Nasib Rezim
Suriah
Azis Anwar Fachrudin, Koordinator Forum Studi Arab dan
Islam (FSAI),
Staf Pengajar Mahasiswa di Ponpes Nurul
Ummah, Kotagede, Yogyakarta
SUMBER : REPUBLIKA, 11 April 2012
Berbagai
upaya telah dilakukan, namun rezim Bashar al-Assad masih bersikeras mempertahankan
takhtanya. Kekerasan demi kekerasan masih berlangsung hingga kini.
Pemberontakan rakyat Suriah yang mulai meledak pertengahan Maret tahun lalu itu
harus dibayar dengan ribuan nyawa yang jadi korbannya.
Sudah
berapa banyak usaha intervensi yang gagal? Sejak November lalu, Liga Arab
(Majlis at-Ta’awun al-Khalijiy) membekukan keanggotaan Suriah. Akhir Desember 2011,
Liga Arab, dipimpin oleh Qatar, mengirim tim pengamat, namun tak juga
membuahkan hasil. Bahkan, intervensi Liga Arab justru semakin membuat Assad
ngotot melawan.
Lalu,
rancangan resolusi DK PBB harus berhenti di tengah jalan karena diveto oleh
Rusia dan Cina. Ini membuat intervensi ke Suriah semakin susah. Assad tidak
bisa diperlakukan seperti Muamar Qadafi di Libya. Dukungan sementara Rusia dan
Cina itu malah menjadi suntikan moral bagi Assad. Pasukan mili ternya terus
menekan basis-basis oposisi. Tiap hari, puluhan hingga ratusan korban sipil tak
berdosa meregang nyawa.
Assad
masih juga belum berinisiatif untuk undur diri. Referendum konstitusi yang
digelar beberapa waktu lalu terkesan formalitas belaka: hanya untuk “mengerem”
laju pemberontakan. Referendum itu cuma membatasi domain kuasa partai Baath.
Padahal, pelengseran Assad adalah yang dituntut rakyat. Lebih dari itu, rezim
Assad kerap melancarkan tuduhan bahwa pemberontakan digerakkan oleh kekuatan
asing dan organisasi teroris.
Pun
demikian, pihak oposisi yang di representasikan secara formal oleh Dewan
Nasional Suriah (SNC) dan di-backing oleh pasukan militer yang membelot (Free Syrian Army, FSA), belum menyerah.
Baku tembak FSA versus militer Assad masih berlangsung, sembari melakukan
diplomasi dengan negara-negara lain yang prooposisi Suriah.
Friends of Syria
Perkembangan
mutakhir terkait solusi krisis Suriah mulai memunculkan optimisme. Lebih dari
70 negara, yang menamakan dirinya dengan Friends
of Syria, menyelenggarakan konferensi di Istanbul belum lama ini.
Konferensi itu akan menjadi starting point utama untuk mendapatkan pemecahan
jitu dan me ng a dili kriminalitas Assad dan antek-anteknya.
Konferensi
Istanbul itu bersepakat menolak legitimasi rezim Assad. Dan, tentu saja,
mengakui SNC sebagai wakil sah dari rakyat Suriah. Apa yang terjadi di Libya,
dalam beberapa hal, kini ter ulang di Suriah. Di Libya, penghapusan legitimasi
Qadafi dimulai dari pengakuan kepada Dewan Nasional Transisi (al-Majlis al-Wathani al-Intiqaly),
demikian pula di Suriah dengan SNC-nya.
Konferensi
Friends of Syria itu telah menuntut
timeline secara spesifik kepada duta perdamaian PBB-Liga Arab, un tuk
menyelesaikan sengketa rezim Assad versus oposisi. Rencananya, gencata senjata
harus benar-benar sempurna terlaksana pada Selasa (10 April, kemarin).
Ini
jelas menjadi tamparan keras ke wajah rezim Assad, yang sesumbar dengan
mengatakan bahwa misi Annan tidak ada gunanya. Rezim Assad mengklaim telah
memenangkan pertarungan on the ground—kata-kata
yang berulang kali diucapkan pula oleh Hassan Nasrallah (Hizbullah, Lebanon) dan
Jihad al-Maqdisi (Menlu Suriah).
Di
lain pihak, Hillary Clinton meminta Assad turun takhta. Perdana Menteri Turki
Recep Tayyip Erdogan menyata kan, tidak akan menerima berbagai rencana yang
membuat Assad tetap berada pada kuasanya. Dalam beberapa hal, pernyataan
Erdogan itu menemukan signifikansinya dalam fakta bahwa ia juga mengatakan hal
itu—dalam kunjungannya—kepada Teheran. Teheran pun balik menimpali dengan
menyatakan akan mencari alternatif lain pengganti Assad. Ini berarti, Teheran
mulai sadar bahwa era Assad hampir usai.
Di
atas itu semua, konferensi itu sepakat untuk memberi bantuan finansial kepada
oposisi Suriah, juga SNC. Meski masih diperselisihkan apakah tidak sebaiknya
sekalian mempersenjatai FSA.
Kini,
tinggal Rusia dan Cina yang menjadi satu-satunya kaki penyangga kelangsungan
rezim Assad. Jika dua negara itu sudah mulai berbalik arah maka Assad telah
berada di ambang pintu pelengseran.
Warta-warta
belakangan menutur kan bahwa Moskow mulai menampakkan kejengahannya pada Assad.
Moskow memprotes Assad yang lamban menindaklanjuti usulan Rusia untuk segera
bernegosiasi secara damai dengan oposisi. Sergei Lavrov (Menlu Rusia) ingin
agar rezim Assad yang pertama kali menarik pasukannya dan kemudian di susul
dengan penarikan tentara dari pihak oposisi.
Tapi,
Assad sudah berulang kali ingkar janji. Enam poin hasil negosiasi dengan rezim
Assad yang kemudian dilaporkan Kofi Annan ke DK PBB tidak ditanggapi serius
oleh Assad. Rezim Assad masih juga beralibi tidak akan menarik pasukan sebelum
pemberontakan mereda dan stabilitas nasional tercapai. Alibi Assad akan menjadi
bumerang yang lebih keras menghantam wajahnya.
Sikap
Rusia kini mulai mengendur. Rusia tampak sudah “lelah” untuk mengingatkan Assad. Rusia mengutarakan pembelaanya pada
upaya Liga Arab dan misi Kofi Annan. Sebagaimana sudah jelas, Assad seperti
tidak lagi menerima berbagai solusi. Assad seolah sadar bahwa hasil paling
mendekati kepastian adalah zero sum game:
dia yang lengser atau oposisi yang kalah.
Perubahan
sikap dari Iran dan Rusia, dua sekutu tradisionalnya itu menandakan bahwa satu
kaki penyangga ketahanan Assad yang tersisa kini mulai lumpuh. Lengsernya Assad
tinggal menunggu kapan dan siapa yang akan mendorongnya jatuh ke jurang. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar