Senin, 09 April 2012

Pentingnya Kualitas Pertumbuhan Ekonomi


Pentingnya Kualitas Pertumbuhan Ekonomi
Arif Budimanta, Direktur Eksekutif Megawati Institute
SUMBER : MEDIA INDONESIA, 09 April 2012



MENGENDALIKAN harga dan kesediaan bahan kebutuhan pokok sebagai upaya melindungi daya beli masyarakat selayaknya diatur negara yang menghendaki rakyatnya makmur. Itulah makna sejati pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dari suatu bangsa atau makna memajukan kesejahteraan umum seperti yang diamanatkan konstitusi kepada kita.

Namun, fenomena melonjaknya harga kebutuhan dasar bagi Indonesia belakangan ini sangat sering terjadi setiap saat, termasuk pasca munculnya wacana penaikan harga BBM yang dikeluarkan pemerintah, beberapa saat lalu.
Semakin lama dibiarkan terjadi begitu saja tanpa ada langkahlangkah antisipatif dan strategis dari pemerintah, hal itu akan membentuk stigma negatif di masyarakat yang tanpa adanya kejadian apa pun harga-harga kebutuhan dasar akan terus meningkat karena su dahmenjadi tren.

Selain penaikan harga kebutuhan dasar lainnya seperti BBM, jumlah ketersediaan dan pasokan menjadi isu besar dalam membentuk tingkat harga apalagi bagi harga kebutuhan pokok yang termasuk komoditas inelastis sehingga sedikit saja guncangan terhadap pasokan akan menyebabkan fluktuasi harga yang sangat tinggi.

Namun, sering kali ada beberapa perilaku politik peme rintah yang justru menyebab kan terjadinya penaikan harga di pasar. Misalnya target swasembada beras, dengan asumsi konsumsi rata-rata per orang per tahun yang dianggap terlalu besar karena mencapai 140 kg sementara rata-rata Asia hanya berkisar 65-70 kg per orang per tahun. Apa pun tujuan terselubung di balik itu, hal tersebut telah menimbulkan pan dangan bahwa stok beras na sional ‘seolah-olah’ lebih rendah jika dibandingkan dengan kebutuhan beras nasional sehingga hal tersebut membuat harga beras melonjak.

Tidak jarang perdebatan beberapa kementerian di bawah pemerintahan mengenai data ke tersediaan barang kebutuhan pokok yang berbeda dari sudut pandang tiap kementerian juga mengundang ketidakpastian di tengah masyarakat dan menjadi peluang untuk dimanfaatkan para spekulan untuk menandingi kekuatan pemerintah dalam mengatur harga pasar komoditaskomoditas kebutuhan dasar masyarakat.

Jadi, kritik masyarakat terhadap lemahnya koordinasi dan ketegasan pemerintah bukan isapan jempol semata dan dapat dipahami karena menyangkut nasib daya beli masyarakat.

Jebakan Liberalisasi

Dalam banyak hal, liberalisasi semakin mempertunjukkan cengkeramannya yang semakin kuat dalam perekonomian Indonesia. Itu dimulai sektor keuangan dengan hampir tidak ada pembatasan antara keberadaan bank nasional dan bank asing di sejumlah daerah di Indonesia yang menjangkau hingga ke pelosok negeri, sementara dalam hal mengembangkan usaha perbankan nasional di luar negeri, prosesnya sangat sulit dengan berbagai macam batasan.

Demikian pula dalam hal perdagangan, masuknya kekuatan liberalisasi ini telah `berhasil' membanjiri pasar domestik dengan barang-barang produksi luar negeri khususnya dari negeranegara maju.

Sejatinya tujuan liberalisasi perdagangan memang untuk menjadikan negara-negara berkembang sebagai tempat `pembuangan' kelebihan produksi dari negara-negara maju sehingga eksistensi unit-unit produksi mereka di negara mereka dapat tetap terjaga.

Kebijakan liberalisasi bagi rakyat banyak hanya menyisakan dua hal, harga-harga yang tidak stabil dan cenderung naik dari waktu ke waktu dan menurunnya daya produksi/daya saing dari masyarakat karena serbuan produk barang impor.

Dalam hal energi dan pangan pun pemerintah Indonesia seolah lalai melindungi masyarakatnya dari jeratan liberalisme. Meskipun datang dengan wajah humanis dan santun, liberalisme pada akhir nya tetap akan mencekik masyarakat dan menciptakan ketergantungan Indonesia terhadap negara maju.

Hal-hal semacam itu dapat dicegah jika pemerintah memiliki kekuatan dan keberanian untuk menolak liberalisasi perdagangan melalui berbagai hambatan perdagangan sehingga pasar domestik Indonesia tetap dikuasai produkproduk lokal, dalam hal ini pemerintah Indonesia termasuk yang gagal dan terbukti dengan semakin merajalelanya produk-produk asing di Indonesia.

Pemerintah seolah lupa apa yang selalu diingatkan Bung Karno tentang pangan dan energi. “Soal pangan adalah soal hidup-mati sebuah bangsa serta siapa yang menguasai energi akan menguasai dunia.“

Pertumbuhan

Dalam sebuah negara, pertumbuhan merupakan sebuah ukuran yang cukup penting dan menjadi primadona yang selalu ingin diraih banyak negara di dunia.
Ukuran itu pula yang membuat Indonesia tidak dipandang sebelah mata oleh dunia karena memiliki angka pertumbuhan relatif tinggi dan cenderung berada di atas ratarata. Pada 2011 saja BPS mencatat pertumbuhan Indonesia mencapai 6,5% dengan besaran produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp7.427,1 triliun.

Namun, sesungguhnya kesalahan memandang PDB ataupun pertumbuhan itulah yang telah membuat pemerintah salah menempatkan rakyat mereka yang seharusnya menjadi baik subjek maupun objek kemajuan ekonomi bangsa justru hanya menjadi `penonton' pembangunan.

Hasil penelitian yang dilakukan Bank Pembangunan Asia (2011) menunjukkan kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih jelek jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan ASEAN.

Walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia terkategori baik di kawasan ASEAN, kemampuan pertumbuhan tersebut untuk mengurangi kemiskinan sangatlah rendah. Hal itu diperlihatkan dengan elastisitas kemiskinan Indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi yang hanya-0,88, jika dibandingkan dengan dengan Thailand -5,62 ataupun Malaysia -2,99.

Angka tersebut mengarti kan setiap pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berhasil mengurangi kemiskinan 0,88% dari total populasi penduduk yang berada di garis kemiskinan dengan standar US$1,25 per hari, sedangkan Thailand berhasil menurunkan 5,62% dan Malaysia 2,99%.

Makna terdalam dari hasil penetian ADB tersebut dapat diartikan bahwa walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh tinggi, pertumbuhan tersebut hanyalah semua dan cantik di angka. Namun kalau kita menyelami apa yang dirasakan rakyat khususnya di perdesaan dan golongan menengah bawah perkotaan, sangat nyata dirasakan mereka bagaimana sulitnya melakukan pengaturan pengeluaran rumah tangga di tengah tidak terkendalinya harga-harga kebutuhan pokok, yang pada akhirnya memengaruhi daya beli dan kualitas kehidupan rakyat.

Itulah yang disebut dengan jebakan angka pertumbuhan yang cantik di mata, tetapi pahit dirasa. Artinya jebakan pertumbuhan telah membuat kemajuan ekonomi hanya dinikmati segelintir orang, tetapi memaksa seluruh masyarakat menanggung efek samping dari pertumbuhan tersebut.

Jebakan pertumbuhan itu yang pada akhirnya akan membuat pemerintah kesulitan dalam mengambil keputusan dalam banyak hal. Sebagai contoh bagaimana kesulitan pemerintah dalam memberlakukan subsidi BBM karena di satu sisi peningkatan konsumsi BBM yang kemudian akan mendorong harga bahan bakar minyak tersebut merupakan konsekuensi dari tumbuhnya perekonomian sebuah negara, tetapi di sisi lain nya ketidakmerataan ekonomi membuat masih sangat banyak jumlah penduduk miskin yang akan menjerit jika harga BBM meningkat.

Selain itu, ketimpangan yang terjadi di Indonesia saat ini sangat menghawatirkan karena jika total PDB jika terbagi rata kepada seluruh penduduk (240 juta jiwa), per orang akan memiliki pendapatan sebesar lebih dari Rp30 juta. Namun, yang terjadi garis kemiskin an yang hanya sebesar Rp250 ribuan per bulan atau hanya Rp3 juta tidak dapat dicapai lebih dari 30 juta masyarakat Indonesia dan lebih dari 27 juta penduduk memiliki pendapatan sedikit di atas garis kemiskinan.

Ke depan akankah kita terus memamerkan indahnya angka pertumbuhan ataukah lebih baik kita mengukur kebahagiaan masyarakat yang ditandai terkendali dan tercukupinya pangan, sandang, papan, akses pendidikan, kesehatan, pekerjaan yang layak dan jaminan hari tua? Semua itu merupakan kebutuhan dasar rakyat, yang kemudian membuat rakyat merasa nyaman dan tenteram dalam menjalani kehidupannya di rumah besar Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar