Sabtu, 21 April 2012

Ibu-ibu PKK Bisa Cegah Korupsi


Ibu-ibu PKK Bisa Cegah Korupsi
Ngatini, Ibu Rumah Tangga, Anggota PKK
SUMBER : KOMPAS, 21 April 2012



Fenomena arisan sudah telanjur identik dengan kegiatan ibu-ibu yang tergabung dalam Pembinaan Kesejahteraan Keluarga yang lebih dikenal sebagai PKK. Faktanya, dalam setiap pertemuan ibu-ibu PKK memang selalu diwarnai dengan arisan.

Dalam arisan tersebut biasanya yang mengemuka adalah perbincangan tentang uang arisan dan agenda pertemuan berikutnya. Dalam hal ini, yang beruntung mendapat arisan cenderung bersukacita secara berlebihan sehingga akan bersikap konsumtif.
Selain itu, pertemuan PKK juga identik dengan urusan resep masakan baru. Tak ada acara pertemuan tanpa percakapan tentang resep masakan dan urusan masak-memasak yang juga cenderung konsumtif. Bahkan, di sejumlah desa, acara demo memasak sering menjadi agenda utama dalam pertemuan PKK.

Isi pertemuan PKK memang masih tidak lepas dari peran domestik perempuan. Bahkan, banyak sales perabotan yang suka ikut pertemuan untuk menawarkan barang yang pembayarannya bisa diangsur.

Selain itu, di perkotaan banyak kelompok ibu PKK yang suka menggelar pertemuan di luar kota atau di tempat-tempat seperti hotel, restoran, dan kafe. Biayanya tentu tidak sedikit. Akibatnya, pertemuan PKK lebih bersifat konsumtif dan kurang membahas hal-hal yang sebenarnya jauh lebih mendasar.

Istri Pejabat

Padahal, Tim Penggerak PKK terdiri atas istri-istri pejabat dari tingkat RT sampai tingkat nasional sehingga berpotensi untuk mengembangkan berbagai hal, termasuk upaya pengembangan karakter bangsa. Hal ini dengan sendirinya akan mengurangi acara-acara yang lebih bersifat konsumtif.

Kebiasaan konsumtif ini penting untuk dieliminasi karena umumnya anggota PKK adalah ibu rumah tangga yang tidak bekerja sehingga akan memboroskan gaji dan tunjangan suami. Jika penghasilan suami mereka yang umumnya adalah pegawai negeri sipil (PNS) itu pas-pasan—termasuk bila sang suami punya posisi di jabatan struktural—untuk hidup sebagai keluarga sederhana, dengan mengikuti model arisan semacam itu tentu akan dapat menjadi salah satu pemicu para suami korupsi.

Maka, jika ingin memberantas korupsi yang semakin merajalela, salah satu caranya adalah dengan melibatkan ibu-ibu PKK. Dalam hal ini, tanpa menuduh ibu-ibu PKK ikut terlibat pada maraknya korupsi, para ibu ini bisa menunjukkan komitmen sebagai pihak yang antikorupsi. Bila seluruh anggota PKK se-Indonesia berkomitmen antikorupsi, pasti dampaknya tidak bisa diremehkan, bahkan sangat signifikan.

Akan sulit bagi seorang pejabat untuk korupsi jika istrinya menentang keras atau melakukan kontrol terus-menerus. Bagaimanapun, hasil korupsi pasti ada yang dibawa pulang—entah sebagian atau semua—dan istri cepat atau lambat pasti akan mengetahuinya.

Pengajian

Karena itulah, ibu-ibu PKK perlu dilibatkan untuk mencegah korupsi. Salah satu caranya adalah dengan menggelar pengajian (dalam arti luas) antikorupsi secara rutin. Tentu saja pemberi ceramah dalam pengajian antikorupsi tersebut harus berasal dari pihak-pihak yang kompeten memberantas korupsi. Misalnya, aparat penegak hukum, termasuk KPK dan aktivis antikorupsi.

Jika ibu-ibu PKK sudah bersikap tegas antikorupsi, saya yakin mereka akan mampu mencegah para suami melakukan korupsi. Sebab, jika sampai sang suami tetap nekat korupsi, yang bersangkutan dapat dilaporkan kepada aparat berwenang oleh istrinya sendiri.

Selanjutnya, ibu-ibu PKK yang sudah mantap bersikap antikorupsi juga akan menolak uang atau barang-barang berharga pemberian suami yang tidak jelas asal-usulnya. Bahkan, ia akan segera bercuriga dan mengusut asal-usulnya jika suami mendadak punya banyak uang.

Atau jika suami menunjukkan tanda-tanda perilaku royal, seperti suka tampil necis dan sering terlambat pulang dan tak jelas berada di mana, sang istri yang sangat antikorupsi pasti akan segera menegur atau bahkan menyelidikinya.

Dengan menggelar pengajian antikorupsi, ibu-ibu PKK akan berpotensi menjadi pihak terdepan dalam gerakan antikorupsi sehingga korupsi tidak semakin merajalela di negeri ini. Hal ini bisa dipahami karena posisi istri memang paling dekat dengan suami yang kebetulan menjadi pejabat.

Selain itu, jika ibu-ibu PKK bersikap antikorupsi, mustahil mereka akan menerapkan gaya hidup hedonis yang sok wah dan mewah yang tidak sesuai dengan taraf penghasilan sang suami, bahkan bila sang suami menduduki jabatan eselon I sekalipun. Dalam hal ini, kalau gaji suami cenderung pas-pasan, istri tidak akan banyak menuntut atau merongrong, apalagi menghasut suami untuk berbuat korupsi.

Ibarat air, ibu-ibu PKK yang antikorupsi bisa menjadi pemadam bagi berkobarnya nafsu suami yang ingin korupsi. Dengan kata lain, ibu-ibu PKK yang antikorupsi adalah seorang musuh dalam selimut bagi para koruptor.

Oleh karena itu, pemerintah juga perlu membuat peraturan agar gaji semua pejabat dan PNS ditransfer ke rekening istri. Dengan komitmen antikorupsi dari istri, bukan mustahil fenomena korupsi berjemaah bisa sirna. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar