Ibu-ibu PKK
Bisa Cegah Korupsi
Ngatini, Ibu
Rumah Tangga, Anggota PKK
SUMBER
: KOMPAS, 21 April 2012
Fenomena arisan sudah telanjur identik dengan
kegiatan ibu-ibu yang tergabung dalam Pembinaan Kesejahteraan Keluarga yang
lebih dikenal sebagai PKK. Faktanya, dalam setiap pertemuan ibu-ibu PKK memang
selalu diwarnai dengan arisan.
Dalam arisan tersebut biasanya yang mengemuka
adalah perbincangan tentang uang arisan dan agenda pertemuan berikutnya. Dalam
hal ini, yang beruntung mendapat arisan cenderung bersukacita secara berlebihan
sehingga akan bersikap konsumtif.
Selain itu, pertemuan PKK juga identik dengan
urusan resep masakan baru. Tak ada acara pertemuan tanpa percakapan tentang
resep masakan dan urusan masak-memasak yang juga cenderung konsumtif. Bahkan,
di sejumlah desa, acara demo memasak sering menjadi agenda utama dalam
pertemuan PKK.
Isi pertemuan PKK memang masih tidak lepas
dari peran domestik perempuan. Bahkan, banyak sales perabotan yang suka ikut
pertemuan untuk menawarkan barang yang pembayarannya bisa diangsur.
Selain itu, di perkotaan banyak kelompok ibu
PKK yang suka menggelar pertemuan di luar kota atau di tempat-tempat seperti
hotel, restoran, dan kafe. Biayanya tentu tidak sedikit. Akibatnya, pertemuan
PKK lebih bersifat konsumtif dan kurang membahas hal-hal yang sebenarnya jauh
lebih mendasar.
Istri Pejabat
Padahal, Tim Penggerak PKK terdiri atas
istri-istri pejabat dari tingkat RT sampai tingkat nasional sehingga berpotensi
untuk mengembangkan berbagai hal, termasuk upaya pengembangan karakter bangsa.
Hal ini dengan sendirinya akan mengurangi acara-acara yang lebih bersifat
konsumtif.
Kebiasaan konsumtif ini penting untuk
dieliminasi karena umumnya anggota PKK adalah ibu rumah tangga yang tidak
bekerja sehingga akan memboroskan gaji dan tunjangan suami. Jika penghasilan
suami mereka yang umumnya adalah pegawai negeri sipil (PNS) itu
pas-pasan—termasuk bila sang suami punya posisi di jabatan struktural—untuk
hidup sebagai keluarga sederhana, dengan mengikuti model arisan semacam itu
tentu akan dapat menjadi salah satu pemicu para suami korupsi.
Maka, jika ingin memberantas korupsi yang
semakin merajalela, salah satu caranya adalah dengan melibatkan ibu-ibu PKK.
Dalam hal ini, tanpa menuduh ibu-ibu PKK ikut terlibat pada maraknya korupsi,
para ibu ini bisa menunjukkan komitmen sebagai pihak yang antikorupsi. Bila
seluruh anggota PKK se-Indonesia berkomitmen antikorupsi, pasti dampaknya tidak
bisa diremehkan, bahkan sangat signifikan.
Akan sulit bagi seorang pejabat untuk korupsi
jika istrinya menentang keras atau melakukan kontrol terus-menerus.
Bagaimanapun, hasil korupsi pasti ada yang dibawa pulang—entah sebagian atau
semua—dan istri cepat atau lambat pasti akan mengetahuinya.
Pengajian
Karena itulah, ibu-ibu PKK perlu dilibatkan
untuk mencegah korupsi. Salah satu caranya adalah dengan menggelar pengajian
(dalam arti luas) antikorupsi secara rutin. Tentu saja pemberi ceramah dalam
pengajian antikorupsi tersebut harus berasal dari pihak-pihak yang kompeten
memberantas korupsi. Misalnya, aparat penegak hukum, termasuk KPK dan aktivis
antikorupsi.
Jika ibu-ibu PKK sudah bersikap tegas
antikorupsi, saya yakin mereka akan mampu mencegah para suami melakukan
korupsi. Sebab, jika sampai sang suami tetap nekat korupsi, yang bersangkutan
dapat dilaporkan kepada aparat berwenang oleh istrinya sendiri.
Selanjutnya, ibu-ibu PKK yang sudah mantap
bersikap antikorupsi juga akan menolak uang atau barang-barang berharga
pemberian suami yang tidak jelas asal-usulnya. Bahkan, ia akan segera bercuriga
dan mengusut asal-usulnya jika suami mendadak punya banyak uang.
Atau jika suami menunjukkan tanda-tanda
perilaku royal, seperti suka tampil necis dan sering terlambat pulang dan tak
jelas berada di mana, sang istri yang sangat antikorupsi pasti akan segera
menegur atau bahkan menyelidikinya.
Dengan menggelar pengajian antikorupsi,
ibu-ibu PKK akan berpotensi menjadi pihak terdepan dalam gerakan antikorupsi
sehingga korupsi tidak semakin merajalela di negeri ini. Hal ini bisa dipahami
karena posisi istri memang paling dekat dengan suami yang kebetulan menjadi
pejabat.
Selain itu, jika ibu-ibu PKK bersikap
antikorupsi, mustahil mereka akan menerapkan gaya hidup hedonis yang sok wah
dan mewah yang tidak sesuai dengan taraf penghasilan sang suami, bahkan bila
sang suami menduduki jabatan eselon I sekalipun. Dalam hal ini, kalau gaji
suami cenderung pas-pasan, istri tidak akan banyak menuntut atau merongrong,
apalagi menghasut suami untuk berbuat korupsi.
Ibarat air, ibu-ibu PKK yang antikorupsi bisa
menjadi pemadam bagi berkobarnya nafsu suami yang ingin korupsi. Dengan kata
lain, ibu-ibu PKK yang antikorupsi adalah seorang musuh dalam selimut bagi para
koruptor.
Oleh karena itu, pemerintah juga perlu
membuat peraturan agar gaji semua pejabat dan PNS ditransfer ke rekening istri.
Dengan komitmen antikorupsi dari istri, bukan mustahil fenomena korupsi
berjemaah bisa sirna. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar