Rabu, 11 April 2012

Bumi yang Terluka


Bumi yang Terluka
Bedjo Santoso, Direktur Bina Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kementerian Kehutanan
SUMBER : MEDIA INDONESIA, 11 April 2012


Reklamasi hutan bukan sekadar menanam pada areal bekas tambang, melainkan juga memulihkan kembali fungsi areal hutan tersebut, baik lingkungan maupun kondisi sosial yang ada."

ALKISAH pada mitos masyarakat Yunani kuno tersebutlah Achilles yang perkasa dalam menjunjung bumi di pundaknya dengan tidak pernah merasa lelah. Achilles sadar bahwa tugas dan tanggung jawab yang diberikan Yang Maha Kuasa ialah menjaga bumi agar tidak rusak ataupun hilang terbawa oleh kekuatan lain. Maka, setiap hari berlanjut setiap bulan dan setiap periode waktu, Achilles meraba dan memeluk bumi dengan saksama.

Dahulu pada zaman Zeus berkuasa dan Achilles bisa ditanya, bumi yang dijunjungnya terasa sangatlah halus di permukaannya, hijau warnanya, dan sangat indah bila dipandang mata. Pada zaman itu bumi ini dihuni punggawapunggawa yang arif, di kala kehidupan mereka selalu diselaraskan dengan alam dan kebutuhan mereka belum terlalu beragam, misalnya kebutuhan energi diperoleh dari minyak kelapa dan BBM patra yang diambil secara bijaksana dan menjauhkan sifat ‘kemaruk’ (baca: tamak) untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Semua aktivitas di muka bumi diletakkan pada tatanan kepentingan besar dengan orientasi nasional yang dijalankan secara bermartabat dan berkeadilan.

Kini di kala Achilles kembali meraba bumi yang dijunjungnya, dia terkejut karena ternyata bumi itu kasar dan penuh dengan bekas luka. Pada sebagian wilayah bumi, luka tersebut bahkan belum sembuh dan berlubang di mana-mana. Kenapa? Ternyata hiruk-pikuk penambangan terbuka untuk mendapatkan komoditas batu bara, nikel, emas, dan lain-lain sedang berlangsung dilakukan para punggawa negeri yang mengalami dekadensi moral budi pekerti. Kegiatan penambangan tersebut berdampak luar biasa bagi masyarakat, baik bersifat negatif maupun positif. Ada masyarakat yang mendadak kaya, ada desa yang berubah wajah di antara gubuk papan di desa tiba-tiba muncul bangunan bagai istana.

Namun tidak sedikit pula para lelaki yang meninggalkan anak istri karena mendadak kaya raya dari eksploitasi perut bumi, dan tak sedikit pula suami yang diusir sang istri karena lupa diri. Itu penggalan dinamika masyarakat terkini. Lalu bagaimana dengan dinamika lingkungan? Sungguh lebih hebat lagi yang terjadi garagara tambang, bumi menjadi `terluka' dan masyarakat menderita akibat dampak dari luka tersebut. Setelah punggawa puas me nguras hasil tambang, terkadang dia membiarkan lahan merana begitu saja.

Peningkatan Kebutuhan Energi

Tidak dapat dimungkiri, perkembangan zaman yang seiring dengan perkembangan umat manusia menyebabkan peningkatan kebutuhan pangan, papan, dan energi. Khusus kebutuhan energi dari minyak patra (BBM fosil) tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga muncul energi alternatif yang paling potensial, yaitu batu bara. Penambangan batu bara setelah reformasi sangat luar biasa menyebar di mana-mana dengan berbagai cara, ada yang legal dan banyak pula yang ilegal yang dilakukan secara terbuka (open pit). Sistem pertambangan terbuka, terutama yang berada dalam kawasan hutan, telah menyebabkan bumi ini menjadi luka dan perlu disembuhkan melalui reklamasi hutan.

Kegiatan pertambangan terbuka dalam kawasan hutan berdasarkan data Kementerian Kehutanan, saat ini sekitar 680 ribu hektare dengan status pinjam pakai kawasan. Kegiatan eksploitasi sumber daya ini secara jangka pendek banyak positifnya, tetapi juga tidak terlepas dari ekses negatif yang ditimbulkan, terlebih terhadap lingkungan hutan itu sendiri seperti kerusakan vegetasim pencemaran air yang kesemuanya berdampak pada penurunan daya dukung sumber daya hutan.

Konsep Reklamasi Hutan Bekas Tambang

Reklamasi hutan merupakan usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Pertanyaan selanjutnya, mampukah hutan itu berfungsi secara optimal kembali setelah kegiatan reklamasi dilakukan pada areal bekas penambangan di dalam kawasan hutan? Jika keadaan hutan belum kembali pada rona awalnya, dengan fungsi-fungsi yang berjalan sebagaimana mestinya, reklamasi hutan hanyalah bentuk penyembuhan luka yang meninggalkan bekas-bekas luka tersebut.

Konsep reklamasi hutan pada kegiatan penambangan seyogianya berpijak pada suatu integrasi faktor-faktor yang telah hilang/rusak akibat aktivitas pertambangan. Konsep reklamasi hutan bekas penambangan diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.4/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Reklamasi Hutan. Dengan demikian, kegiatan reklamasi hutan merupakan kegiatan sistematis dalam upaya mengembalikan kenormalan fungsi hutan pada tatanan semestinya. Tidak hanya mengobati luka hingga sembuh, ada perlakuan-perlakuan lanjutan agar luka yang telah sembuh tidak meninggalkan bekas, begitu pula halnya dengan reklamasi hutan.

Reklamasi hutan bukan sekadar menanam pada areal bekas tambang, melainkan juga memulihkan kembali fungsi areal hutan tersebut, baik lingkungan maupun kondisi sosial yang ada. Prinsip green mining seharusnya menjadi dasar dalam aktivitas pertambangan. Kegiatan reklamasi hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam aktivitas penambangan di dalam kawasan hutan. Adanya skema green product merupakan tantangan bagi perusahaan tambang untuk memasukkan biaya reklamasi menjadi bentuk investasi yang berpengaruh terhadap nilai jual produk tambang tersebut di samping tanggung jawab sosial dari perusahaan.

Jika mengacu pada konsep keseimbangan alam, di kala ada energi yang diambil (output), harus ada energi yang dimasukkan. Jika dianalogikan, dalam aktivitas penambangan, bentuk kegiatan penambangan ialah bentuk energi yang dikeluarkan dan reklamasi hutan ialah energi yang harus dimasukkan. Bentuk input dan output itu haruslah seimbang. Di kala aktivitas tambang dilaksanakan tetapi tidak seimbang dengan kegiatan reklamasi hutan itu sendiri, akan terjadi ketidakseimbangan ekosistem yang ada di sana. Dengan kata lain, akan terjadi penurunan daya dukung lahan bekas tambang tersebut. Hal itu terjadi karena mungkin reklamasi yang asal-asalan. Hal itu ibarat penyembuhan luka, tetapi tidak menghilangkan bekas luka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar