Bola Kita Remuk, PSSI Pun Kembar
Tjipta Lesmana, Mantan
Ketua Komite Banding PSSI
SUMBER : SINAR HARAPAN, 31 Maret 2012
Sejak 18 Maret yang lalu PSSI mempunyai
kepengurusan kembar. Ada PSSI pimpinan Djohar Arifin yang dipilih di Kongres
Luar Biasa PSSI di Solo, Juli 2011, dan sampai hari ini diakui oleh AFC maupun
FIFA.
PSSI versi Djohar menggelar Kongres Tahunan
di Palangkaraya pada 18 Maret 2012. Yang kedua, PSSI versi KPSI (Komite
Penyelamat Sepak Bola Indonesia) pimpinan La Nyalla Mattalitti yang dibentuk
pada Kongres PSSI di Jakarta, 18 Maret 2012.
Tentu, satu sama lain saling tidak mengakui.
PSSI Djohar menuding PSSI bentukan KPSI liar. Sebaliknya, PSSI pimpinan La
Nyalla menyatakan sejak hari itu tidak lagi mengakui kepengurusan Djohar-Arif
Rahman. Mereka mengatakan kepengurusan Djohar sudah kehilangan legitimasinya.
Banyak orang yang tidak mengerti sepak bola
bertanya-tanya: apa sebab PSSI ribut terus?
Secara konstitusional, PSSI Djohar harus
diakui lebih tinggi legitimasinya. Tapi, kalau dikatakan PSSI La Nyalla liar
juga salah. Dua pertiga anggota PSSI sebenarnya sudah menyeberang ke kubu La
Nyalla. Secara konstitusional, PSSI Djohar harus diakui sudah kehilangan
legitimasi.
Memang aneh kedengaran kesimpulan di
atas. Keruwetan dalam tubuh PSSI sudah masuk ke dalam tahap „ayam dan
telur“: mana lebih dulu, ayam atau telur?!
KPSI lahir bukan tanpa sebab, bahkan dengan
landasan hukum yang cukup kuat. Organisasi ini lahir sebagai akibat
kepengurusan Djohar Arifin yang kerap menabrak Statuta PSSI dan Statuta FIFA.
Mestinya, FIFA menindak dan menghukum PSSI
ketika satu demi satu Statuta PSSI dilanggar, tapi didiamkan saja. Orang-orang
yang semula mendukung Djohar kemudian berbalik, karena muak melihat
kesewenang-wenangannya.
Ya, Djohar sewenang-wenang. Kepemimpinannya
penuh nuansa dendam. Ia bertindak menurut kemauan his master. Semua
orang tahu Djohar itu didikte oleh pihak-pihak yang sudah menggelontorkan dana
ratusan miliar rupiah sejak Nurdin Halid digoyang habis hingga terpilihnya
Djohar sebagai Ketua Umum pada Kongres Luar Biasa di Solo.
Kebijakan Kontroversial
Inilah beberapa tindakan pengurus PSSI
pimpinan Djohar Arifin yang sangat kontroversial dan melahirkan satu per satu
musuh untuk melawan Djohar.
Dia memecat pelatih Alfred Riedl dan
digantikan oleh Wim Rijsbergen dengan alasan pengurus PSSI tidak menemukan perjanjian
kontrak secara tertulis antara Riedl dengan PSSI. Djohar seolah menuding Riedl
”pelatih ilegal”. Sebuah tuduhan yang ngawur!
Kontrak hak siar Liga Indonesia dengan ANTV
diakhiri secara sepihak oleh PSSI. Alasannya, ada stasiun televisi lain yang berani
membayar lebih mahal.
ANTV memegang hak siar Liga
Indonesia selama 10 tahun sampai 2017, sesuai kontrak yang ditandatangani kedua
institusi: PSSI dan ANTV. Tindakan ini hanya pelampiasan dendam pihak
tertentu Aburizal Bakrie, pemilik ANTV yang tempo hari dianggap
pendukung keras Nurdin Halid.
Membubarkan PT Liga Indonesia, pengelola Liga
Super Indonesia (ISL), padahal perseroan ini dibentuk berdasarkan hasil Kongres
PSSI. Segala sesuatu yang diputuskan kongres, mestinya, hanya bisa dibatalkan
melalui kongres juga. Dengan membekukan PT Liga Indonesia, PSSI pun mengklaim
LSI kehilangan legalitasnya.
Melahirkan klub kembar. Beberapa klub
kenamaan anggota PSSI diobrak-abrik dengan melahirkan klub kembar. Alhasil, di
Surabaya terdapat dua Persebaya, di Jakarta dua Persija, di Medan dua PSMS, di
Malang malah ada tiga Arema.
Tentu saja, pada kasus “klub kembar“, yang
diakui PSSI adalah klub yang sejak awal mendukung LPI. Klub sempalan itu memang
dimunculkan untuk mematikan klub asli yang sejak awal konsisten mendukung LSI,
dan menolak bergabung ke dalam LPI.
Sepak bola Indonesia semakin rusak karena
politik divide et empire itu, padahal klub-klub sepak bola yang dimusuhi
kepengurusan Djohar Arifin adalah “raja-raja klub sepak bola” di Tanah Air;
sementara klub-klub LPI cuma “kelas bawang”.
Kontroversi Saleh Mukadar
Pengangkatan Saleh Mukadar, Ketua Umum
Persebaya Surabaya, sebagai Deputi Sekretaris Jenderal PSSI bidang Kompetisi
pada Oktober 2010 juga menimba kontroversi. Pasalnya, Mukadar masih menjalani
hukuman dari pengurus PSSI Provinsi Jawa Timur berupa larangan berkecimpung
dalam dunia sepak bola selama tiga tahun terhitung 2010.
Rupanya, karena Mukadar salah satu tokoh yang
membela mati-matian Arifn Panigoro tempo hari, maka dia kemudian dipaksakan
masuk juga dalam jajaran kepengurusan PSSI.
Pengangkatan Mukadar sebagai Deputi
Sekretaris Jenderal tempo hari bukan saja tidak melalui rapat Exco, bahkan
sebagian anggota Exco tidak tahu tentang berita itu yang hanya dikomunikasikan
melalui rilis yang ditandatangani Juru Bicara PSSI, Eddi Edison.
Putusan pengurus PSSI yang tidak menyertakan
Persipura sebagai wakil Indonesia pada Liga Champions Asia (LCA) yang
diselenggarakan Asian Football Confederation (AFC) juga amat kontroversial dan
membuat masyarakat Papua gusar.
Sebagai Juara Indonesian Super League musim
2010/2011, Persipura otomatis menjadi wakil Indonesia pada laga tersebut. Tapi,
pengurus PSSI tidak menyertakan Persipura karena kejengkelan pengurus melihat
Persipura tetap berpartisipasi pada pertandingan ISL 2011/2012 dan emoh
bergabung dalam IPL.
Pemecatan Empat Anggota Exco
Berdasarkan Statuta FIFA Pasal 30, anggota
FIFA Executive Committees terdiri atas 24 orang. Ayat (3) Pasal 30 menegaskan “An
installed member of the Executive Committee may only be removed from office by
the FIFA Congress.”
Dengan demikian, walaupun ke-23 (di luar
presiden) anggota Exco dipilih oleh masing-masing Konfederasi dan Asosiasi
anggota FIFA, tapi setelah mereka terpilih, pemberhentiannya hanya bisa
dilakukan melalui Kongres FIFA. Konfederasi dan Asosiasi yang memilih mereka
tidak dapat memberhentikan mereka.
Dalam Statuta PSSI, Pasal 35 Ayat (2)
menegaskan anggota Exco dipilih oleh Kongres. Tentang pemberhentiannya, tidak
diatur secara jelas. Tapi, kalau kita rujuk pada ketentuan Statuta FIFA,
anggota Exco PSSI mestinya juga hanya bisa dicopot oleh Kongres PSSI.
Empat anggota Exco PSSI yang dipilih Kongres
PSSI di Solo tempo hari – La Nyalla Mattalitti, Erwin D Budiawan, Robertho Rouw
dan Toni Apriliani -- ditendang begitu saja hanya berdasarkan rekomendasi
Komite Etik PSSI pimpinan Todung Mulya Lubis. Inilah puncak kemarahan para eks
pendukung Djohar yang kemudian sepakat menggulingkan Djohar lewat KPSI.
Setelah PSSI versi KPSI lahir, orang-orang
Djohar berteriak siap rekonsiliasi, padahal sebelumnya, mereka selalu menolak
bertemu dengan La Nyalla dkk. Kini Djohar dkk mengklaim tidak alergi dengan
klub-klub LSI dan siap menampung mereka di IPL.
Terlambat, Bung! ISL terus bergulir dengan
gencar dan mendapat sambutan luas dari publik. Sementara itu, IPL kurang
menarik. Prestasi klub-klub di bawah naungan IPL yang begitu jeblok
diperlihatkan ketika Tim Nasional kita dicukur gundul oleh Bahrain dengan skor
10-0 dalam laga Pra-Piala Dunia di Bahrain akhir Februari lalu.
Dalam sejarah pertandingan sepak bola Piala
Dunia atau Pra-Piala Dunia, belum pernah terjadi tim nasional suatu negara
dipermalukan sampai 10 kosong. Penyebab kekalahan tidak masuk akal Indonesia di
Bahrain diyakini terutama karena para pemain yang diturunkan pelatih umumnya
pemain “kelas bawang”. Tidak ada satu pun pemain yang berasal dari Liga Super
Indonesia.
Djohar Arifin mestinya secara kesatria
mengundurkan diri karena kepemimpinannya yang kontroversial dan setelah Tim
Nasional dipermalukan di forum internasional, sampai-sampai Presiden Yudhoyono
pun kesal dan marah. Sayang, para pejabat kita rata-rata tidak punya rasa malu.
●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar