Menjaga Komitmen Gerakan
Rumel Masykuri, Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta SUMBER
: REPUBLIKA, 04 April 2012
Dalam
balutan isu kenaikan harga BBM, arah pergerakan mahasiswa menemukan satu
persepsi yang sa ma dan terpusat, yaitu menolak kenaikan harga BBM. Kita seakan
kembali pada masa silam pada era 1998, di mana seluruh mahasiswa bergerak
bersama dalam satu komitmen untuk segera menggulingkan rezim Soeharto yang
otoriter.
Di
seluruh daerah, baik kota maupun desa, mahasiswa bergerak bersama untuk
menyuarakan aspirasi masyarakat, yaitu menolak kenaikan harga BBM yang dinilai
sangat mencekik. Tak ada ketakutan dan kegetiran dalam gerak mereka. Semua
berubah menjadi kobaran revolusi dan penyemangat. Terik matahari ibarat sinar
rembulan yang dingin.
Api
yang berkobar menjadi pemicu jiwa revolusioner mahasiswa. Nyanyian (orasi)
berkumandang indah di tengah embusan udara. Tidak sedikit risiko yang harus
dihadapi oleh mahasiswa. Ada yang luka di kepala, ada yang patah tangan dan
bahkan ada pula yang meninggal. Represivitas aparat kepolisian sudah disadari
oleh mahasiswa sebagai konsekuensi dari gerakan jalanan.
Tapi,
inilah mahasiswa, yang tidak sedikitpun gentar dan takut dalam melakukan
gerakan sosial. Mulai dari prakemerdekaan, orde lama, orde baru, reformasi,
sampai pada transisi demokrasi, mahasiswa selalu ada di garda depan dalam
proses perjuangan sosial. Dalam fase inilah, stagnansi gerakan mahasiswa yang
didengungkan oleh beberapa kalangan kembali bangkit dan menemukan musuh bersama
(common enemy) dengan isu BBM.
Ya,
disadari atau tidak, isu BBM ini telah menyatukan gerakan mahasisiwa yang
beberapa tahun ini tidur pulas di tengah hiruk-pikuk kebangsaan. Sekalipun ada
gerakan, skalanya tidak sebesar efek isu BBM ini. Sehingga, di satu sisi
rencana kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM menjadi obat jitu bagi
gerakan mahasiswa untuk bangkit dan melakukan gerakan.
Mahasiswa
tidak lagi menyoalkan kembali dari mana ia berasal (bendera organisasi).
Seluruh elemen gerakan mahasiswa bersatu bersama dalam perbedaan dengan
mengusung komitmen yang sama. Diskursus sosial pun terjadi secara dialektis dan
berakhir dengan penyikapan konkret di jalanan.
Mengapa
gerakan parlemen jalanan menjadi pilihan utama dalam penyikapan? Rasionalisasi
yang diberikan pemerintah sudah tidak bisa dihadapi dengan jalan lain, kecuali
aksi massa. Mahasiswa sudah sangat gerah dan apatis akan sikap pemerintah yang
dinilai tidak peka terhadap penderitaan rakyat kecil. Mahasiswa pun bergejolak.
Kiranya
tepat ungkapkan tokoh revolusioner Tan Malaka (1926) dalam buku Aksi Massa,
bahwa revolusi atau perubahan hanya bisa dilakukan dengan gerakan massa dan
dalam hal ini pelopornya adalah pemuda/mahasiswa. Pendek kata, gerakan
mahasiswa sudah kembali pada garis jalan yang sesungguhnya, yaitu agent force dan menjalankan kontrol
sosial. Di mana, kebijakan pemerintah yang dinilai tidak prorakyat menjadi
objek mahasiswa untuk dilawan.
Gerakan ke Depan
Pada
2012 ini menjadi sejarah baru bagi mahasiswa dalam kebangkitannya.
Setidaknya, perjuangan yang dilakuakan mahasiswa dalam penolakan kenaikan harga BBM sudah menyadarkan para penguasa negeri ini. Bahwa, kaum mahasiswa masih berada di garis idealis dalam mengawal proses pembangunan bangsa.
Setidaknya, perjuangan yang dilakuakan mahasiswa dalam penolakan kenaikan harga BBM sudah menyadarkan para penguasa negeri ini. Bahwa, kaum mahasiswa masih berada di garis idealis dalam mengawal proses pembangunan bangsa.
Walaupun
kepastian (harga) BBM masih menggantung, ditandai dengan keputusan Sidang
Paripurna DPR RI yang memilih opsi memberikan kewenangan kepada pemerintah
untuk mengatur harga BBM mengikuti mekanisme pasar selama enam bulan ke depan,
namun sekali lagi, isu BBM telah membangkitkan semangat perlawanan ma hasiswa
terhadap anomali kekuasaan. Gerakan antikenaikan harga BBM bukan hanya sekadar
aksi (parlemen) jalanan, namun juga telah mempertemukan imajinasi dan kekuatan
mahasiswa di pelbagai daerah. Artinya, komitmen gerakan ini perlu dipertahankan
ke depan.
Setidaknya,
masih banyak lahan garapan ke depan yang perlu dilakukan oleh gerakan
mahasiswa. Ada dua arus gerakan yang harus diperkuat oleh gerakan mahasiswa.
Pertama, intelektual pengaderan dan kedua advokasi. Intelektual pengkaderan
diarahkan tidak hanya untuk memperkuat pengetahuan para kader gerakan, tapi
juga merebut dan menguasai wacana di media massa dan jurnal ilmiah.
Perebutan
wacana ini sebagai pengimbang atas maraknya pembentukan kesadaran publik lewat
media massa yang cenderung politis dan jauh dari transformasi pengetahuan.
Sehingga, mahasiswa juga bertanggung jawab memberikan pemahaman kepada publik
lewat media massa dengan cara mendistribusikan pengetahuannya lewat sebuah
karya.
Selanjutnya,
advokasi bisa diarahkan ke ranah pemberantasan korupsi dan kebijakan publik.
Memang sudah banyak LSM yang bergerak di wilayah ini, tapi menurut saya,
gerakan mahasiswa bisa memberi warna yang lebih tajam dan kritis sebagai kaum
idealis dan murni berjuang atas kepentingan masyarakat.
Yang
lainnya adalah isu pemberdayaan lingkungan sosial, seperti kemiskinan,
pengangguran, kesehatan, dan problem sosial lain yang berkenaan dengan
kebutuhan rakyat kecil. Itu semua penting untuk diadvokasi dan diberdayakan,
baik dalam bentuk kerja sama dengan pemerintah, swasta, maupun independen.
Terakhir, terlepas dari pro dan kontra atas
gerakan perlawanan yang dilakukan oleh mahasiswa dalam penolakan kenaikan harga
BBM beberapa pekan lalu, konsistensi dan komitmen kesatuan gerakan yang sudah
mapan ini perlu dipertahankan oleh seluruh elemen gerakan mahasiswa di
Indonesia. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar