Menata
Kembali Ketimpangan Pembangunan Daerah
Elfindri, Guru Besar Ekonomi SDM, Unand
SUMBER : MEDIA INDONESIA, 11 April 2012
DUA
puluh lima tahun yang lalu sebuah pertemuan nasional digagas oleh Prof Emil
Salim, Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup, dengan tema menyiapkan proses
urbanisasi di Indonesia. Kala itu, tingkat urbanisasi di Indonesia baru sekitar
20%, sekarang sekitar separuh dari penduduk Indonesia tinggal di daerah
perkotaan. Itu akibat negara lebih memberikan perhatian kepada penyediaan
infrastruktur kota. Sebaliknya, desa-desa secara proporsional menuai
ketertinggalan. Lebih lagi, jika pandangan kita arahkan pada daerah tertinggal,
terpencil, perbatasan, pesisir, dan kepulauan (galciltas).
Kondisi daerah-daerah itu kebanyakan mengalami
ketertinggalan dari berbagai dimensi.
Galciltas
dalam arti luas tidak saja berdimensi daerah yang berlokasi pada perbatasan negara,
atau kecamatan terluar yang langsung berbatasan dengan negara tetangga. Akan
tetapi, meliputi dimensi persoalan akses infrastruktur, tertinggalnya SDM,
tertinggalnya sosial ekonomi, bahkan ketidakmampuan fi skal kabupatennya. Oleh
karena itu, sekiranya definisi galciltas bisa dibakukan, terhadap daerahdaerah
yang terisolasi dari sisi geografis, kurang infrastruktur publik, tertinggal
dari sisi ekonomi dan sosial, dan sejenisnya, pelayanan publik semestinya
semakin intensif agar segala hak yang diperlukan oleh rakyat mampu disediakan
oleh pemerintah. Kemudian gap pembangunan daerah galciltas dengan daerah desa
dan kota yang sudah lebih dulu maju dapat diperkecil.
Selama
pembangunan 2004-2009, upaya mengurangi daerah tertinggal menurut catatan
Bappenas telah mencapai setidaknya 50 kabupaten ke luar dari kondisi
tertinggal. Dengan penetapan sebuah kementerian baru, Kementerian Pembangunan
Daerah Tertinggal, boleh jadi telah membuat daerah tertinggal ada yang mengurus
lebih ‘khusyuk’. Namun karena berkembangnya aspirasi rakyat untuk pemekaran
daerah, akhir 1999 saja masih ditemukan sekitar 183 kabupaten yang masuk
kategori galciltas. Sehingga, Bappenas dengan kementerian yang terkait akan
mencicil bahwa selama 2010-2014 prioritas pembangunan juga diberikan kepada 183
kabupaten yang tertinggal ini.
Pelayanan Publik Minim
Pelayanan publik di daerah galciltas
semakin disekonomis mengingat kondisi geografis, kendala struktural,
aksesibilitas, dan kondisi fisik daerah.
Pelayanan keluarga berencana menjadi terkendala sehingga angka kelahiran di
daerah galciltas masih relatif tinggi. Angka unmet need, pasangan yang ingin ber-KB tak terlayani, masih relatif
tinggi pada kisaran 8%10%.
Demikian
juga pelayanan kesehatan reproduksi. Boleh dikata sangat sedikit bidan yang mau
bertahan di daerah galciltas, untuk menetap dan memberikan pelayanan secara saksama.
Sekalipun pemerintah daerah menyatakan kekurangan bidan sudah dipenuhi dengan
mengangkat bidan, ketika kita cek di lapangan, program posyandu saat sekarang
sudah sayup-sayup kedengarannya.
Apa
dan bagaimana keadaan kemajuan pada daerah galciltas? Jawabannya ialah sangat
bergantung pada pimpinan daerah. Mana yang memiliki concern yang tinggi, maka
daerah galciltas mendapatkan perhatian tentu seadanya karena APBD juga
terbatas. Jika kepala daerahnya tidak concern,
daerah galciltas akan selalu saja tertinggal, dan jauh dari jangkauan kebijakan
dan program.
Ke Depan
Persoalan
galciltas juga dihadapi oleh China, India, dan beberapa negara yang luas dan
banyak penduduknya. Di negara negara maju, galciltas boleh dikata semakin
terbatas karena diupayakan dengan pengem bangan wilayah. Kalau kita simak,
China termasuk memberikan perhatian yang khusus juga dalam membangun daerah
galciltas. Fokus yang diberikan oleh pemerintahan adalah bagaimana
infrastruktur pertanian semakin dijamin tersedia, yang dapat meningkatkan nilai
tambah sektor pertanian. Beda yang lain ialah, di China dibentuk secara khusus
apa yang kita kenal dengan dinas pengembangan daerah khusus tertinggal.
Di
Indonesia, daerah tertinggal ditangani oleh banyak kementerian. Namun belum
terfokus dan terkoordinasi secara baik. Demikian juga pada daerah kabupaten,
boleh dikata tidak ada bagian khusus yang merencanakan daerah galciltas, baik
di Bappeda provinsi dan kabupaten maupun pada dinas yang terkait.
Oleh
karena itu, jika ketimpangan pembangunan dapat menjadi concern pemerintah, pada masa yang akan datang diperlukan beberapa
hal. Pertama, sudah saatnya penugasan khusus pada daerah, khususnya kabupaten
dalam merencanakan secara spesifik bagaimana rencana pembangunan daerah
galciltas, dengan berbagai strategi khusus dan program pembangunannya. Kedua,
pemerintah daerah dapat melakukan kreasi dan inovasi dalam memberikan pelayanan
publik pada daerah galciltas. Gerakan bearfoot
program, yang dilaksanakan di China dalam memberikan pelayanan kesehatan,
telah membuahkan keberhasilan dalam mengurangi persoalan gizi, termasuk
kependudukan.
Demikian
juga kreasi dalam meningkatkan mutu pendidikan di daerah galciltas.
Sekiranya seluruh anak kelas enam saja dimobilisasi proses pembelajarannya ke
sekolah kecamatan, mutu pendidikan yang diterima anak kelas enam mungkin akan
meningkat. Tentunya akses untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi semakin baik pula.
Ketiga,
daerah galciltas untuk bagian pelayanan tertentu juga dapat mengambil
kesempatan dari proses pembelajaran mahasiswa. Pemerintah daerah dapat bekerja
sama dengan universitas/sekolah tinggi/akademi dalam merencanakan dan
melaksanakan secara bersama program yang sifatnya relatif massal di daerah
galciltas. Di perguruan tinggi akan ada dosen pembimbing kuliah kerja nyata
beserta mahasiswa untuk praktik dan melaksanakan berbagai penyuluhan,
pengembangan infrastruktur, serta pengembangan ekonomi lokal. Bukan tidak
mungkin hal ini masih berpotensi.
Terakhir,
dana alokasi khusus (DAK) tampaknya dapat menjadi instrumen untuk memajukan
daerah galciltas. Apakah daerah galciltas akan dipertahankan, dengan
konsekuensi penyediaan infrastruktur publik (sekolah, puskesmas, jalan dan
jembatan, pasar, listrik dll) atau sebagian di antaranya dipindahkan
(direlokasi ke daerah yang memungkinkan untuk berkembang? Semua itu sangat
bergantung pada telaah yang mendalam dan negara mau memberikan perhatian ke
arah itu. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar