Mencari
Model Penyiaran Publik dan Komersial
Amir Effendi Siregar, Ketua Serikat Perusahaan Pers Pusat,
Pemimpin Umum Majalah
Warta Ekonomi, Dosen Komunikasi
Universitas Islam Indonesia
SUMBER
: KORAN TEMPO, 23 April 2012
Gugatan terhadap dominasi pasar dan komersial
dalam dunia penyiaran telah berlangsung lama di dunia, dan kini juga terjadi di
Indonesia, apalagi saat ini Dewan Perwakilan Rakyat sedang membahas perubahan
Undang-Undang Penyiaran. Lebih jauh dari itu, beberapa pihak pun mengatakan sebaiknya
kita tidak berkiblat ke Amerika Serikat yang terlalu mengandalkan pasar ataupun
Eropa Barat dalam membangun sistem penyiaran kita. Kita tentu sangat setuju
untuk tidak berkiblat ke Amerika atau ke mana pun, tapi tentu perlu juga
belajar kepada Amerika dan negara demokratis lainnya, agar Indonesia dapat
membangun sistem penyiaran yang demokratis yang disesuaikan dengan
keindonesiaan kita.
Di Amerika, meskipun lembaga penyiaran
komersial yang dominan, regulasinya sangat ketat. Sebagai misal, sebuah badan
hukum atau seseorang boleh memiliki banyak stasiun televisi komersial. Namun
jumlah stasiun televisi yang dimiliki itu tidak boleh menjangkau lebih dari 39
persen TV households atau rumah tangga yang memiliki televisi, dan
banyak pengaturan lain yang disusun untuk menjaga keragaman kepemilikan serta
isi (diversity of ownership and of content).
Perlawanan dan usaha mencari alternatif atas
dominasi penyiaran komersial di Amerika diwujudkan oleh publik dengan, antara
lain, menghadirkan lembaga penyiaran publik. Menurut Marie A. Mater, di Amerika
terdapat Corporation for Public
Broadcasting (CPB) yang mendanai Public Broadcasting Service (PBS), National
Public Radio (NPR), dan Public Radio
International (PRI). Kemudian yang kedua dan yang dominan adalah lembaga
penyiaran komersial yang hidupnya bergantung pada iklan. Jenis yang ketiga
adalah radio yang didukung oleh pendengar dan sukarelawan, contohnya The Pacifica Radio Foundation/PRF
(Banerjee, 2006).
PBS, yang terkoordinasi dan melembaga (incorporated)
pada 1969, beranggotakan sekitar 349 stasiun, dan banyak di antaranya televisi
komunitas serta stasiun televisi universitas. Dana PBS berasal dari CPB yang
berasal dari negara dan juga dari sumber-sumber pribadi (private sources.
Program dan isi PBS banyak yang bersifat pendidikan dan menjadi alternatif
televisi komersial. NPR melembaga pada 1970 dan beranggotakan sekitar 780, yang
berasal dari universitas dan organisasi komunitas. Di samping itu, ada PRF
yang independen dan non-komersial. Stasiun pertama yang berdiri dalam sistem
ini adalah KPFA di Berkeley pada 1949, dan terakhir, yang merupakan
stasiun kelima, adalah WPFW di Washington yang bergabung pada 1977.
Publik di Amerika yang tidak puas atas
dominasi televisi komersial kemudian menghadirkan lembaga penyiaran publik
(PBS) sebagai alternatif dan penyeimbang. Namun, jangan lupa, lembaga penyiaran
komersialnya tetap diatur secara sangat ketat, tidak sangat liberal dan liar
seperti di Indonesia.
Perhatian berlebihan memajukan televisi
komersial di Amerika menyebabkan lembaga penyiaran komersial menjadi dominan.
Kini di Amerika terdapat puluhan stasiun televisi berjaringan; sekitar 1.750
stasiun televisi, baik milik jaringan, berafiliasi, maupun independen; dan 380
di antaranya non-komersial (Dominick, 2012).
Public
Service Broadcasting
Berbeda dengan Amerika, di negara demokrasi
Eropa Barat justru yang dominan adalah lembaga penyiaran publik (Public Service
Broadcasting/PSB). Istilah PBS dalam konsep Amerika dan PSB dalam konsep Eropa
Barat sering kali dipertukarkan dan disalahartikan. Dalam konsep Eropa Barat,
lembaga penyiaran publiknya disebut sebagai PSB, yang dimiliki dan dibiayai
oleh negara, tapi dikelola secara independen, yakni British Broadcasting
Corporation di Inggris, Nippon Hoso Kyokai di Jepang, Australian
Broadcasting Corporation di Australia, dan banyak PSB lainnya di negara
demokrasi di Eropa Barat. Gejala kehadiran televisi swasta komersial di Eropa
Barat yang sekarang semakin berkembang justru baru dimulai sekitar 20 tahun
lalu. Televisi ini juga menjadi saluran alternatif, terutama untuk hiburan.
Berdasarkan World Radio and Television
Council pada 2002, telah dirumuskan prinsip-prinsip utama PSB, yaitu lembaga
ini bukan lembaga komersial dan juga bukan lembaga yang dikontrol oleh pemerintah.
Alasan utama kehadirannya (raison d’etre) adalah melayani publik;
berbicara kepada setiap warga negara; menawarkan dan merangsang akses dan
partisipasi dalam kehidupan publik; membangun dan memajukan pengetahuan;
memperluas cakrawala berpikir; serta memberdayakan masyarakat untuk bisa
mengerti dirinya dengan lebih mengerti tentang dunia dan kehidupan sekitarnya
(Banerjee, 2006).
Bagaimana dengan Indonesia? Saat ini terdapat
sekitar 1.178 stasiun radio, sekitar 775 di antaranya radio komersial yang menjadi
anggota Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional/PRSSNI (Media Scene, 2011).
Sisanya adalah stasiun radio komersial non-PRSSNI, radio publik lokal, dan
radio komunitas lainnya. Kemudian ada sekitar 77 stasiun RRI.
Untuk televisi komersial, ada sekitar 400
lembaga penyiaran. Sebanyak 218 di antaranya dimiliki stasiun televisi
nasional/jaringan yang dikuasai oleh lima perusahaan (Komisi Penyiaran
Indonesia, 2012). Kemudian ada TVRI dengan 27 stasiun televisi di
seluruh Indonesia. Dari gambaran ini, dapat kita lihat lembaga komersial
dominan di Indonesia.
Dalam hubungan dengan lembaga penyiaran
publik, seharusnya TVRI dan RRI dibangun berdasarkan konsep
PSB/Eropa Barat dengan beberapa penyesuaian keindonesiaan. UU Penyiaran yang
baru nanti seharusnya memberi perhatian yang besar dan terperinci, termasuk
pembiayaannya, agar RRI dan TVRI dapat mentransformasikan dirinya
secara jelas, tepat, dan benar menjadi PSB.
Sementara itu, yang disebut sebagai lembaga
penyiaran komunitas sebagaimana yang dikenal sekarang ini adalah konsep PBS
yang berlangsung di Amerika. Maka sebaiknya dibangun badan-badan yang bisa
membantu lembaga penyiaran komunitas sebagaimana CPB seperti di Amerika, atau
model baru yang relevan untuk itu. Semoga di Indonesia akan tumbuh dengan baik lembaga
penyiaran komunitas, lembaga penyiaran publik, dan lembaga penyiaran komersial
secara seimbang untuk kepentingan seluruh masyarakat Indonesia. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar