Kalau Saya
Dahlan Iskan
A Zaini Bisri, Wartawan Suara Merdeka di Semarang
SUMBER
: SUARA MERDEKA, 20 April 2012
DALAM sebuah memoar di
internet yang ditulis anak buahnya di Jawa Pos Group, Dahlan Iskan digambarkan
sebagai sosok yang temperamental. Dia pernah membanting komputer anggota desk
gara-gara kesalahan editing yang fatal. Pernah juga menyegel sendiri toilet
yang dikotori puntung rokok.
Karena itu, kata anak buahnya tersebut, insiden Dahlan ’’mengamuk’’ di pintu tol Semanggi belum seberapa dibanding rekor kemarahannya selama ini. Tentu saja selalu ada alasan rasional ketika Dahlan marah. Kemandirian, daya inovasi, dan bargaining position-nya yang kuat membuat dia mampu membuat terobosan-terobosan di lingkungan birokrasi yang kaku. Hal sulit bagi kalangan pejabat karier yang biasa berpikir linier dan birokratis. Apalagi bagi pejabat negara yang tidak terbiasa bersikap egaliter.
Dahlan memang lain dari yang lain. Dia pengusaha media yang tidak segan-segan menangani langsung pekerjaan teknis yang biasanya dikerjakan bagian terkait. Misalnya, konon, ketika dia menerbitkan Rakyat Merdeka, dengan hanya mengenakan sandal jepit, dia mengecek dan membersihkan sendiri mesin cetak bekas peninggalan Harian Merdeka. Kalau kemudian dia tidur di rumah penduduk saat kunjungan kerjanya sebagai menteri, apalagi kebiasaannya mengenakan sepatu kets dan baju putih lengan panjang yang sebagian digulung (berbeda sedikit dari Jusuf Kalla yang lengannya tidak digulung), itu menjadi hal yang jamak.
Sebagai menteri BUMN, sikap-sikap lugas Dahlan yang anti-status quo mulai membawa dampak. Kultur korporasi BUMN ikut bergerak. Misalnya, para direksi PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) ikut-ikutan mengandangkan mobil dinas dan tidak menempati rumah dinasnya. Efisiensi mobil dinas dan pengalihan fungsi rumah dinas menjadi hotel dan lainnya telah menghemat uang negara hingga puluhan miliar rupiah.
Saraf Kehidupan
Kini Dahlan bukan hanya menjadi news maker di kalangan publik dan rising star di lingkungan pemerintahan melainkan juga menjadi idola baru bagi anak-anak muda. Bahkan ada yang memproyeksikan dia sebagai calon wapres atau presiden mendatang.
Efektifkah Dahlan sebagai menteri? Kalau saya adalah dia, saya akan tetap sebagai dirut PLN. Saya akan katakan kepada Presiden SBY, terima kasih atas kepercayaannya. Jabatan menteri memang diburu banyak orang namun saya lebih nyaman sebagai dirut PLN.
Sebagai menteri BUMN, saya bisa memengaruhi kultur korporasi perusahaan pelat merah itu, tapi saya tidak akan mampu mengubah mental birokrasinya. Saya ingat ucapan Ginandjar Kartasasmita ketika menjabat menko ekuin. Katanya, mengherankan, kebanyakan BUMN rugi tapi direksinya kaya-raya.
Saya juga tahu kondisi dan kinerja BUMN. Hanya 10 persen dari 139 BUMN yang punya daya saing, selebihnya berkinerja buruk. BUMN yang untung hanya yang bergerak di sektor pertambangan dan energi, telekomunikasi, perbankan, dan jasa.
Saya bisa bebas berinovasi sebagai dirut PLN tapi tidak di level kementerian. Inovasi ini bisa menjebak diri dalam kesalahan yang sama oleh menteri-menteri BUMN sebelumnya atau menabrak peraturan. Restrukturisasi BUMN akhirnya sering menjadi privatisasi. Pengubahan aturan bisa berujung interpelasi.
Dengan tetap sebagai dirut PLN, saya mungkin tidak diidolakan banyak orang dan tidak punya peluang menjadi cawapres atau capres. Apalagi liver saya assembling. Namun kebijakan saya menghentikan pemadaman sejak 1 Juli 2011 terbukti bermanfaat bagi rakyat Indonesia. Juga bahan bakar yang saya pesan langsung di luar negeri menutup defisit bahan bakar dan menghemat banyak uang negara.
Kalau saya meninggalkan PLN, saya khawatir listrik kembali byar-pet dan masyarakat marah. Banyak alat elektronik yang rusak, pabrik yang terganggu produksinya, outlet-outlet yang menurun bisnisnya, dan kepercayaan masyarakat pada pemerintah yang makin merosot.
Kalau saya menteri, memang saya bisa mengubah keadaan yang bersifat makro tapi tidak langsung bersentuhan dengan pelayanan publik. Sebagai dirut PLN, saya memelihara salah satu kebutuhan pokok rakyat dan industri yang sangat vital. Setrum adalah penjaga saraf kehidupan. Setrum yang hidup mati membuat tubuh sakit. Satu lagi yang saya cemaskan, masyarakat bakal berpemeo: Dahlan Iskan menteri, listrik pun kembali mati ... ●
Karena itu, kata anak buahnya tersebut, insiden Dahlan ’’mengamuk’’ di pintu tol Semanggi belum seberapa dibanding rekor kemarahannya selama ini. Tentu saja selalu ada alasan rasional ketika Dahlan marah. Kemandirian, daya inovasi, dan bargaining position-nya yang kuat membuat dia mampu membuat terobosan-terobosan di lingkungan birokrasi yang kaku. Hal sulit bagi kalangan pejabat karier yang biasa berpikir linier dan birokratis. Apalagi bagi pejabat negara yang tidak terbiasa bersikap egaliter.
Dahlan memang lain dari yang lain. Dia pengusaha media yang tidak segan-segan menangani langsung pekerjaan teknis yang biasanya dikerjakan bagian terkait. Misalnya, konon, ketika dia menerbitkan Rakyat Merdeka, dengan hanya mengenakan sandal jepit, dia mengecek dan membersihkan sendiri mesin cetak bekas peninggalan Harian Merdeka. Kalau kemudian dia tidur di rumah penduduk saat kunjungan kerjanya sebagai menteri, apalagi kebiasaannya mengenakan sepatu kets dan baju putih lengan panjang yang sebagian digulung (berbeda sedikit dari Jusuf Kalla yang lengannya tidak digulung), itu menjadi hal yang jamak.
Sebagai menteri BUMN, sikap-sikap lugas Dahlan yang anti-status quo mulai membawa dampak. Kultur korporasi BUMN ikut bergerak. Misalnya, para direksi PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) ikut-ikutan mengandangkan mobil dinas dan tidak menempati rumah dinasnya. Efisiensi mobil dinas dan pengalihan fungsi rumah dinas menjadi hotel dan lainnya telah menghemat uang negara hingga puluhan miliar rupiah.
Saraf Kehidupan
Kini Dahlan bukan hanya menjadi news maker di kalangan publik dan rising star di lingkungan pemerintahan melainkan juga menjadi idola baru bagi anak-anak muda. Bahkan ada yang memproyeksikan dia sebagai calon wapres atau presiden mendatang.
Efektifkah Dahlan sebagai menteri? Kalau saya adalah dia, saya akan tetap sebagai dirut PLN. Saya akan katakan kepada Presiden SBY, terima kasih atas kepercayaannya. Jabatan menteri memang diburu banyak orang namun saya lebih nyaman sebagai dirut PLN.
Sebagai menteri BUMN, saya bisa memengaruhi kultur korporasi perusahaan pelat merah itu, tapi saya tidak akan mampu mengubah mental birokrasinya. Saya ingat ucapan Ginandjar Kartasasmita ketika menjabat menko ekuin. Katanya, mengherankan, kebanyakan BUMN rugi tapi direksinya kaya-raya.
Saya juga tahu kondisi dan kinerja BUMN. Hanya 10 persen dari 139 BUMN yang punya daya saing, selebihnya berkinerja buruk. BUMN yang untung hanya yang bergerak di sektor pertambangan dan energi, telekomunikasi, perbankan, dan jasa.
Saya bisa bebas berinovasi sebagai dirut PLN tapi tidak di level kementerian. Inovasi ini bisa menjebak diri dalam kesalahan yang sama oleh menteri-menteri BUMN sebelumnya atau menabrak peraturan. Restrukturisasi BUMN akhirnya sering menjadi privatisasi. Pengubahan aturan bisa berujung interpelasi.
Dengan tetap sebagai dirut PLN, saya mungkin tidak diidolakan banyak orang dan tidak punya peluang menjadi cawapres atau capres. Apalagi liver saya assembling. Namun kebijakan saya menghentikan pemadaman sejak 1 Juli 2011 terbukti bermanfaat bagi rakyat Indonesia. Juga bahan bakar yang saya pesan langsung di luar negeri menutup defisit bahan bakar dan menghemat banyak uang negara.
Kalau saya meninggalkan PLN, saya khawatir listrik kembali byar-pet dan masyarakat marah. Banyak alat elektronik yang rusak, pabrik yang terganggu produksinya, outlet-outlet yang menurun bisnisnya, dan kepercayaan masyarakat pada pemerintah yang makin merosot.
Kalau saya menteri, memang saya bisa mengubah keadaan yang bersifat makro tapi tidak langsung bersentuhan dengan pelayanan publik. Sebagai dirut PLN, saya memelihara salah satu kebutuhan pokok rakyat dan industri yang sangat vital. Setrum adalah penjaga saraf kehidupan. Setrum yang hidup mati membuat tubuh sakit. Satu lagi yang saya cemaskan, masyarakat bakal berpemeo: Dahlan Iskan menteri, listrik pun kembali mati ... ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar