Sabtu, 21 April 2012

Pahlawan Kemanusiaan


Pahlawan Kemanusiaan
Falasifatul Falah, Dosen Fakultas Psikologi  Unissula Semarang, Master of Arts in Women Study Flinders University of South Australia
SUMBER : SUARA MERDEKA, 21 April 2012



KENDATI komunitas feminis menyepakati Hari Perempuan Nasional dan Hari Perempuan Internasional jatuh pada Maret, masyarakat Indonesia lebih akrab dengan Hari Kartini. Tidak mengherankan bila hari kelahiran Kartini, 21 April selalu semarak dengan kegiatan yang didedikasikan bagi kaum perempuan, dari fashion show hingga seminar.

Upaya masyarakat memperingati Hari Kartini memang pantas diapresiasi, namun kita patut mempertanyakan relevansi beberapa bentuk dari peringatan itu dengan esensi perjuangan putri Jepara tersebut. Tradisi Kartinian dengan bersanggul berkebaya misalnya, meminjam istilah anak muda sekarang nggak nyambung dengan gagasan yang diperjuangkan Kartini.

Minimnya wawasan mengenai spektrum perjuangan Kartini karena popularitas Kartini tidak diimbangi dengan pengetahuan tentang isi surat-suratnya. Hasil survei menunjukkan sebagian besar masyarakat  Indonesia belum pernah membaca surat-surat Kartini. Kartini memang identik dengan perjuangan menyetarakan kaum perempuan sehingga tidak mengherankan bila sebagian masyarakat lebih mengenalnya sebagai Pahlawan Emansipasi, bukan Pahlawan Kemerdekaan Nasional sesuai gelar yang dianugerahkan Presiden Soekarno pada 2 Mei 1964. 

Kumpulan surat-surat istri Bupati Rembang itu merupakan satu-satunya dokumen tertulis mengenai isu perempuan dalam sejarah Indonesia sebelum masa kemerdekaan, sehingga wajar bila Kartini diapresiasi sebagai perempuan pejuang. Padahal topik kesetaraan gender hanya salah satu dari banyak pokok pikiran yang digagasnya melalui tulisan yang brilian.

Hildred Geertz, yang menyunting buku Letters of A Javanese Princess (kumpulan surat-surat Kartini dalam bahasa Inggris) menegaskan hal tersebut. Geertz mengakui bahwa perjuangan atas hak-hak perempuan merupakan poin penting bagi Kartini. Tetapi Geertz menekankan isu itu sesungguhnya merupakan aspek minor dari keprihatinan Kartini yang lebih luas, yaitu hak-hak manusia Indonesia menghadapi musuh ganda.

Makna Kesetaraan

 Yang dimaksudkan musuh ganda adalah eksploitasi penjajah dan resistensi bangsa Indonesia sendiri untuk mengubah tradisi yang bertentangan dengan kemajuan. Persoalan kemanusiaan itu yang sejatinya menjadi tema dasar dari semua isu yang diangkat Kartini melalui surat-suratnya.

Melalui matanya yang kritis, Kartini mengamati ketidaksetaraan antara orang Indonesia dan orang Belanda di sekitarnya. Menurut dia, orang Belanda terlalu sering menciptakan situasi yang membuat orang Jawa merasa seolah-olah mereka bukan manusia. Kesetaraan bagi seluruh umat manusia merupakan obsesinya.

Gagasan Kartini bukan hanya efektif mewakili suara perempuan Indonesia melainkan seluruh bangsa kita.. Mantan Ibu Negara Amerika Serikat Eleanor Roosevelt berpendapat tulisan-tulisan Kartini bisa membantu dunia Barat memahami esensi nilai-nilai kemanusiaan. Roosevelt yang membaca surat-surat Kartini lebih dari setengah abad setelah surat-surat itu ditulis, berpendapat bahwa signifikansi ide-ide Kartini tidak lekang oleh waktu.

Kenyataannya, gagasan Kartini memang tetap relevan terhadap situasi masa kini. Contohnya, dia  sudah mengungkapkan keprihatinannya terhadap cengkeraman opium yang melemahkan bangsanya. Lebih dari seabad kemudian, hingga hari ini, narkotika masih menjerat anak-anak Indonesia.

Seandainya masih hidup, dia tidak akan tinggal diam melihat  persoalan moral yang melanda bangsa ini, dari narkoba hingga korupsi. Melanjutkan perjuangan Kartini berarti memelajari dan mengembangkan gagasannya: memperjuangkan aspek kemanusiaan bangsa Indonesia. Pekerjaan rumah bagi generasi selanjutnya. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar