Memanfaatkan
Potensi Wanita
Restoe Prawironegoro Ibrahim, Kolumnis Lepas, Berdomisili di Jakarta
SUMBER
: SUARA KARYA, 23 April 2012
Salah satu dimensi masalah lapangan kerja adalah semakin besarnya
proporsi tenaga kerja wanita (YKW) dalam keseluruhan struktur angkatan kerja
Indonesia. Dari seluruh pertambahan angkatan kerja (sebanyak 11.862. 000),
diperkirakan 5.630. 000 adalah wanita atau 47,5 persen. Wanita diperkirakan
sejumlah 41,8 persen dari seluruh angkatan kerja Indonesia. Persentase ini merupakan
peningkatan dari keadaan sekarang ini, wanita merupakan 39,4 persen dari
seluruh angkatan kerja Indonesia.
Dilihat dari angka statistik, potensi wanita lebih besar dibanding
kaum pria. Dari 247,5 juta penduduk Indonesia, sebanyak 73,8 juta atau 50,99 persen
adalah wanita, sedangkan sisanya adalah pria.
Melihat kenyataan ini, pemerintah merasa perlu memperhatikan,
menggali, mengembangkan potensi wanita Indonesia, sehingga dalam GBHN tersurat;
pembangunan yang menyeluruh mensyaratkan ikut sertanya pria dan wanita secara
maksimal di segala bidang. Dalam rangka ini, wanita mempunyai hak, kewajiban,
dan kesempatan yang sama dengan pria untuk ikut serta dalam setiap kegiatan
pembangunan.
Dalam menggali dan memanfaatkan potensi wanita agar dapat lebih
berperan dalam pembangunan, maka pemerintah membijaksanai adanya program
Peningkatan Peranan Wanita (P2W), suatu program lintas sektoral yang
dikoordinasi langsung oleh Menteri Negara Urusan Peranan Wanita.
Untuk mendukung jawaban tersebut, kita mencoba melihat kembali
program P2W yang salah satu kegiatannya adalah program Peningkatan Peranan
Wanita menuju Keluarga Sehat Sejahtera (P2WKSS). Organisasi ini tersebar di
seluruh Indonesia. Anggotanya tidak hanya wanita yang bekerja saja tetapi juga
kaum wanita yang tidak bekerja, yang hanya mengurusi rumah tangga.
Dalam membina keluarga sehat dan sejahtera, peningkatan
pengetahuan dan keterampilan harus dilakukan. Keluarga yang sehat dan sejahtera
akan melahirkan anak dan mampu memacu tumbuh berkembangnya keluarga sehat, yang
merupakan aset pembangunan potensial. Jika dilihat dari aspek manusia sebagai
subjek dan objek pembangunan dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat
seutuhnya, maka wanita sebagai potensi bangsa sangat besar artinya dalam
pembangunan watak bangsa.
Pengaruh modernisasi dan pembangunan yang diupayakan pemerintah
rupanya telah menyusup ke berbagai kelompok wanita, baik di kota maupun di
desa, sehingga di kalangan mereka mulai tampak adanya pergeseran-pergeseran
nilai dan cara berpikir yang lebih maju. Namun, sementara itu, nilai-nilai dan
cara berpikir pola lama masih melekat dan belum mereka tinggalkan, akibatnya
timbul sikap dualisme dalam menilai wanita.
Di satu pihak, wanita harus pada kodratnya, seperti bersikap
lemah-lembut, keibuan, feminim, mengurus anak dan sebagainya. Sedangkan di
pihak lain, wanita dituntut harus berperan aktif, dinamis, dan kreatif dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena itulah, wanita
dituntut untuk berperan aktif dalam pelaksanaan pembangunan.
Pertanyaannya, apakah peran kaum wanita dalam pembangunan sesuai
dengan kodratnya? Apakah hanya kaum wanita yang bekerja saja yang berperan
dalam pembangunan? Bagaimana dengan wanita yang tinggal di desa maupun di kota
yang tidak bekerja, apakah mereka tidak berperan dalam pelaksanaan pembangunan?
Mengetahui jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut akan
sangat membantu kita dalam menilai dan menempatkan kaum wanita dalam
pembangunan secara proporsional dan komprehensif dalam keselarasan dan
keserasian antara kodrat dan peranan aktif wanita dalam pembangunan.
Wanita tetaplah wanita. Dalam usaha mewujudkan dan meningkatkan
peranan wanita terutama dalam pembangunan watak bangsa, hal seperti itu sangat
penting kita lakukan untuk menghindari intepretasi kebebasan yang cenderung
mengarah kepada kebebasan mutlak. Sebagian wanita Indonesia, bahkan di seluruh
dunia, masih berpendapat bahwa urusan-urusan rumah tangga adalah urusan mereka.
Walaupun perkembangan teknologi telah memecahkan atau mempermudah hampir semua
pekerjaan dalam rumah tangga, masih ada satu hal praktis yang tak bisa disentuh
oleh teknologi, yaitu membesarkan dan mendidik anak. Secara tradisional, peran
ini selalu lebih berat kepada wanita, karena secara alamiah memang lebih dekat
dengan anak-anaknya, lewat proses-proses mengandung sampai melahirkan dan
menyusui.
Manifestasi
Peningkatan peranan wanita dalam dunia kerja Indonesia merupakan
manifestasi dari hasrat kaum wanita Indonesia untuk berpartisipasi lebih besar
dalam pembangunan. Peningkatan hasrat berpartisipasi ini bukan saja didorong
oleh semakin tingginya tingkat pendidikan kaum wanita Indonesia, tetapi juga
tertarik dengan adanya kesempatan yang lebih besar untuk berpartisipasi.
Dengan demikian, salah satu tantangannya ialah mengusahakan agar
tenaga kerja wanita tidak mengalami perbedaan-perbedaan yang tidak wajar dalam
dunia kerja, khususnya yang menyangkut upah, syarat-syarat kerja, dan kondisi
kerja. Tenaga kerja wanita perlu mendapat perlakuan yang sama dengan tenaga
kerja pria.
Mungkin yang dapat kita lakukan saat ini adalah berpikir lebih
kritis atas peranan Kartini dalam kaitannya dengan dampak langsung yang
dirasakan kaum wanita Indonesia masa kini. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar