Jumat, 13 April 2012

KPU BARU dan Masa Depan Pemilu 2014


KPU BARU dan Masa Depan Pemilu 2014
Agus Riewanto, Kandidat Doktor Ilmu Hukum
Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta
SUMBER : MEDIA INDONESIA, 13 April 2012


BELUM lama ini Komisi II DPR telah memilih tujuh anggota baru KPU untuk masa kerja 2012-2017, menggantikan anggota lama KPU periode 20072012. Komposisi keanggotaan KPU kali ini berbeda dengan sebelumnya karena merupakan kombinasi antara pegiat pemilu, akademisi, dan KPU daerah. KPU kali ini bahkan lebih didominasi ketua dan anggota KPU daerah. Tujuh orang anggota baru KPU terpilih selengkapnya ialah Ida Budhiati (Ketua KPU Jateng), Sigit Pamungkas (dosen FISIP UGM), Arief Budiman (anggota KPU Jatim), Husni Kamil Manik (anggota KPU Sumbar), Ferry Kurnia Rizkiyansah (Ketua KPU Jatim), Hadar Navis Gumay (aktivis Cetro), dan Juri Ardiantroro (Ketua KPU DKI Jakarta).

KPU Baru Lebih Ideal

Komposisi keanggotaan KPU kali ini sangat berbeda dengan sebelumnya, bukan saja karena didominasi mereka yang masih berusia rata-rata di bawah 40 tahun yang cukup memiliki stamina prima, melainkan juga sejak dari proses seleksi di tim seleksi bentukan Presiden sampai fit and proper test di DPR relatif tak melahirkan kontroversi.

Lebih dari itu, mereka memiliki rekam jejak cukup baik dan berpengalaman dalam penyelenggaraan pemilu sehingga tampaknya dapat diterima publik. Itu modal politik utama yang penting bagi masa depan penyelenggaraan Pemilu 2014. Sebab, kelemahan KPU sebelumnya ialah sejak awal seleksi, telah melahirkan kontroversi, selain karena ratarata tak memiliki pengalaman dalam pemilu, juga berlatar belakang keilmuan yang tak jelas sehingga memancing reaksi negatif dari publik.

Menurut Jorgen Elklit (1999) dalam Electoral Institutional Change and Democratic Transition, instrumen penting bagi penyelenggaraan pemilu yang berhasil di suatu negara ditandai dengan penyelenggaranya (KPU) yang memiliki independensi, integritas, dedikasi, dan tanpa memihak kecuali pada regulasi yang disepakati. Hanya dengan cara tersebut hasil pemilu akan dapat diterima dan dipercaya semua stakeholder pemilu.

Penyelenggaraan Pemilu 2009 dianggap tak dapat menampilkan KPU yang independen dan berintegritas sehingga mengurangi derajat kepercayaan publik terhadap hasil Pemilu 2009. Menyeberangnya Andi Nurpati ke Partai Demokrat dan terkuaknya tabir mafi a Pemilu 2009 yang melibatkan oknum KPU dan MK telah mencoreng wajah pemilu di Indonesia.

Adam Schmidt (2010) dalam Indonesia’s 2009 Elections: Performance Challenges and Negative Precedent bahkan menyatakan Pemilu 2009 gagal memenuhi standar internasional yang ditetapkan Inter-Parliamentary Union’s Declaration on Free and Fair Election. Salah satu sebabnya ialah buruknya kinerja KPU periode 20072012 yang gagal menampilkan performa dalam menyajikan daftar pemilih yang akurat, informasi yang memadai tentang pemilu, keterlibatan publik dalam semua proses pemilu, kegagalan memberdayakan SDM penyelenggara pemilu di level terbawah (PPK, PPS, dan KPPS), dan tak transparan dalam proses penghitungan suara.

Masa Depan Pemilu 2014

Publik menaruh harapan besar kepada KPU baru ini agar tak mengulang kesalahan-kesalahan KPU sebelumnya. Karena itu, Pemilu 2014 akan berhasil dengan baik jika KPU baru ini mampu menambal semua kelemahan penyelenggaraan Pemilu 2009. Salah satu tugas berat utama yang harus segera ditampilkan ialah memulihkan kepercayaan publik kepada KPU. Ini penting dilakukan karena kepercayaan publik merupakan kunci utama keberhasilan Pemilu 2014 mendatang. KPU baru didorong agar merancang bangunan institusi KPU untuk lebih berwibawa di mata publik, dengan pertama-tama memperbaiki kualitas produk kinerja KPU yang lebih menyentuh pendidikan politik (civic education). Itu cara utama untuk memahamkan publik akan makna dan fungsi pemilu bagi pelembagaan demokrasi.

Salah satu persoalan mendasar rakyat Indonesia ialah lemahnya pemahaman tentang hakikat pemilu. Lahirnya politik uang dalam pemilu, tingginya kecurangan pemilu, dan rendah nya partisipasi pemilih dalam setiap pemilu lebih disebabkan insti tusi KPU selama ini tak mampu memproduksi aneka kerja-kerja kreatif pendidikan politik.

KPU baru diharapkan mampu menampilkan performa baik dalam memahami dan menafsirkan UU Pemilu ke dalam produk peraturan teknis pemilu, menghindari multitafsir, kekosongan hukum, dan menjaga kepastian hukum dalam manajemen kepemiluan. Berdasarkan pengalaman Pemilu 2009, kepastian hukum menjadi barang mahal. Karena itu, hampir semua program kerja dan jadwal pemilu selalu berubah-ubah lantaran lemahnya pemahaman tentang UU Pemilu.

Aspek teknis penyelenggaraan pemilu KPU baru juga diharapkan dapat melayani hak pilih setiap warga negara. Persoalan daftar pemilih tetap (DPT) pada Pemilu 2009 yang tak akurat sehingga melahirkan pemilih golput yang sistemis dan cenderung mengabaikan hak politik warga negara seharusnya menjadi pelajaran berharga untuk tidak diulang. Kini saatnya merancang aneka desain perbaikan manajemen pemilih dengan melibatkan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kemendagri. Itu sebaiknya dilakukan jauh sebelum pemilu.

Tugas lain KPU baru yang segera menghadang ialah kemampuan dalam menata birokrasi kelembagaan internal KPU pusat, terutama hubungan pejabat PNS di sekretariat jenderal, KPU pusat, dan KPU daerah dengan sekretariat daerah. Soliditas dan kewibawaan KPU RI hanya dapat dijawab jika persolan internal KPU pusat telah selesai diurai. Pada titik tersebut, KPU baru perlu memosisikan secara jelas tugas pokok dan fungsi (tupoksi) KPU dan kesekretariatan KPU melalui peraturan KPU sebagai tindak lanjut dari UU No 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.

Kualitas kinerja KPU sangat ditentukan kualitas KPU daerah (provinsi/kabupaten/ kota) dan sekretariat KPU di semua tingkatan. Selain meningkatkan kesejahteraan mereka melalui program remunerasi dan uang kehormatan yang memadai, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui aneka pelatih n di bidang manajemen pemilu dan resolusi konflik pemilu serta aspek hukum penyelenggaraan pemilu seharusnya menjadi perhatian utama KPU baru. Mengabaikan keterlibatan KPU daerah dalam manajemen pemilu akan menjadi persoalan. Sebaik apa pun program kerja KPU pusat akan sulit dieksekusi di daerah jika SDM-nya tak memadai.

Lebih dari itu, KPU baru diharapkan mampu bersikap transparan dalam manajemen pemilu dan tidak alergi menerima kritik yang membangun. KPU baru juga diharapkan mampu menjadi agen demokrasi yang produktif dan cerdas dalam membangun database kepemiluan, data pemilih, dan hasil pemilu melalui pengembangan teknologi informasi.
Yang tak kalah penting ialah KPU baru perlu mendorong diri agar dapat menghindari keterlibatan pihak asing dalam proses dan penyelenggaraan pemilu. Nasionalisme dan etos kerja kemandirian kebangsaan semestinya menjadi ikon Pemilu 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar