Kamis, 12 April 2012

Drama “Konyol” di Lapas Pekanbaru


Drama “Konyol” di Lapas Pekanbaru
AM Hendropriyono, Kepala Badan Intelijen Negara Periode 2001-2004
SUMBER : KOMPAS, 12 April 2012


Wakil Menteri Hukum dan HAM pada Senin (3/4) dini hari melakukan inspeksi mendadak ke Lembaga Pemasyarakatan Pekanbaru.

Pendadakan (surprise) merupakan salah satu cara untuk menerapkan fungsi kontrol dalam manajemen publik untuk mendapatkan obyektivitas menghadapi masalah birokrasiyang kusut. Pendadakan memerlukan kerahasiaan maksimal, oleh karena itu factor yang diutamakan adalah kecepatan (velox).

Rombongan Wakil Menteri (Wamen) tersebut menitikberatkankecepatan, dengan menggedor pintu lembaga pemasyarakat (lapas) di Riau itu di tengah malam buta. Seorang sipir penjara mengintip melalui lubang kecil pintu utama guna meyakinkan diri apakah yang dating benar rombongan Wamen atau gerombolan bersenjata yang akan melakukan penyergapan pembebasan tahanan, yang biasa dilakukan oleh pasukan komando gerakan di bawah tanah (clandestine). Karena itu, ia butuhwaktu untuk memenuhi ketepatan keyakinannya (exactus).

Benturan peristiwa terjadi karena masalah waktu. Rombongan Wamen ingin cepat, sedangkan sipir penjara ingin tepat. Benturan dalam masalah seperti itu biasa terjadi jika salah satu pihak ingin memaksakan kehendak. Pemaksaan kehendak dilakukan secara fisik karena salah satu merasa diri lebih kuat daripada yang lain.

Dalam aspek intelijen negara, apa yang dilakukan oleh Wamen itu dikenal sebagai ”operasi penggalangan”. Ia ingin menggalang tiga tahanan untuk membongkar transaksi narkotika di lapas, yang terus saja main  patpat-gulipat dengan anak buah dalam jajaran kementeriannya.

Namun, yang terabaikan oleh sang Wamen adalah adagium bahwa suatu kerahasiaan boleh saja bocor asalkan terlambat. Demikian pula operasi penggalangan tidak harusdilakukan dengan pendekatan kekerasan. Justru lebih efektif dan efisien jika dilakukan dengan pendekatan ”lunak”atau ”cerdas”.

Sang Wamen tidak perlu harus melakukan penyergapan di tengah malam buta, tetapi cukup datang secara tiba-tiba pada jam berkunjung umum dan menuju administrator lapas untuk meminta langsung diantar menemui tiga tahanan yang menjadi sasarannya. Dengan cara begitu saja para sipir penjara yang ”dicurigainya” pasti terlambat untuk membocorkan kerahasiaan ”sidak” Wamen.

Kekuatan fisik, apalagi dengan bersenjata terbuka ala pasukan raiders, tidak pernah disertakan secara langsung dalam operasi penggalangan dengan pendekatan ”keras” sekalipun. Pengabaian terhadap berbagai prinsip ”operasi penggalangan” telah mengakibatkan terjadinya peristiwa konyol yang kini marak diberitakan media massa.

Sangat Berbahaya

Peristiwa konyol tersebut sangat berbahaya karena dapat dijadikan isu sentral untuk semakin menyudutkan pemerintah yang sedang menjadi bulan-bulanan karena kenaikan harga bahan bakar minyak. Jika situasi berkembang ke arah munculnya isu sentral yang baru, langkah yang perlu segera diambil oleh Wamen untuk mencegah pemerintah menjadi sasaran kebencian publik adalah mengundurkan diri dari jabatannya.

Langkah seperti ini sangat diperlukan. Selain untuk menunjukkan tanggung jawab sebagai kesatria, juga tanggung jawab sebagai pemimpin rombongan yang telah gagal dalam mengendalikan diri atau anggotanya sehingga terjadi benturan fisik.

Alternatif lain bagi Wamen adalah meminta Presiden selaku atasan yang berhak menghukum untuk mengambil tindakan terhadap dirinya dengan risiko bahwa sorotan publik akan beralih ke arah Presiden. Dasar pertimbangan yang akan diambil Presiden kelak adalah hasil penyelidikan tim pencarifakta (TPF) yang telah dibentuk oleh Menteri Hukum dan HAM selaku atasan langsung dari Wamen.

Namun, jika pemberitaan mereda karena dua sipir yang ditampar ikhlas memaafkan serta langkah cepat Menteri Hukum dan HAM membentukTPF dapat menetralisasi bergulirnya isu, peristiwa konyol itu cukup jadi pelajaran yang mahal bagi para penyelenggara negara. Mereka harus sadar kekerasan tidak pernah dapat menuntaskan masalah apapun, bahkan cenderung memunculkan masalah baru. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar