Senin, 02 April 2012

Mobnas dan CR-4


Mobnas dan CR-4
Rahardi Ramelan, Pengamat Masalah Teknologi dan Masyarakat
SUMBER : KOMPAS, 02 April 2012



Beberapa bulan lalu kita semua antusias menyambut kehadiran mobil-mobil nasional. Mulai dari Esemka, GEA, Tawon, Komodo, sampai Marlip. Ini masih ditambah dengan yang dihasilkan SMK-SMK dalam kerja praktik mereka.

Sayangnya, antusiasme itu tidak menggugah politisi dan jajaran pemerintah untuk terus mendukung program Mobil Nasional (Mobnas). Ini masih ditambah pernyataan negatif para pejabat yang mendiskreditkan upaya ini dengan alasan industri mobil sekarang sudah cukup maju dengan kandungan lokalnya.

Bahkan, Kementerian Perindustrian dengan bangga mengumumkan bahwa mobil murah ramah lingkungan, low-cost green car atau LCGC, akan masuk Indonesia dengan harga di bawah Rp 100 juta. Empat perusahaan raksasa Jepang—Toyota, Daihatsu, Honda, Suzuki—akan memproduksi 500.000 kendaraan setiap tahun. Demikian pula halnya dengan pabrikan mobil India, Tata, akan ikut berkiprah menghasilkan LCGC ini. Menurut informasi yang berkembang, pemerintah pun bersedia membebaskan pajak dan pajak barang mewah untuk mobil LCGC.

Pada kesempatan lain Kementerian Perindustrian menganjurkan mobil nasional memakai mesin kecil di bawah 700 cc. Kalau memakai mesin besar, di atas 1.500 cc, maka harus menghadapi persaingan sangat ketat dengan perusahaan yang sudah ada.

Akan tetapi, pemerintah tampaknya lupa bahwa menganjurkan mesin kecil berarti mengadu mobnas dengan program LCGC asing yang sudah jelas didukung pemerintah. Jadi maunya pemerintah sebetulnya apa?

Sebenarnya, pemerintah harus sangat hati-hati menghadapi kebijakan industri di luar negeri ini karena tampaknya terbawa arus konsep LCGC. Industri mobil dunia seolah-olah sangat memperhatikan masalah lingkungan, padahal sampai sekarang perusahaan mobil dunia masih segan mengeluarkan dana untuk mengembangkan mobil listrik maupun hibrida. Ini karena mereka masih dapat mengeruk untung besar dari pemakaian mesin bakar Otto, internal combustion engine, walau efisiensi panasnya hanya 35 persen.

CR-4 dan KPPU

Istilah CR-4 atau Concentration Ratio 4 Perusahaan dipakai untuk mengukur dominasi empat perusahaan dalam pasar. Di pasar kendaraan bermotor, khususnya sedan di Indonesia, CR-4 yang terdiri dari Toyota, Daihatsu, Honda, dan Suzuki sudah di atas 70 persen. Walaupun resminya tidak ada peraturan yang menghalangi masuknya pemain baru, dominasi empat perusahaan yang sangat tinggi ini akan mengganggu masuknya mobnas. Apalagi dengan anjuran pemerintah agar memakai mesin kecil, maka mobnas akan berhadapan langsung dengan kebijakan pemerintah terkait LCGC.

Sudah saatnya KPPU melakukan penyidikan. Pertama tentang dominasi kendaraan bermotor di Indonesia dan kedua hambatan apa saja yang dihadapi mobil nasional saat masuk ke dalam pasar, baik dari peraturan pemerintah maupun perusahaan mobil yang termasuk CR-4.

Sebaiknya pemerintah membatasi dan kalau perlu melarang masuknya LCGC dari luar negeri. Berikan kesempatan kepada perusahaan dalam negeri untuk memenuhi pasar mobil murah ini. Kebijakan industri bukan hanya dilihat dari segi ekonomi, melainkan juga dari segi politik, teknologi dan kemandirian.

Gerakan Nasional

Gagasan mengembangkan mobil listrik sebaiknya fokus untuk jangka pendek dan menengah agar industri mobil nasional kuat. Embrio mobnas sudah ada di mana-mana, tinggal bagaimana kita memfasilitasinya.

Kita memerlukan gerakan nasional untuk mewujudkan mobil nasional. Kita memerlukan penggerak dan pemersatu agar program Mobnas bisa terwujud. Mobnas bukan hanya membutuhkan dukungan politik, melainkan juga dukungan ekonomi dan finansial. Inilah wujud dari mimpi Indonesia Incorporated. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar