Pembatasan BBM Subsidi
Muslimin Anwar, Dosen FE-UI
SUMBER
: SUARA KARYA, 23 April 2012
Dari waktu ke
waktu, masalah bahan bakar minyak (BBM) bagaikan buah simalakama. Jika harga
BBM dinaikkan atau dilakukan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi, pemerintah
akan menuai perlawanan dari berbagai pihak. Apalagi, kejadian serupa di
Nigeria, belum lama ini, nyaris meluluhlantakkan negeri penghasil minyak di
Benua Afrika itu.
Sebaliknya, apabila penggunaan BBM subsidi tidak dibatasi atau
harganya tidak dinaikkan, maka beban fiskal pemerintah makin berat dan postur
APBN kita makin tidak sehat. Pasalnya, dalam program pembatasan BBM bersubsidi,
pemerintah diperkirakan menghemat anggaran mencapai puluhan triliun rupiah.
Alokasi dana itu bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur yang sangat
diperlukan bagi kegiatan ekonomi, membuka lapangan kerja baru, menekan angka
pengangguran, dan akhirnya menurunkan jumlah penduduk miskin.
Belum lagi, fakta bahwa kebijakan BBM bersubsidi selama ini justru
diduga diselewengkan oleh segelintir orang yang menangguk untung besar lewat
penyelundupan ke luar negeri. Pengguna BBM bersubsidi di Tanah Air pun
kebanyakan kalangan yang sesungguhnya tidak memerlukan subsidi, setidaknya jika
dilihat dari mobil pribadi yang mereka kendarai.
Oleh karena itu, apa yang telah ditetapkan dalam UU APBN 2012 yang
meminta pemerintah mengatur pemakaian BBM subsidi secara bertahap agar lebih
tepat sasaran, perlu didukung oleh semua komponen bangsa. Namun, pemerintah
harus menunjukkan komitmen atas dua syarat suksesnya program pembatasan BBM
bersubsidi itu.
Pertama, pemerintah harus mau dan mampu terlebih dahulu menyiapkan
berbagai infrastruktur yang diperlukan, melengkapi pengetahuan para pelaksana
di lapangan, melakukan program sosialisasi terkait maksud pembatasan BBM yang
komprehensif sehingga dapat diterima masyarakat, dan antisipasi terhadap masih
terbukanya potensi besar penyalahgunaan program pembatasan BBM subsidi ini
nanti.
Dalam hal ini, pemerintah harus mampu menyiapkan energi alternatif
selain BBM, yaitu BBG lengkap dengan konverter dari BBM ke BBG. Sekaligus,
stasiun pengisian bahan bakar gas yang harus tersedia di banyak tempat sehingga
memudahkan masyarakat yang ingin mengisi BBG.
Program pembatasan BBM bersubsidi nanti harus dilengkapi dengan
mekanisme pengawasan yang baik dan tidak mahal. Ini penting untuk menjaga agar
mobil pelat kuning atau kendaraan bermotor roda dua tidak menjual lagi premium
yang dibolehkan bagi mereka ke pihak lain.
Kedua, pemerintah dan semua pemangku kepentingan di lembaga
legislatif, yudikatif, dan eksekutif beserta institusi vertikal negara lainnya
harus mau dan mampu memberikan contoh melakukan konversi dari BBM ke BBG.
Secara serentak mereka perlu memelopori penggunaan BBG terhadap seluruh
kendaraan dinas dari Presiden beserta jajarannya, Ketua DPR dan MPR beserta seluruh
anggotanya, sampai dengan kendaraan kedinasan operasional lainnya.
Hal ini tentunya akan memberikan dampak yang signifikan karena
memberikan sinyal kepada masyarakat bahwa BBG aman untuk digunakan dan tidak
menimbulkan bahaya meledak sebagaimana yang terjadi pada tabung gas ketika
konversi dari minyak tanah ke gas elpiji tempo lalu. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar