Minggu, 01 April 2012

Bola Kita Remuk, PSSI Pun Kembar


Bola Kita Remuk, PSSI Pun Kembar
Tjipta Lesmana, Mantan Ketua Komite Banding PSSI
SUMBER : SINAR HARAPAN, 31 Maret 2012



Sejak 18 Maret yang lalu PSSI mempunyai kepengurusan kembar. Ada PSSI pimpinan Djohar Arifin yang dipilih di Kongres Luar Biasa PSSI di Solo, Juli 2011, dan sampai hari ini diakui oleh AFC maupun FIFA.

PSSI versi Djohar menggelar Kongres Tahunan di Palangkaraya pada 18 Maret 2012. Yang kedua, PSSI versi KPSI (Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia) pimpinan La Nyalla Mattalitti yang dibentuk pada Kongres PSSI di Jakarta, 18 Maret 2012.

Tentu, satu sama lain saling tidak mengakui. PSSI Djohar menuding PSSI bentukan KPSI liar. Sebaliknya, PSSI pimpinan La Nyalla menyatakan sejak hari itu tidak lagi mengakui kepengurusan Djohar-Arif Rahman. Mereka mengatakan kepengurusan Djohar sudah kehilangan legitimasinya.

Banyak orang yang tidak mengerti sepak bola bertanya-tanya: apa sebab PSSI ribut terus?

Secara konstitusional, PSSI Djohar harus diakui lebih tinggi legitimasinya. Tapi, kalau dikatakan PSSI La Nyalla liar juga salah. Dua pertiga anggota PSSI sebenarnya sudah menyeberang ke kubu La Nyalla. Secara konstitusional, PSSI Djohar harus diakui sudah kehilangan legitimasi.

Memang aneh kedengaran kesimpulan di atas. Keruwetan dalam tubuh PSSI sudah masuk ke dalam tahap „ayam dan telur“: mana lebih dulu, ayam atau telur?!

KPSI lahir bukan tanpa sebab, bahkan dengan landasan hukum yang cukup kuat. Organisasi ini lahir sebagai akibat kepengurusan Djohar Arifin yang kerap menabrak Statuta PSSI dan Statuta FIFA.

Mestinya, FIFA menindak dan menghukum PSSI ketika satu demi satu Statuta PSSI dilanggar, tapi didiamkan saja. Orang-orang yang semula mendukung Djohar kemudian berbalik, karena muak melihat kesewenang-wenangannya.

Ya, Djohar sewenang-wenang. Kepemimpinannya penuh nuansa dendam. Ia bertindak menurut kemauan his master. Semua orang tahu Djohar itu didikte oleh pihak-pihak yang sudah menggelontorkan dana ratusan miliar rupiah sejak Nurdin Halid digoyang habis hingga terpilihnya Djohar sebagai Ketua Umum pada Kongres Luar Biasa di Solo.

Kebijakan Kontroversial

Inilah beberapa tindakan pengurus PSSI pimpinan Djohar Arifin yang sangat kontroversial dan melahirkan satu per satu musuh untuk melawan Djohar.
Dia memecat pelatih Alfred Riedl dan digantikan oleh Wim Rijsbergen dengan alasan pengurus PSSI tidak menemukan perjanjian kontrak secara tertulis antara Riedl dengan PSSI. Djohar seolah menuding Riedl ”pelatih ilegal”. Sebuah tuduhan yang ngawur!

Kontrak hak siar Liga Indonesia dengan ANTV diakhiri secara sepihak oleh PSSI. Alasannya, ada stasiun televisi lain yang berani membayar lebih mahal.             
ANTV memegang hak siar Liga Indonesia selama 10 tahun sampai 2017, sesuai kontrak yang ditandatangani kedua institusi: PSSI dan ANTV. Tindakan ini hanya pelampiasan dendam pihak tertentu Aburizal Bakrie, pemilik ANTV yang tempo hari dianggap pendukung keras Nurdin Halid.

Membubarkan PT Liga Indonesia, pengelola Liga Super Indonesia (ISL), padahal perseroan ini dibentuk berdasarkan hasil Kongres PSSI. Segala sesuatu yang diputuskan kongres, mestinya, hanya bisa dibatalkan melalui kongres juga. Dengan membekukan PT Liga Indonesia, PSSI pun mengklaim LSI kehilangan legalitasnya.
Melahirkan klub kembar. Beberapa klub kenamaan anggota PSSI diobrak-abrik dengan melahirkan klub kembar. Alhasil, di Surabaya terdapat dua Persebaya, di Jakarta dua Persija, di Medan dua PSMS, di Malang malah ada tiga Arema.

Tentu saja, pada kasus “klub kembar“, yang diakui PSSI adalah klub yang sejak awal mendukung LPI. Klub sempalan itu memang dimunculkan untuk mematikan klub asli yang sejak awal konsisten mendukung LSI, dan menolak bergabung ke dalam LPI.

Sepak bola Indonesia semakin rusak karena politik divide et empire itu, padahal klub-klub sepak bola yang dimusuhi kepengurusan Djohar Arifin adalah “raja-raja klub sepak bola” di Tanah Air; sementara klub-klub LPI cuma “kelas bawang”.

Kontroversi Saleh Mukadar

Pengangkatan Saleh Mukadar, Ketua Umum Persebaya Surabaya, sebagai Deputi Sekretaris Jenderal PSSI bidang Kompetisi pada Oktober 2010 juga menimba kontroversi. Pasalnya, Mukadar masih menjalani hukuman dari pengurus PSSI Provinsi Jawa Timur berupa larangan berkecimpung dalam dunia sepak bola selama tiga tahun terhitung 2010.

Rupanya, karena Mukadar salah satu tokoh yang membela mati-matian Arifn Panigoro tempo hari, maka dia kemudian dipaksakan masuk juga dalam jajaran kepengurusan PSSI.

Pengangkatan Mukadar sebagai Deputi Sekretaris Jenderal tempo hari bukan saja tidak melalui rapat Exco, bahkan sebagian anggota Exco tidak tahu tentang berita itu yang hanya dikomunikasikan melalui rilis yang ditandatangani Juru Bicara PSSI, Eddi Edison.

Putusan pengurus PSSI yang tidak menyertakan Persipura sebagai wakil Indonesia pada Liga Champions Asia (LCA) yang diselenggarakan Asian Football Confederation (AFC) juga amat kontroversial dan membuat masyarakat Papua gusar.

Sebagai Juara Indonesian Super League musim 2010/2011, Persipura otomatis menjadi wakil Indonesia pada laga tersebut. Tapi, pengurus PSSI tidak menyertakan Persipura karena kejengkelan pengurus melihat Persipura tetap berpartisipasi pada pertandingan ISL 2011/2012 dan emoh bergabung dalam IPL.

Pemecatan Empat Anggota Exco

Berdasarkan Statuta FIFA Pasal 30, anggota FIFA Executive Committees terdiri atas 24 orang. Ayat (3) Pasal 30 menegaskan “An installed member of the Executive Committee may only be removed from office by the FIFA Congress.”

Dengan demikian, walaupun ke-23 (di luar presiden) anggota Exco dipilih oleh masing-masing Konfederasi dan Asosiasi anggota FIFA, tapi setelah mereka terpilih, pemberhentiannya hanya bisa dilakukan melalui Kongres FIFA. Konfederasi dan Asosiasi yang memilih mereka tidak dapat memberhentikan mereka.

Dalam Statuta PSSI, Pasal 35 Ayat (2) menegaskan anggota Exco dipilih oleh Kongres. Tentang pemberhentiannya, tidak diatur secara jelas. Tapi, kalau kita rujuk pada ketentuan Statuta FIFA, anggota Exco PSSI mestinya juga hanya bisa dicopot oleh Kongres PSSI.

Empat anggota Exco PSSI yang dipilih Kongres PSSI di Solo tempo hari – La Nyalla Mattalitti, Erwin D Budiawan, Robertho Rouw dan Toni Apriliani -- ditendang begitu saja hanya berdasarkan rekomendasi Komite Etik PSSI pimpinan Todung Mulya Lubis. Inilah puncak kemarahan para eks pendukung Djohar yang kemudian sepakat menggulingkan Djohar lewat KPSI.

Setelah PSSI versi KPSI lahir, orang-orang Djohar berteriak siap rekonsiliasi, padahal sebelumnya, mereka selalu menolak bertemu dengan La Nyalla dkk. Kini Djohar dkk mengklaim tidak alergi dengan klub-klub LSI dan siap menampung mereka di IPL.

Terlambat, Bung! ISL terus bergulir dengan gencar dan mendapat sambutan luas dari publik. Sementara itu, IPL kurang menarik. Prestasi klub-klub di bawah naungan IPL yang begitu jeblok diperlihatkan ketika Tim Nasional kita dicukur gundul oleh Bahrain dengan skor 10-0 dalam laga Pra-Piala Dunia di Bahrain akhir Februari lalu.

Dalam sejarah pertandingan sepak bola Piala Dunia atau Pra-Piala Dunia, belum pernah terjadi tim nasional suatu negara dipermalukan sampai 10 kosong. Penyebab kekalahan tidak masuk akal Indonesia di Bahrain diyakini terutama karena para pemain yang diturunkan pelatih umumnya pemain “kelas bawang”. Tidak ada satu pun pemain yang berasal dari Liga Super Indonesia.

Djohar Arifin mestinya secara kesatria mengundurkan diri karena kepemimpinannya yang kontroversial dan setelah Tim Nasional dipermalukan di forum internasional, sampai-sampai Presiden Yudhoyono pun kesal dan marah. Sayang, para pejabat kita rata-rata tidak punya rasa malu. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar