Senin, 02 April 2012

Saatnya Mewujudkan Demokrasi Ekonomi


Saatnya Mewujudkan Demokrasi Ekonomi
Purbayu Budi Santosa, Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro (Undip)
SUMBER : SUARA MERDEKA, 02 April 2012



KENDATI harga BBM tidak jadi naik, keputusan rapat DPR terkait hal itu melalui voting menunjukkan pada masa mendatang pemerintah bisa memutuskan harga minyak bersubsidi asalkan harga rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesian crude price/ ICP) dalam kurun waktu berjalan naik atau turun lebih dari 15% dari harga asumsi APBN Perubahan 2012. Opsi ini yang memenangi dalam voting sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 Ayat 6 sebagai tambahan Ayat 6 a RUU APBN Perubahan itu.

Sebenarnya, yang menjadi pemikiran masyarakat, termasuk mahasiswa yang berdemo secara masif di Jakarta dan kemudian merembet ke kota-kota kecil, adalah kenapa Indonesia yang begitu kaya sumber daya alam dan sumber daya tambang, sepertinya tidak dapat menikmati kemurahan Tuhan, karena ekonomi Indonesia senyatanya tidak mandiri, masih bergantung pada luar negeri.

Demokrasi ekonomi, yang mestinya rakyat menguasai ekonomi dengan tingkat kesejahteraan tinggi, kurang tercermin. Yang menikmati porsi kue pembangunan hanya segelintir orang atau beberapa pihak, sementara banyak anggota masyarakat hanya menjadi penonton pembangunan, bukan aktor. Ibaratnya, ayam mati di lumbung padi, dan begitulah potret Indonesia saat ini, begitu pikirnya.

Secara makro indikator ekonomi Indonesia termasuk sehat, tetapi juga mudah dilihat berbagai keanehannya. Misal, kondisi sejumlah pasar tradisional yang memprihatinkan, dan banyak yang terbakar, tetapi pasar modern dari minimarket, supermarket, hingga hypermarket, tumbuh pesat sampai ke kota-kota kecil, bahkan pelosok desa. Kehadiran mereka memukul sektor usaha ekonomi kerakyatan, misalnya warung kecil maupun koperasi.

Kondisi sektor pertanian yang dulu menjadi penanda denyut ekonomi masyarakat, sekarang begitu memprihatinkan. Meski katanya produksi beras surplus, faktanya impor terus berjalan. Garam, gula dan komoditas strategis lainnya yang dulunya swasembada, atau malah bisa mengekspor, sekarang hampir semuanya harus impor. Dikhawatirkan masa depan kejayaan sektor pertanian hanyalah cerita masa lalu, sepertinya budaya wayang yang sekarang lambat-laun menghilang dari Nusantara.

Pertambangan dan Energi

Kemandirian ekonomi Indonesia semestinya dapat tercapai mengingat sumber daya alam, mineral, dan hasil tambang begitu melimpah. Ada pihak mengatakan kualitas SDM kita masih rendah, tetapi faktanya banyak orang Indonesia yang pandai. Persoalannya, kita tidak memperlakukan mereka sebagaimana mestinya sehingga banyak yang mengadu nasib di luar negeri. Mereka memilih bekerja di luar negeri karena di sana lebih menghargai orang yang berkualitas dengan kompetensi tertentu.

Banyak ahli luar negeri mengatakan kalau Indonesia dikelola secara benar bisa menjadi negara besar dengan kesejahteraan rakyat yang tinggi dan merata. Mahasiswa sebagai pemegang tongkat estafet masa depan menyadari hal ini. Mereka paham bahwa BBM seperti beras yang merupakan barang strategis dan juga politis sehingga momen rencana kenaikan harganya pun ditentangnya.

Kesadaran menciptakan kemandirian ekonomi begitu penting untuk terus diperjuangkan sampai terwujud. Salah satu kuncinya adalah para pemimpin yang harus memperjuangkannya supaya berbagai kondisi ke arah pelaksanaan demokrasi ekonomi dapat tercapai. Para pemimpin sesuai dengan ciri masyarakat yang paternalistik, diperlakukan sebagai cermin dan anutan.

Harga BBM bersubsidi seharusnya tidak perlu dinaikkan kalau pemerintah tanggap, termasuk memperbaiki sarana dan prasarana pengolahan minyak di dalam negeri, menerapkan kebijakan  efisien dan efektif terkait kerja sama eksplorasi. Yang terpenting adalah memandirikan sektor pertambangan dan energi mengingat melimpahnya sumber itu di Indonesia. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar