Mengoptimalkan
Kekuatan Pertahanan RI
R Ediwan Prabowo, Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan
SUMBER : SUARA KARYA, 17 April 2012
Sampai saat ini, pembangunan pertahanan masional baru menghasilkan
postur pertahanan negara dengan kekuatan terbatas dan relatif tertinggal dari
negara-negara tetangga. Keterbatasan dukungan anggaran untuk pembangunan pertahanan
nasional, menjadi salah satu kendala dalam pencapaian pembangunan postur
pertahanan pada tingkat minimum essential
force (MEF).
MEF adalah suatu standar kekuatan pokok dan minimum TNI yang
mutlak disiapkan sebagai prasyarat utama serta mendasar bagi pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi TNI secara efektif. Ini dalam rangka menghadapi ancaman aktual
untuk mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hibah 24 F-16
Karena itu, hibah pesawat F-16 dari Amerika Serikat (AS) merupakan
bagian dari upaya mengoptimalkan kekuatan pertahanan udara RI. Sejauh ini,
proses kedatangan 24 unit pesawat tempur itu tak mengalami kendala. Yakni,
sesuai jadwal, akan dilakukan secara bertahap, yang dimulai pada pertengahan
2014. Pesawat hibah itu akan memperkuat skuadron pesawat tempur Indonesia,
terutama Skuadron Fighting F-16.
Sehingga, nanti TNI akan memiliki dua skuadron pesawat F-16.
Saat ini, RI sudah memiliki 10 unit F-16. Maka, kedatangan 24 unit
pesawat tempur itu akan menggenapi jumlah pesawat tempur Indonesia menjadi 34
unit. Satu skuadron terdiri atas 16 pesawat tempur, jadi nanti ada dua skuadron
F-16.
Ke-24 unit F-16 yang akan didatangkan itu, kini sedang menjalani
proses pemutakhiran (upgrade) di AS. Pesawat-pesawat itu di-upgrade dari Blok 25 menjadi Blok 52 di
pabrik yang lebih modern. Bagian yang di-upgrade
meliputi persenjataan, avionic, air frame,
dan mesin. Perlu dicatat, sejauh ini, Foreign
Military Sales (FMS) antara AS dan Indonesia berjalan lancar.
Saat perwakilan Kementerian Pertahanan (Kemhan) meninjau
pemutakhiran F-16 yang akan dihibahkan itu di AS, banyak hal yang
menggembirakan. Antara lain, ke-24 pesawat itu di-upgrade di pabrik yang lebih
modern. Bagi AS, hal ini menjadi atensi khusus dalam meningkatkan hubungan
bidang pertahanan kedua negara. Ada juga proses transfer of technology.
Kemudian, AS menambah jaminan jam terbang 2.200, yakni dari 8.600
menjadi 10.800 jam terbang. Pemerintah RI mendapatkan 28 engine generasi teranyar
yang baru menempuh 1.000 jam terbang. Dari 28 engine itu, 24 terpasang, dan 4
dijadikan cadangan..
Selanjutnya, dari 30 pesawat yang dihidupkan, hanya 24 yang
di-upgrade. Sisanya, 6 pesawat dijadikan komponen (sparepart). Dari ke-24
pesawat F-16, terdiri-dari 19 pesawat F-16 seri C (hanya satu pilot), dan 5
seri D untuk pelatihan (training).
Untuk diketahui, jauh sebelumnya, Komisi I DPR telah menyetujui
hibah pesawat F-16 dari AS dengan skema pembayaran FMS. Persetujuan itu
diberikan setelah DPR menggelar rapat dengan Menteri Pertahanan, Panglima TNI,
dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara. Dengan demikian, rencana memperkuat
pertahanan udara Indonesia akan segera terwujud.
Alutsista Dalam Negeri
Untuk memenuhi MEF hingga 2024, Kementerian Pertahanan kembali
menandatangani nota kesepahaman (MoU) pengadaan alat utama sistem persenjataan
(alutsista) dan infrastruktur dengan sejumlah industri pertahanan dalam negeri
senilai Rp 1,3 triliun. Penandatanganan MoU itu dilakukan dengan sejumlah
BUMN/BUM Swasta Industri Pertahanan, yakni PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia
(DI), PT Palindo Marine, dilakukan di Kantor Kemhan, Jakarta, 6 Maret lalu.
Kemhan-TNI melakukan MoU dengan sejumlah industri pertahanan dalam
negeri dalam pengadaan alusista, seperti amunisi kecil hingga besar. Untuk
pengadaan helikopter angkut dilakukan kerja sama dengan PT DI senilai 65 juta
dolar AS. Kemudian, dilakukan pula kerja sama untuk pengadaan kapal cepat rudal
40 meter (KCR-40), Rocket FFAR dan lainnya. Total anggaran untuk alutsista tersebut
mencapai Rp1,3 triliun.
Kerja sama dengan industri dalam negeri ini, dalam rangka
membangun kekuatan TNI dan pemenuhan MEF. Selain itu, Kemhan sudah bekerja sama
dengan Korea Selatan untuk pengadaan pesawat tempur jenis KF-X/IF-X. Pesawat
ini lebih tinggi dari F-16 dan Sukhoi.
Tak hanya itu, Komite Kebijakan Industri Perta-hanan (KKIP) yang
diketuai Menhan juga akan membeli kapal selam, kapal PKR, tank, rudal, roket
dan lainnya. Adapun sasaran kinerja KKIP tahun 2012 ini adalah melakukan
program kerja, yakni penyiapan regulasi industri pertahanan (penyelesaian RUU
Industri Pertahanan dan Keamanan), penetapan kebijakan nasional dalam rangka
stabilisasi dan optimalisasi industri pertahanan, penetapan program dan
menindaklanjuti penyiapan produk masa depan.
Untuk penetapan kebijakan nasional meliputi, kebijakan peningkatan
kemampuan industri pertahanan, menjamin keberhasilan program transfer of technology (ToT), kebijakan
sinergitas dan intensitas kegiatan penelitian, dan kebijakan penyiapan SDM
terampil untuk industri pertahanan melalui pendidikan formal.
Sejak dibentuk tahun 2010, KKIP telah menghasilkan beberapa
kebijakan, yakni masterplan revitalisasi industri pertahanan, grand strategy KKIP, kriteria industri
pertahanan, kebijakan dasar pengadaan alusista dan almatsus Polri untuk
pemberdayaan industri pertahanan dan verifikasi kemampuan industri pertahanan
dan revitalisasi manajemen BUMN Industri Pertahanan. Hal ini dalam rangka
modernisasi alutsista TNI dan almatsus Polri serta terealisasinya program
revitalisasi industri pertahanan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar