Rabu, 04 April 2012

Menjaga Komitmen Gerakan


Menjaga Komitmen Gerakan
Rumel Masykuri, Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta SUMBER : REPUBLIKA, 04 April 2012



Dalam balutan isu kenaikan harga BBM, arah pergerakan mahasiswa menemukan satu persepsi yang sa ma dan terpusat, yaitu menolak kenaikan harga BBM. Kita seakan kembali pada masa silam pada era 1998, di mana seluruh mahasiswa bergerak bersama dalam satu komitmen untuk segera menggulingkan rezim Soeharto yang otoriter.
Di seluruh daerah, baik kota maupun desa, mahasiswa bergerak bersama untuk menyuarakan aspirasi masyarakat, yaitu menolak kenaikan harga BBM yang dinilai sangat mencekik. Tak ada ketakutan dan kegetiran dalam gerak mereka. Semua berubah menjadi kobaran revolusi dan penyemangat. Terik matahari ibarat sinar rembulan yang dingin.
Api yang berkobar menjadi pemicu jiwa revolusioner mahasiswa. Nyanyian (orasi) berkumandang indah di tengah embusan udara. Tidak sedikit risiko yang harus dihadapi oleh mahasiswa. Ada yang luka di kepala, ada yang patah tangan dan bahkan ada pula yang meninggal. Represivitas aparat kepolisian sudah disadari oleh mahasiswa sebagai konsekuensi dari gerakan jalanan.
Tapi, inilah mahasiswa, yang tidak sedikitpun gentar dan takut dalam melakukan gerakan sosial. Mulai dari prakemerdekaan, orde lama, orde baru, reformasi, sampai pada transisi demokrasi, mahasiswa selalu ada di garda depan dalam proses perjuangan sosial. Dalam fase inilah, stagnansi gerakan mahasiswa yang didengungkan oleh beberapa kalangan kembali bangkit dan menemukan musuh bersama (common enemy) dengan isu BBM.
Ya, disadari atau tidak, isu BBM ini telah menyatukan gerakan mahasisiwa yang beberapa tahun ini tidur pulas di tengah hiruk-pikuk kebangsaan. Sekalipun ada gerakan, skalanya tidak sebesar efek isu BBM ini. Sehingga, di satu sisi rencana kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM menjadi obat jitu bagi gerakan mahasiswa untuk bangkit dan melakukan gerakan.
Mahasiswa tidak lagi menyoalkan kembali dari mana ia berasal (bendera organisasi). Seluruh elemen gerakan mahasiswa bersatu bersama dalam perbedaan dengan mengusung komitmen yang sama. Diskursus sosial pun terjadi secara dialektis dan berakhir dengan penyikapan konkret di jalanan.
Mengapa gerakan parlemen jalanan menjadi pilihan utama dalam penyikapan? Rasionalisasi yang diberikan pemerintah sudah tidak bisa dihadapi dengan jalan lain, kecuali aksi massa. Mahasiswa sudah sangat gerah dan apatis akan sikap pemerintah yang dinilai tidak peka terhadap penderitaan rakyat kecil. Mahasiswa pun bergejolak.
Kiranya tepat ungkapkan tokoh revolusioner Tan Malaka (1926) dalam buku Aksi Massa, bahwa revolusi atau perubahan hanya bisa dilakukan dengan gerakan massa dan dalam hal ini pelopornya adalah pemuda/mahasiswa. Pendek kata, gerakan mahasiswa sudah kembali pada garis jalan yang sesungguhnya, yaitu agent force dan menjalankan kontrol sosial. Di mana, kebijakan pemerintah yang dinilai tidak prorakyat menjadi objek mahasiswa untuk dilawan.
Gerakan ke Depan
Pada 2012 ini menjadi sejarah baru bagi mahasiswa dalam kebangkitannya.
Setidaknya, perjuangan yang dilakuakan mahasiswa dalam penolakan kenaikan harga BBM sudah menyadarkan para penguasa negeri ini. Bahwa, kaum mahasiswa masih berada di garis idealis dalam mengawal proses pembangunan bangsa.
Walaupun kepastian (harga) BBM masih menggantung, ditandai dengan keputusan Sidang Paripurna DPR RI yang memilih opsi memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk mengatur harga BBM mengikuti mekanisme pasar selama enam bulan ke depan, namun sekali lagi, isu BBM telah membangkitkan semangat perlawanan ma hasiswa terhadap anomali kekuasaan. Gerakan antikenaikan harga BBM bukan hanya sekadar aksi (parlemen) jalanan, namun juga telah mempertemukan imajinasi dan kekuatan mahasiswa di pelbagai daerah. Artinya, komitmen gerakan ini perlu dipertahankan ke depan.
Setidaknya, masih banyak lahan garapan ke depan yang perlu dilakukan oleh gerakan mahasiswa. Ada dua arus gerakan yang harus diperkuat oleh gerakan mahasiswa. Pertama, intelektual pengaderan dan kedua advokasi. Intelektual pengkaderan diarahkan tidak hanya untuk memperkuat pengetahuan para kader gerakan, tapi juga merebut dan menguasai wacana di media massa dan jurnal ilmiah.
Perebutan wacana ini sebagai pengimbang atas maraknya pembentukan kesadaran publik lewat media massa yang cenderung politis dan jauh dari transformasi pengetahuan. Sehingga, mahasiswa juga bertanggung jawab memberikan pemahaman kepada publik lewat media massa dengan cara mendistribusikan pengetahuannya lewat sebuah karya.
Selanjutnya, advokasi bisa diarahkan ke ranah pemberantasan korupsi dan kebijakan publik. Memang sudah banyak LSM yang bergerak di wilayah ini, tapi menurut saya, gerakan mahasiswa bisa memberi warna yang lebih tajam dan kritis sebagai kaum idealis dan murni berjuang atas kepentingan masyarakat.
Yang lainnya adalah isu pemberdayaan lingkungan sosial, seperti kemiskinan, pengangguran, kesehatan, dan problem sosial lain yang berkenaan dengan kebutuhan rakyat kecil. Itu semua penting untuk diadvokasi dan diberdayakan, baik dalam bentuk kerja sama dengan pemerintah, swasta, maupun independen.
Terakhir, terlepas dari pro dan kontra atas gerakan perlawanan yang dilakukan oleh mahasiswa dalam penolakan kenaikan harga BBM beberapa pekan lalu, konsistensi dan komitmen kesatuan gerakan yang sudah mapan ini perlu dipertahankan oleh seluruh elemen gerakan mahasiswa di Indonesia. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar