Jumat, 20 April 2012

Pelajaran Demokrasi dari Timor Leste


Pelajaran Demokrasi dari Timor Leste
Anna Yulia Hartati, Peneliti dari Lab Diplomasi,
Dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Wahid Hasyim Semarang
SUMBER : SUARA MERDEKA, 20 April 2012



REPUBLIK Demokratik Timor Leste, sebagai negara baru, yang berusia 10 tahun sejak kemerdekaan, baru saja menggelar pesta demokrasi lewat putaran kedua pada Senin, 16 April 2012 untuk memilih presiden periode 2012-2017. Presiden baru negara yang pernah jadi bagian NKRI itu akan menggantikan Jose Ramos Horta yang berkuasa sejak 20 Mei 2007.

Pada 17 Maret 2012 negara itu menggelar pemilu putaran pertama, diikuti Jose Ramos Horta (incumbent), Francisco Gueterres atau Lu Olo (Ketua Partai Fretilin dan Ketua Parlemen Timor Leste 2002-2007), Taur Matan Ruak yang merupakan Panglima FDTL, Avelino M Coelho Shalar Kosi, Manuel Tilman, Lucia Maria Brandao Freitas Lobato, Joao Viegas Carasscalao, dan Fernando de Araujo (Lasama).

Hanya dua kandidat pada pemilu putaran pertama yang memperoleh suara besar, yaitu Lu Olo yang meraih 28,76% suara, dan Ruak dengan 25,71% suara meski mendapat dukungan dari PM Xanana Gusmao dan Kongres Nasional Rekostruksi Timor (CNRT). Pada putaran kedua yang diikuti Ruak dan Lu Olo, kandidat yang kalah dalam putaran pertama, seperti Ramos Horta dan Lasama, mengalihkan dukungannya kepada Lu Olo.

Hasil penghitungan suara sementara Selasa, 17 April 2012, Ruak mengungguli Lu Olo dengan suara mayoritas di 13 distrik. Ruak memperoleh 275.441 suara atau 61,23% dan Lu Olo 174.386 suara atau 38,77% (SM, 17/04/12).

Proses Demokrasi

Mencermati proses demokratisasi di Timor Leste, ada beberapa hal menarik. Pertama; antusias warga. Sedikitnya 458.000 rakyat (73%) dari sekitar 627.000 pemilih yang terdaftar, memberikan suaranya Senin lalu di 850 TPS tersebar di 13 distrik. Hal ini menunjukkan partisipasi politik yang tinggi, sebagai negara baru hal ini merupakan awal baik bagi perkembangan demokrasi.

Kedua; situasi aman dan terkendali. Sebelumnya, di negara itu kerap terjadi pemberontakan yang dipicu pertikaian antaretnis atau demo tentara yang menimbulkan korban dan kerusakan infrastruktur seperti kerusuhan tahun 2002 dan 2006. Insiden tetap mewarnai proses pemungutan suara tetapi bisa segera diselesaikan.

Ketiga; pemungutan suara ini dipandang sebagai ujian penting bagi demokrasi di negara tersebut karena menandai satu dekade kemerdekaan setelah memisahkan diri dari Indonesia. Negara yang merdeka tahun 2002 tidak lama lagi mengambil alih keamanannya sendiri dan pasukan keamanan PBB harus meninggalkan negara itu.

Keempat; sebagai negara baru, demokrasi di Timor Leste di atas Indonesia. Berdasarkan indeks demokrasi, proses demokrasi di negara kita, terutama dari sisi penyelenggaraan negara menempati peringkat ke-60 dari 167 negara.
Nilai itu di bawah Afrika, Papua Nugini,Timor Leste, bahkan Thailand yang banyak terjadi kudeta (Irman Gusman, 2012).
Memang ada beberapa negara di dunia, yang penyelenggaraan sistem pemerintahannya tanpa kontrol demokrasi yang baik sehingga hanya melahirkan penggelembungan kekuasaan. Tidak ada salahnya Indonesia belajar dari proses demokrasi, minimal memetik pelajaran dari pilpres Timor Leste.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar