KPU BARU dan
Masa Depan Pemilu 2014
Agus Riewanto, Kandidat Doktor Ilmu Hukum
Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS)
Surakarta
SUMBER : MEDIA INDONESIA, 13 April 2012
BELUM
lama ini Komisi II DPR telah memilih tujuh anggota baru KPU untuk masa kerja 2012-2017,
menggantikan anggota lama KPU periode 20072012. Komposisi keanggotaan KPU kali
ini berbeda dengan sebelumnya karena merupakan kombinasi antara pegiat pemilu,
akademisi, dan KPU daerah. KPU kali ini bahkan lebih didominasi ketua dan
anggota KPU daerah. Tujuh orang anggota baru KPU terpilih selengkapnya ialah
Ida Budhiati (Ketua KPU Jateng), Sigit Pamungkas (dosen FISIP UGM), Arief
Budiman (anggota KPU Jatim), Husni Kamil Manik (anggota KPU Sumbar), Ferry
Kurnia Rizkiyansah (Ketua KPU Jatim), Hadar Navis Gumay (aktivis Cetro), dan
Juri Ardiantroro (Ketua KPU DKI Jakarta).
KPU Baru Lebih Ideal
Komposisi
keanggotaan KPU kali ini sangat berbeda dengan sebelumnya, bukan saja karena
didominasi mereka yang masih berusia rata-rata di bawah 40 tahun yang cukup
memiliki stamina prima, melainkan juga sejak dari proses seleksi di tim seleksi
bentukan Presiden sampai fit and proper
test di DPR relatif tak melahirkan kontroversi.
Lebih
dari itu, mereka memiliki rekam jejak cukup baik dan berpengalaman dalam penyelenggaraan
pemilu sehingga tampaknya dapat diterima publik. Itu modal politik utama yang
penting bagi masa depan penyelenggaraan Pemilu 2014. Sebab, kelemahan KPU
sebelumnya ialah sejak awal seleksi, telah melahirkan kontroversi, selain
karena ratarata tak memiliki pengalaman dalam pemilu, juga berlatar belakang
keilmuan yang tak jelas sehingga memancing reaksi negatif dari publik.
Menurut
Jorgen Elklit (1999) dalam Electoral
Institutional Change and Democratic Transition, instrumen penting bagi
penyelenggaraan pemilu yang berhasil di suatu negara ditandai dengan
penyelenggaranya (KPU) yang memiliki independensi, integritas, dedikasi, dan
tanpa memihak kecuali pada regulasi yang disepakati. Hanya dengan cara tersebut
hasil pemilu akan dapat diterima dan dipercaya semua stakeholder pemilu.
Penyelenggaraan
Pemilu 2009 dianggap tak dapat menampilkan KPU yang independen dan
berintegritas sehingga mengurangi derajat kepercayaan publik terhadap hasil
Pemilu 2009. Menyeberangnya Andi Nurpati ke Partai Demokrat dan terkuaknya
tabir mafi a Pemilu 2009 yang melibatkan oknum KPU dan MK telah mencoreng wajah
pemilu di Indonesia.
Adam
Schmidt (2010) dalam Indonesia’s 2009
Elections: Performance Challenges and Negative Precedent bahkan menyatakan
Pemilu 2009 gagal memenuhi standar internasional yang ditetapkan Inter-Parliamentary Union’s Declaration on
Free and Fair Election. Salah satu sebabnya ialah buruknya kinerja KPU
periode 20072012 yang gagal menampilkan performa dalam menyajikan daftar
pemilih yang akurat, informasi yang memadai tentang pemilu, keterlibatan publik
dalam semua proses pemilu, kegagalan memberdayakan SDM penyelenggara pemilu di
level terbawah (PPK, PPS, dan KPPS), dan tak transparan dalam proses
penghitungan suara.
Masa Depan Pemilu 2014
Publik
menaruh harapan besar kepada KPU baru ini agar tak mengulang
kesalahan-kesalahan KPU sebelumnya. Karena itu, Pemilu 2014 akan berhasil
dengan baik jika KPU baru ini mampu menambal semua kelemahan penyelenggaraan
Pemilu 2009. Salah satu tugas berat utama yang harus segera ditampilkan ialah
memulihkan kepercayaan publik kepada KPU. Ini penting dilakukan karena kepercayaan
publik merupakan kunci utama keberhasilan Pemilu 2014 mendatang. KPU baru
didorong agar merancang bangunan institusi KPU untuk lebih berwibawa di mata
publik, dengan pertama-tama memperbaiki kualitas produk kinerja KPU yang lebih
menyentuh pendidikan politik (civic
education). Itu cara utama untuk memahamkan publik akan makna dan fungsi
pemilu bagi pelembagaan demokrasi.
Salah
satu persoalan mendasar rakyat Indonesia ialah lemahnya pemahaman tentang
hakikat pemilu. Lahirnya politik uang dalam pemilu, tingginya kecurangan
pemilu, dan rendah nya partisipasi pemilih dalam setiap pemilu lebih disebabkan
insti tusi KPU selama ini tak mampu memproduksi aneka kerja-kerja kreatif
pendidikan politik.
KPU
baru diharapkan mampu menampilkan performa baik dalam memahami dan menafsirkan
UU Pemilu ke dalam produk peraturan teknis pemilu, menghindari multitafsir,
kekosongan hukum, dan menjaga kepastian hukum dalam manajemen kepemiluan.
Berdasarkan pengalaman Pemilu 2009, kepastian hukum menjadi barang mahal.
Karena itu, hampir semua program kerja dan jadwal pemilu selalu berubah-ubah
lantaran lemahnya pemahaman tentang UU Pemilu.
Aspek
teknis penyelenggaraan pemilu KPU baru juga diharapkan dapat melayani hak pilih
setiap warga negara. Persoalan daftar pemilih tetap (DPT) pada Pemilu 2009 yang
tak akurat sehingga melahirkan pemilih golput yang sistemis dan cenderung
mengabaikan hak politik warga negara seharusnya menjadi pelajaran berharga
untuk tidak diulang. Kini saatnya merancang aneka desain perbaikan manajemen
pemilih dengan melibatkan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kemendagri. Itu
sebaiknya dilakukan jauh sebelum pemilu.
Tugas
lain KPU baru yang segera menghadang ialah kemampuan dalam menata birokrasi
kelembagaan internal KPU pusat, terutama hubungan pejabat PNS di sekretariat
jenderal, KPU pusat, dan KPU daerah dengan sekretariat daerah. Soliditas dan
kewibawaan KPU RI hanya dapat dijawab jika persolan internal KPU pusat telah
selesai diurai. Pada titik tersebut, KPU baru perlu memosisikan secara jelas
tugas pokok dan fungsi (tupoksi) KPU dan kesekretariatan KPU melalui peraturan
KPU sebagai tindak lanjut dari UU No 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.
Kualitas
kinerja KPU sangat ditentukan kualitas KPU daerah (provinsi/kabupaten/ kota)
dan sekretariat KPU di semua tingkatan. Selain meningkatkan kesejahteraan
mereka melalui program remunerasi dan uang kehormatan yang memadai, peningkatan
kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui aneka pelatih n di bidang manajemen
pemilu dan resolusi konflik pemilu serta aspek hukum penyelenggaraan pemilu
seharusnya menjadi perhatian utama KPU baru. Mengabaikan keterlibatan KPU
daerah dalam manajemen pemilu akan menjadi persoalan. Sebaik apa pun program
kerja KPU pusat akan sulit dieksekusi di daerah jika SDM-nya tak memadai.
Lebih
dari itu, KPU baru diharapkan mampu bersikap transparan dalam manajemen pemilu
dan tidak alergi menerima kritik yang membangun. KPU baru juga diharapkan mampu
menjadi agen demokrasi yang produktif dan cerdas dalam membangun database
kepemiluan, data pemilih, dan hasil pemilu melalui pengembangan teknologi
informasi.
Yang
tak kalah penting ialah KPU baru perlu mendorong diri agar dapat menghindari
keterlibatan pihak asing dalam proses dan penyelenggaraan pemilu. Nasionalisme
dan etos kerja kemandirian kebangsaan semestinya menjadi ikon Pemilu 2014. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar