Sabtu, 14 April 2012

Memahami Gempa Besar yang Unik


Memahami Gempa Besar yang Unik
Daryono, Doktor Peneliti di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
SUMBER : JAWA POS, 14 April 2012


GEMPA bumi besar 8,5 skala Richter kembali mengguncang bumi Nanggroe Aceh Darussalam pada Rabu (11/4). Pusat gempa bumi itu terletak di Samudra Hindia yang berjarak 398 kilometer arah barat daya Kota Meulaboh. Dengan kedalaman hiposentrum yang hanya 10 kilometer di bawah laut, gempa bumi itu pun dinyatakan berpotensi tsunami.

Patut disyukuri bahwa akhirnya gempa bumi tersebut hanya menimbulkan tsunami kecil di beberapa tempat. Di Lahewa, Nias Utara, ketinggian air laut naik sekitar satu meter. Di beberapa titik, sea level station mencatat, di wilayah Meulaboh, ketinggian air laut naik hingga 0,8 meter, sedangkan di Sabang air laut naik ke permukaan setinggi 0,6 meter.

Gempa bumi Aceh 2012 menjadi menarik untuk dikaji mengingat kekuatan magnitudonya yang besar tapi dampak yang ditimbulkannya sangat minimal. Selain itu, gempa bumi tersebut memiliki beberapa keunikan terkait dengan akumulasi tegangan yang bekerja dan lokasi pusat gempa buminya.

Syarat Tsunami

Peristiwa gempa bumi Aceh 2012, jika dibanding gempa bumi yang pernah mengguncang Aceh 2004, memang sama-sama gempa bumi besar namun berbeda dalam dampak yang ditimbulkan. Jika gempa bumi kuat 2004 memicu megatsunami yang menelan ratusan ribu korban jiwa, gempa bumi 2012 ini, meski kekuatannya sangat besar, tidak membangkitkan tsunami yang cukup signifikan.

Gempa bumi Aceh 2012, meski pusat gempa buminya di laut, bermagnitudo besar dengan kedalaman dangkal, tapi mekanisme sumber gempa buminya menunjukkan pergerakan persesaran horizontal (strike-slip fault). Aktivitas transform fault yang mendatar itulah yang membuat ribuan nyawa di pesisir barat Sumatera terselamatkan dari bencana tsunami yang hampir sama dengan tsunami 2004. Faktor mekanisme sumber gempa bumi itulah yang akhirnya membedakan secara tegas dari peristiwa gempa bumi Aceh 2004.

Terkait dengan peristiwa terjadinya tsunami, ada empat syarat agar gempa bumi tektonik bisa memicu tsunami dahsyat. Yaitu, (1) kedalaman hiposentrum gempa bumi harus dangkal kurang dari 70 kilometer; (2) pusat gempa bumi terjadi di dasar laut; (3) magnitudo gempa bumi cukup besar lebih dari 7,0 skala Richter; dan (4) patahan yang terjadi karena gempa bumi merupakan patahan vertikal dengan dimensi sesar sangat besar.

Timbulnya tsunami kecil pada peristiwa gempa bumi sesar geser itu sangat mungkin disebabkan adanya hole yang vakum saat terbentuk penyesaran di zona transform fault. Selain itu, sesar geser bisa mengakibatkan tsunami jika pergeserannya tidak murni horizontal, tapi harus ada sedikit mekanisme dip-slip sebagaimana sesar gunting. Namun, umumnya, pada penyesaran geser, arah gerakan naik turunnya -bagaimanapun- tetap tidak sebesar kalau penyesaran naik (thrust fault) atau penyesaran turun (normal fault).

Beberapa Keunikan

Gempa bumi Aceh 2012 memiliki beberapa keunikan terkait dengan kekuatan gempa bumi, akumulasi tegangan, dan lokasi pusat gempa buminya. Pertama, gempa bumi Aceh 2012 dengan mekanisme strike-slip memiliki magnitudo sangat besar. Padahal, umumnya gempa bumi dengan mekanisme sesar horizontal (strike-slip) semacam itu tidak memiliki magnitudo yang besar. Gempa bumi kuat biasanya cenderung terjadi di zona penyusupan dangkal atau yang populer disebut zona megathrust. Di zona megathrust itu, sebuah lempeng tektonik menyusup di bawah lempeng yang lain, kemudian tertahan dan membangun akumulasi medan tegangan dalam waktu lama hingga energinya dilepaskan sebagai gempa bumi besar.

Kedua, berdasar perkiraan para ahli gempa bumi, energi medan tegangan di zona seismik sebelah barat Aceh sudah berkurang banyak seiring dengan terjadinya gempa bumi megathrust pada 26 Desember 2004 yang memicu tsunami. Namun, tanpa diduga, zona seismik yang relatif berdekatan dengan pusat gempa bumi utama 2004 masih menyimpan tegangan dan kini terjadi pelepasan energi tegangan di bagian luar daerah pertemuan lempeng (outer rise earthquake) dengan kekuatan sangat besar.

Ketiga, berdasar catatan sejarah, gempa bumi kuat yang terjadi di luar daerah subduksi semacam itu memang tergolong langka. Belajar dari kasus gempa bumi Aceh 2012, kita semakin yakin bahwa di lepas pantai barat Sumatera dan di selatan Jawa sekalipun atau di zona seismik mana pun yang memiliki kesamaan unsur tektoniknya, ternyata lempeng samudra belakang zona subduksi masih menyimpan potensi gempa bumi kuat (outer rise earthquake).

Seyogianya kenyataan tersebut membuat kita selalu waspada. Fenomena alam semacam itu sebenarnya menjelaskan kepada kita bahwa kondisi beberapa bagian kulit bumi kita memang masih dalam posisi tegangan kritis (critical stress).

Bagi masyarakat pesisir barat Sumatera, kondisi alam yang selalu kurang ''bersahabat'' tersebut merupakan konsekuensi yang harus diterima. Mau tidak mau, suka tidak suka, semua itu adalah risiko yang harus dihadapi sebagai masyarakat yang tinggal dan menumpang di batas pertemuan lempeng tektonik.

Bagi kalangan ahli kebumian dan instansi terkait dengan pemantauan gempa bumi, labilnya kawasan Sumatera bagian barat secara tektonik merupakan tantangan untuk mencari jalan keluar. Baik berupa upaya mitigasi atau merancang sistem peringatan dini yang digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan kewaspadaan. Tak lupa, berupaya memperkecil risiko bila sewaktu-waktu terjadi gempa bumi dan tsunami. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar