkalori 1.400 (setara dengan sepiring nasi lengkap dengan lauk pauk dan segelas teh, Red.). Selain itu, Sudomo mewajibkan perusahaan membayar upah lembur sesuai dengan ketentuan perhitungan yang sebelumnya sudah dia tetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Nomor 72/1984.

Sampai sekarang, ketentuan upah lembur ala Sudomo masih diadopsi ke dalam Keputusan Menakertrans Nomor 102/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur. Menurut SK produk Sudomo, untuk menghitung upah sejam bagi buruh yang digaji bulanan berlaku rumus minimal 1/173 upah sebulan, harian 3/20 upah sehari, dan buruh borongan 1/7 rata-rata hasil kerja sehari. Yang dimaksud upah sebulan ialah akumulasi upah pokok dan tunjangan-tunjangan. Menurut SK yang dibuat Sudomo, satu jam kerja lembur pertama wajib dibayar upah sebesar 1 1/2 (satu setengah) kali upah sejam.

Sedangkan setiap jam lembur berikutnya wajib dibayar dua kali upah sejam. Nah, bagi perusahaan yang telah menerapkan dasar perhitungan upah yang lebih baik daripada SK menteri tersebut, dasar perhitungan itu tetap berlaku. Dalam Peraturan Menteri No 03/1987, Sudomo juga mempertegas kewajiban pengusaha membayar upah pada hari libur resmi. Jika bekerja pada hari libur tersebut, buruh wajib diberi upah lembur melebihi upah lembur pada hari biasa.

Sejarah ketenagakerjaan penting lain pada era Sudomo ialah ratifikasi (pengesahan) konvensi internasional (PBB) tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) ke dalam UU/7/1984. Intinya, pria dan wanita memiliki hak yang sama dalam hal pekerjaan, jabatan, maupun upah sesuai dengan kemampuan dan produktivitasnya masing-masing. Semangat inilah yang terus diatur dalam pasal 5 dan 6 UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Buruh harian lepas juga tidak lepas dari perhatian Sudomo. Melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 06/1985, Sudomo berupaya memberikan perlindungan kepada buruh harian lepas yang menurut dia masih terabaikan. Yang dimaksud Sudomo ialah buruh yang pekerjaannya bisa berubah-ubah dalam hal waktu maupun volume pekerjaan (sesuai dengan pesanan produk/proyek pekerjaan) yang upahnya didasarkan kepada kehadiran buruh secara harian. Dalam situasi ini, pengusaha memang sulit mengangkat mereka sebagai buruh tetap.

Hanya, Sudomo melihat banyak pengusaha yang mempekerjakan buruh harian untuk kegiatan usaha yang terus-menerus berproduksi dengan alasan efisiensi biaya produksi. Padahal, buruh umumnya butuh kepastian mengenai kontrak kerja, jaminan sosial, dan masa depannya. Karena itu, lewat Peraturan Menteri Nomor 6/1985 Sudomo melarang pengusaha mempekerjakan buruh harian lepas terhadap pekerjaan yang bersifat rutin, tetap, dan berlanjut. Kecuali, pekerjaan yang bisa diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat (tidak melebihi tiga bulan), atau tidak lebih dari 20 hari kerja dalam sebulan, atau melakukan pekerjaan musiman, atau melakukan pekerjaan bongkar muat barang.

Kiranya, spirit norma ketenagakerjaan yang telah dibangun Sudomo tersebut bisa dipertegas dan ditegakkan oleh siapa pun menteri tenaga kerja di negeri ini. Selamat jalan, Pak Domo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar