Sabtu, 14 April 2012

Menata Zakat Nasional


Menata Zakat Nasional
Didin Hafidhuddin dan M Fuad Nasar, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas)
SUMBER : REPUBLIKA, 14 April 2012


Sehubungan akan diseleng garakannya Musyawarah Nasional ke-6 Forum Zakat (FOZ) pada 17-19 April 2012 di Semarang, para praktisi zakat yang hadir di arena Munas tersebut perlu memikirkan secara serius agenda zakat ke depan.

Bahwa salah satu agenda penting pascalahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat adalah perlunya konsolidasi kelembagaan zakat secara nasional. Konsolidasi dimaksudkan sebagai upaya untuk menyamakan visi dan persepsi tentang pengelolaan zakat nasional sehingga semua stakeholder, dalam hal ini organisasi pengelola zakat (OPZ), dapat mengambil peran yang tepat dan efektif.

Di satu sisi, undang-undang memberikan kewenangan Baznas untuk mengoordinasikan seluruh OPZ yang ada. Pengoordinasian OPZ oleh Baznas adalah terutama dalam hal penyelenggaraan fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pelaporan terhadap pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan, dan pertanggungjawaban pengelolaan zakat.

Sementara, di sisi lain, dalam tataran praktik dan implementasinya, komitmen dan partisipasi aktif dari semua OPZ menjadi hal yang sangat penting. Partisipasi yang dilandasi niat ikhlas dan komitmen untuk memajukan pengelolaan zakat di Tanah Air diyakini akan mempercepat proses sinergi dan integrasi pengelolaan zakat nasional.

Agar upaya tersebut bisa terealisasi maka sinergi antar-OPZ menjadi hal yang sangat urgen, apalagi pada masa transisi seperti sekarang ini. Semua OPZ juga dituntut aktif mengomunikasikan berbagai ide dan gagasan yang konstruktif dan bernilai maslahat dalam pengembangan zakat nasional.

Profesi amil zakat disebutkan langsung secara eksplisit dalam Alquran surah at-Taubah ayat 60. Penyebutan ini tentu memiliki makna bahwa gerakan zakat dan usaha penanggulangan kemiskinan melalui zakat harus dilakukan melalui organisasi yang kuat, profesional, dan tepercaya.

Di negara kita--yang potensi zakatnya cukup besar--sudah banyak dilakukan upaya untuk memperkuat posisi amil zakat. Keberadaan UU Pengelolaan Zakat yang akan dilengkapi dengan peraturan pemerintah tentang pelaksanaan undang-undang sesungguhnya bertujuan untuk menata pengelolaan zakat.

Menata Barisan Amil Zakat

Dalam 10 tahun terakhir, UU Zakat telah mendorong tumbuhnya sejumlah lembaga amil zakat hingga di kecamatan. Kita bersyukur dengan perkembangan ini, tetapi jika dibiarkan berjalan sendiri-sendiri, dikhawatirkan hasilnya tidak akan efektif bagi gerakan zakat secara keseluruhan.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 hadir untuk menata perzakatan ke arah yang lebih baik walaupun disadari belum melahirkan bentuk yang ideal. Perlu diperhatikan bahwa perubahan Bazda menjadi Baznas dan mengubah Bazda kecamatan menjadi UPZ (Unit Pengumpul Zakat) merupakan langkah penyesuaian cukup mendasar yang dilakukan oleh organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah.

LAZ juga harus melakukan penyesuaian berkaitan dengan persyaratan lembaga, perizinan, dan sebagainya. Upaya merapikan barisan para amil zakat, baik Baznas maupun LAZ, merupakan langkah yang harus dilakukan secara berkesinambungan.
Peningkatan kinerja, pembenahan alur pelaporan, dan pertanggungjawaban Baznas dan LAZ harus menjadi perhatian kita bersama seiring perubahan regulasi zakat. Selaras dengan langkah besar, Baznas sebagai koordinator dan pusat pelaporan pengelolaan zakat di Indonesia, mutlak harus merapikan barisan amil zakat.

Berbagai kendala psikologis, sosiologis, dan kepentingan untuk membesarkan lembaga masing-masing harus ditempatkan di bawah kepentingan bersama yang lebih besar. Masa depan yang seharusnya dipikirkan, diperjuangkan, dan dibangun bersama ialah masa depan perzakatan secara keseluruhan.

Salah satu kendala psikologis yang harus dicairkan dan diakhiri adalah “paradigma kompetisi“ BAZ dan LAZ seolah sebagai kompetitor yang akan saling “memakan“ satu sama lain. Aki batnya, masing-masing lembaga akan menganggap institusi lainnya sebagai pesaing.

Terkadang, di lapangan kita melihat adanya persaingan yang kurang “berakhlak“. Ini adalah perspektif yang sangat tidak Islami. Seharusnya, antara satu dengan yang lain mengembangkan konsep ta'awwun dan fastabiqul khairat.

Sehingga, kalaupun semangat berkompetisi, yang muncul adalah kompetisi untuk mengokohkan bangunan zakat, bukan kompetisi yang kontraproduktif.
Justru yang diperlukan adalah peningkatan layanan masyarakat, baik masyarakat muzaki maupun mustahik yang menjangkau setiap pelosok Tanah Air.

Langkah penataan yang juga perlu dilakukan adalah standardisasi, mencakup pengembangan kelembagaan internal dan eksternal, sertifikasi dan perizinan kelembagaan, pengembangan SDM dan keamilan, pengembangan sistem penghimpunan dan penyaluran, standardisasi sistem pengawasan, teknologi informasi, keuangan dan pelaporan, hubungan luar negeri, serta sebagai pusat koordinasi dan database zakat nasional. Belum lagi ditambah dengan fungsi pengawasan internal dan operasional internal Baznas.

Semua ini tidak bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan hak amil.
Karena itu, hal yang sangat wajar jika Baznas pusat dan daerah mendapat dana dari APBN dan APBD, mengingat tugas dan fungsinya yang jauh lebih berat dibanding LAZ.

Implementasi UU Pengelolaan Zakat menyisakan sejumlah agenda yang perlu kita kawal bersama. Pertama, dari sisi regulasi, yakni penyusunan peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri Agama (PMA) yang aspiratif dan efektif.

Kedua, dengan UU yang ada maka kebutuhan SDM untuk Baznas menjadi sangat besar. Untuk itu, perlu diatur mekanisme rekrutmen dan status kepegawaian Baznas ini dengan baik.

Ketiga, sosialisasi dan edukasi publik tentang zakat perlu terus ditingkatkan.
Masih besarnya gap antara potensi dan aktualisasi zakat menunjukkan bahwa masyarakat masih belum sepenuhnya memahami urgensi pengelolaan zakat melalui institusi amil. Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar