Hollande
Versus Sarkozy
CPF Luhulima, Pengamat Politik Internasional
SUMBER : KOMPAS, 20 April 2012
Putaran pertama Pemilihan Presiden Perancis
akan dilaksanakan pada 22 April, diikuti putaran kedua pada 6 Mei bila
diperlukan. Bila tidak satu calon pun mendapat suara
mutlak pada putaran pertama, putaran kedua menjadi pertarungan dua calon dengan
suara terbanyak pada putaran pertama. Pemenang putaran kedua menjadi Presiden
Perancis untuk lima tahun dan hanya boleh berkuasa dua kali.
Saat ini François Hollande, calon dari Partai
Sosialis (Parti Socialiste), masih memimpin dalam penjaringan suara, tetapi
Presiden Nicolas Sarkozy mulai menyusul. Menurut survei Ifop yang terbit 2
April, Sarkozy dapat merebut kemenangan pada putaran pertama dengan 29,5 persen
suara dan Hollande 27,5 persen.
Perkiraan 10 April mengungkapkan, Sarkozy
akan lebih unggul pada pemilihan 22 April, tetapi Hollande akan memenangi
pemilihan pada 6 Mei dengan jumlah suara 54,5 persen.
Ada berbagai sebab penurunan popularitas
Sarkozy. Pertama, dia tidak memiliki profil ideologis yang jelas. Sesudah lima
tahun jadi presiden, juga tidak jelas Perancis mau dia bawa ke mana.
Setelah diangkat sebagai presiden, ia membuka
celah ke kiri dengan mengangkat politisi partai sosialis, Bernard Kouchner,
menjadi menteri luar negeri. Pada saat yang sama ia bermain dengan pola politik
kanan Perancis: pada 2010 mengusir kaum pengembara Roma dari Perancis, yang
dikecam keras oleh Dewan Eropa. Namun, ia tetap tampil sebagai ”pelindung
sejati” hak asasi manusia internasional dengan antara lain mendesak intervensi
militer di Libya.
Namun, ia tidak berhasil memperlihatkan sikap
kepresidenan yang santun sesuai harapan orang Perancis. Termasuk di antaranya
perceraiannya pada Oktober 2007 dan pernikahannya dengan Carla Bruni pada
Februari 2008, serta gaya hidupnya dinilai vulgar oleh kebanyakan orang
Perancis.
Ekonomi Lambat
Di sisi lain, realitas ekonomi tidak
menguntungkan Sarkozy. Kendati pada 2007 ia berjanji mengembangkan ekonomi
Perancis, hasilnya tidak signifikan. Ekonomi Perancis memang tumbuh tiga
persen, tetapi itu hanya separuh dari angka pertumbuhan Jerman. Pengangguran
jadi 10 persen, dua kali lipat angka pengangguran Jerman dan Belanda.
Pada Januari 2012 Standard & Poor’s
menilai ekonomi Perancis bergerak dari ’AAA’ menuju ’AA’. Ini dinilai sebagai
degradasi simbolis kendati biaya pinjaman Perancis masih lebih rendah
dibandingkan Italia dan Spanyol. Di Perancis, presiden berperan besar dalam
kehidupan bisnis karena keikutsertaan negara pada sejumlah perusahaan.
Kekuatan ekonomi Perancis memang mengesankan:
angkatan kerja terdidik, terlatih dan produktif, kuat di bidang jasa dan
manufaktur, serta banyak perusahaan besar tercantum dalam Fortune 5000. Namun,
utang pemerintah 90 persen dari GDP dan pengeluaran 56 persen dari GDP lebih
besar dari negara zona Euro lainnya. Bank kurang modal dan angka pengangguran
tinggi.
Perancis kini mempunyai defisit anggaran
berjalan terbesar di zona Euro. Ada kemungkinan Perancis menjadi korban utama
krisis euro mendatang (The Economist, 31 Maret 2012). Keadaan ini tentu saja
memengaruhi pencalonan Sarkozy dan Hollande.
Hollande memperkenalkan diri sebagai
satu-satunya alternatif bagi politik ekonomi Zarkozy dan Uni Eropa. Tesisnya
adalah biaya krisis ekonomi secara sepihak dibebankan kepada kaum pekerja dan
mereka yang hidup dari tunjangan sosial. Kebijakan ekonomi mengarah pada
penghematan dan investasi di bidang pendidikan dengan 60.000 peluang kerja bagi
guru dan kepentingan umum lainnya.
Kekurangan anggaran hendak ditutup dari pajak
tambahan dari orang-orang kaya, yang memang tidak disukainya, dan perusahaan-perusahaan
besar. Namun, tidak jelas bagaimana Hollande hendak menjalankan agenda politik
kirinya dalam konteks kebijakan Uni Eropa. Apabila Hollande memenangi pemilihan
presiden, akan terjadi konflik ideologis dengan Angela Merkel yang memerintah sampai
2013.
Spektrum Kanan
Di spektrum kanan politik Perancis, Marine Le
Pen, ketua baru Front National, menekankan dua pokok pikiran yang sangat tegas:
rasisme dan euroscepticism, keragu-raguan terhadap Uni Eropa. Front National
menganggap Eropa bertanggung jawab atas angka pengangguran yang tinggi,
besarnya jumlah dan pengaruh imigran dari Eropa Timur, dan krisis finansial
yang berkepanjangan. Marine Le Pen bahkan mengusulkan agar Perancis
meninggalkan zona Euro.
Sarkozy sangat sulit menghadapi Front National
karena bersama Merkel ia mewujudkan model ekonomi Uni Eropa. Ia harus menerima
kecaman bahwa ia mengorbankan kedaulatan Perancis sebagai akibat dari
persekutuannya dengan Jerman. Ia juga harus mengakui, kebijakan finansial yang
ketat tidak membawa hasil. Jadi, Sarkozy sulit menghadapi kritik Marine Le Pen.
Karena itu, ia fokus pada imigrasi dan kriminalitas, tema-tema kampanye Front
National.
Peta politik Perancis tahun 2012 masih
terbagi tajam antara kiri dan kanan, seperti halnya 30 tahun lalu. Pertentangan
kiri-kanan ini berdampak kuat pada negara Eropa lainnya. Perancis merupakan
ekonomi terkuat kedua, tetapi karena tidak ada politik ”tengah”, Perancis
membuat lompatan-lompatan politik ke kiri dan ke kanan.
Sarkozy pun melompat ke kiri dan ke kanan untuk
menghadapi Hollande. Ia menjanjikan penegakan rintangan tarif bagi perdagangan
(menentang perdagangan bebas) dan pengendalian imigrasi yang lebih ketat
kecuali bila Uni Eropa bersikap lebih tegas terhadap kedua hal ini, dan
perbaikan struktur ekonomi dan referendum kebijakan.
Ia menambahkan bahwa Uni Eropa harus
mempunyai undang-undang yang mengikuti model Buy American Act yang menuntut negara anggota Uni Eropa membeli
produk-produk hasil produksi Uni Eropa.
Kalau Sarkozy menang, ia dan Merkel dapat melanjutkan
kebijakan mereka. Kalau Hollande menang, Eropa akan mengalami berbagai
ketegangan. Permintaannya untuk mengatur finansial dan investasi sosial
bertentangan dengan agenda Jerman. Sumbu Berlin-Paris yang dicanangkan 1963
bisa pudar. Kalau ini terjadi, perubahan kebijakan sosial Uni Eropa maupun
kepemimpinan Eropa tidak lagi sekuat sebelumnya.
Pada masa lalu kerja sama yang baik antara
Jerman dan Perancis selalu merupakan prasyarat bagi ketegasan dalam
kepemimpinan Uni Eropa. Pertanyaannya, apabila Hollande menang, apakah ia akan
punya pengaruh yang sama seperti Sarkozy atas pengambilan keputusan di Uni
Eropa? Di meja perundingan Dewan Eropa ia tidak akan banyak bertemu dengan
teman-teman yang seideologi, sosialisme. Ia juga tidak punya pengalaman dalam
sidang-sidang Uni Eropa atau internasional.
Namun, kemenangan Hollande dapat menyalurkan
pendapat sebagian besar masyarakat Perancis yang menghendaki perubahan
kebijakan ekonomi. Mungkinkah pola kebijakan Uni Eropa berubah drastis?
Laporan pers Jerman menyatakan bahwa
pemimpin-pemimpin Eropa setuju menjauhkan diri darinya karena ia merencanakan
negosiasi kembali perjanjian fiskal yang telah ditandatangani 25 pemimpin UE. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar