Jumat, 20 April 2012

Menyalakan Api Pendidikan


Menyalakan Api Pendidikan
Rahman Andi Mangussara, Direktur Eksekutif STIFIn Institute
SUMBER : REPUBLIKA, 19 April 2012


Sistem pendidikan kini terlihat malah mematikan daya pikir dan kreativitas anak-anak. Namun, poisisi lemah dan tak adanya pi lihan, membuat masyarakat—terutama yang lemah—menerima apa adanya. Pendidikan yang tadinya merupakan satu-satunya mekanisme bagi masyarakat kebanyakan untuk menaiki tangga hierarki sosial menjadi tidak berguna.

Sistem pendidikan pada umumnya dan pendidikan dasar-menengah khususnya, bukannya mengembangkan anakanak, tapi sebaliknya memaksa otak anak-anak mengikuti kurikulum, itu pun hanya untuk mereka yang memiliki kecerdasan analitis dan hapalan. Sebaliknya, anak-anak dengan kecerdasan imajinasi, kreativitas dan kemampuan interpersonal yang bertumpu pada otak kanan tidak mendapat tempat sama sekali.

Pendidikan menjadi sesuatu yang kering dan sekadar menciptakan anak-anak sebagai tukang. Padahal, menurut budayawan Irlandia pemenang Nobel Sastra William Butler Yeats, pendidikan bukan soal mengisi ember, melainkan menyalakan api.

Air yang begitu deras dituangkan merata ke ember anak-anak yang belum tentu sama kecerdasannya. Harap diingat bahwa setiap anak memiliki satu kecerdasan dominan dari lima kecerdasan yang dibawa lahir, yakni kecerdasan menghapal, analitis, imajinatifkreatif, interpersonal, dan serbabisa (instinct).

Setiap kecerdasan itu memiliki keunggulan berbeda yang sudah barang tentu mensyaratkan pendekatan yang berbeda pula dalam pengembangannya.

Anak dengan tipe kecerdasan menghapal dan analitis yang selama ini mendapat tempat dalam kurikulum kita, tentu ber beda pendekatannya dengan anak dengan mesin kecerdasan imajinatif – kreatif serta yang andal mengelola orang. Dapat dibayangkan betapa tersiksanya anak-anak kita setiap hari yang jika dibiarkan bisa membuat stres.

Implikasi nyata dari sistem pendidikan yang mematikan kreativitas itu adalah penempatan murid-murid yang jago ilmu eksakta di atas murid-murid yang andal di bidang-bidang lain, seperti kreatif, musik, dan seni budaya. Yang kita sebut dan bangga-banggakan sebagai murid teladan adalah mereka yang juara di olimpiade matematika, fisika, atau sejenisnya. Keberhasilan pendidikan seorang anak hanya dilihat dari selembar hasil ujian nasional semata.

Belum lagi masalah pembagian sekolah berdasarkan hierarkinya menjadi taraf internasional (dan variannya, RSBI dan kelas internasional) versus reguler.
Berdasarkan penelitian baru-baru ini, sekolah dengaan label internasional itu tidak membuat anak lebih pintar, gurugurunya setali tiga uang. Yang sudah pasti hasilnya adalah terjadinya semacam diskriminasi. Anak-anak yang sekolah di internasional mendapat fasilitas lebih seperti ruang kelas berpendingin.

Selain menyangkut sistem, masalah lain dalam pendidikan kita adalah kualitas dan gaji guru. Kompetensi guru-guru kita kebanyakan masih rendah dan bisa dibilang di bawah standar. Ironisnya, masalah ini bukannya tak diketahui oleh Kementerian Pendidikan. Gaji guru juga tak kalah peliknya.

India dan Cina

Sistem yang tak sempurna, jika tak mau mengatakan jelek, ditambah kualitas guru yang tidak memadai, menyempurnakan permasalahan dunia pendidikan kita. Api tak akan menyala dalam kondisi seperti ini. Kita hanya akan sibuk mengisi ember. Sementara negara lain yang sudah menyalakan api berada jauh di depan kita.

Coba kita lihat India dan Cina. India dan khususnya Cina adalah dua negara tetangga yang sudah lama menyalakan api pendidikannya. Kedua negara ini, dalam satu dekade ke depan, diperkirakan akan menjadi sumber utama tenaga-tenaga terampil dan ahli di berbagai bidang. Tidak ada keraguan bahwa India saat ini memiliki tenaga andal di berbagai bidang teknologi, termasuk teknologi informasi.

Di Cina, cerita sukses pendidikannya malah lebih hebat lagi. Reformasi ekonomi yang diluncurkan Deng Xiaoping kurang lebih 30 tahun silam dibarengi perbaikan sistem pendidikan yang di min ta mempersiapkan tenaga-tenaga cakap. Mungkin kita akan bertanyata nya jika di bidang teknologi tenagatenaga Cina memang terlatih dan ahli, bagaimana dengan bidang seni-budayanya?

Cina adalah pasar seni lukis terbesar dunia yang sudah mengalahkan negara maju, seperti London. Pelukis-pelukis Cina dengan lukisannya yang khas dan mahal-mahal itu kini mulai menarik perhatian dunia. Pertunjukan musikmus ik klasik dan opera yang senimannya adalah keluaran sekolah musik di Cina, tidak diragukan lagi.

Institusi pendidikan Cina, menurut Dekan Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapoore Kishore Mahbubani, sudah dilirik oleh orang-orang asing dan lembaga sejenis di negara lain. Bahkan, mahasiswa Indo nesia yang belajar di Cina kini lebih banyak daripada yang ke Amerika.

Sementara itu, universitas ternama di Amerika mulai menjalin kerja sama dengan universitas di Cina. Bahasa Cina dalam beberapa dekade mendatang, di perkirakan, akan menjadi lingua franca atau bahasa percakapan dunia menggan tikan bahasa Inggris, setidak-tidaknya menjadi bahasa kedua dalam pergaulan dunia. Tidak ada peradaban besar dunia yang tak memiliki pendidikan andal, karena hanya itulah cara untuk menguasai dunia. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar