Minggu, 01 April 2012

Apa Guna Satgas Antipornografi


Apa Guna Satgas Antipornografi
Agus Dermawan T., Esais Kebudayaan,
Ikut Menulis Buku Silent Subversive – Erotika Dalam Seni
SUMBER : KORAN TEMPO, 31 Maret 2012



Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tiba-tiba membentuk satuan tugas lagi. Satgas itu bernama Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi, yang dituangkan melalui Peraturan Presiden Nomor 25/2012. Pembentukan satgas yang diketuai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono ini dianggap sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 44/2008 tentang pornografi, dengan tugas pokok mengkoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan pornografi.

Ada perasaan risi mendengar gagasan pembentukan satgas yang tidak penting itu. Sebab, sesungguhnya urusan pornografi atau erotisme cukup ditangani oleh keluarga. Yang sedikit lebih besar bisa diurusi oleh lingkungan dan lembaga kecil saja, misalnya Lembaga Sensor Film untuk sektor pertunjukan film. Sedangkan kejahatan seksual akibat nafsu liar di rimbun perdu dan jalanan, serahkan kepada satpam dan kepolisian.

Alasan pereduksian fungsi satgas itu adalah, pornografi di Indonesia masih jauh dari kategori berbahaya. Kasus pornografi nun di bawah jahatnya narkoba. Dan tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan bencana korupsi yang dari hari ke hari semakin ugal-ugalan. Itu sebabnya, jajak pendapat Tempo.co mencatat bahwa 85,39 persen responden menganggap Satgas Antipornografi tak efektif, tidak perlu ada.

Tapi, dari perkara pornografi yang sepele tersebut, saya sekonyong terangsang untuk membuka catatan yang mengungkap fakta. Ternyata, di negeri-negeri yang meletakkan seksualitas sebagai sesuatu yang “terbuka”, pornografi tidak pernah tercatat sebagai sesuatu yang mengganggu negara dan bangsa. Dan seksualitas yang tidak dengan munafik dibungkus-bungkus justru membawa masyarakat jadi tahu mana jorok dan mana yang tabu. Belanda dan Jepang merupakan contoh tulen negeri “seks terbuka” itu.

Museum Seks

Di Amsterdam, Belanda, di sekitar wilayah Damrak, berdiri Museum der Erotiek Amsterdam, atau Sex Museum, alias Venus Temple. Museum ini berisi segala benda yang semuanya berkaitan dengan seks. Ada yang berseni, seperti porselen-porselen abad ke-19 yang indah. Juga tongkat perunggu, plakat tembaga, cincin, teropong, yang semuanya mengacu ke bentuk sesuatu. Di dalam gedung bertingkat itu ada pula patung phallus (kelamin lelaki) dari zaman Roma. Kontingen Indonesia diwakili ukiran gading Bali dan gambar ”porno” yang dicoretkan di tabung bambu.

Aktivitas museum ini bersamaan dengan beroperasinya belasan sex shop. Sementara itu, tak jauh dari situ pada pukul 19.00 sampai 2.00 dinihari berpentas Casa Rosso Erotic Show, panggung paling terkenal di Belanda. Segenap warga Belanda dan wisatawan mancanegara merespons pentas ini dengan sikap biasa-biasa saja. Yang pingin nonton, ya, nonton. Yang tidak, ya, tidak. Dalam banyak kunjungan ke Belanda, saya hanya menonton sekali saja. Setelah itu, bosan. Menariknya, tanpa dijaga satgas yang dibentuk Ratu, pengunjung yang datang tersaring dengan sendirinya. Lalu dunia tahu, kejahatan seksual di Belanda salah satu yang menempati urutan paling rendah di daratan Eropa.

Pentas erotik terbuka ala Belanda sudah berlangsung sejak berakhirnya Perang Dunia II. Pertunjukan ini, lantaran dianggap sebagai ”pencair agresivitas”, pelan-pelan menular ke Jepang. Di Tokyo sampai Osaka, pentas erotisme digelar di gedung-gedung khusus, dan punya jadwal main yang tetap. Di dalam gedung, para penonton memang heboh. Namun, begitu keluar dari gedung, mereka pulang dengan tenang, bagai baru menonton bioskop saja.

Di negeri bangsa egaliter seperti Jepang, presentasi erotisme tampaknya sudah menjadi bagian dari peradaban kota. Pertunjukan erotik dianggap sebagai katarsis, atau pelepasan yang normal, dari kepenatan hidup sehabis kerja. Cerita figur di bawah ini menegaskan realitas itu.

Rin Sakuragi, kini 22 tahun, mengaku telah membintangi 30 film porno. Dalam sebulan ia menghasilkan satu film. Rin mulai main film sejak usia 18 tahun. Dalam sebuah wawancara di televisi, ia menjelaskan bahwa ayah dan ibunya mendukung profesinya, meski sebelumnya kurang menyetujui. ”Erotisme adalah kebutuhan dasar, tapi khusus bagi yang perlu,” tuturnya. Data lantas menyebutkan bahwa kejahatan seksual di Jepang nyaris tak masuk hitungan.

Rin Sakuragi pernah diundang ke Indonesia untuk ikut main dalam film Suster Ngesot. Bintang porno Jepang lain yang pernah membintangi film Indonesia adalah Miyabi, dalam film Menculik Miyabi. Penonton Indonesia tentu kecele oleh film ini, lantaran Miyabi ternyata tidak buka baju sama sekali. Musababnya, sebelum diproduksi, sosok Miyabi sudah diprotes oleh organisasi massa yang gregetan.

Seni Indonesia

Bali adalah negeri yang banyak menyimpan unsur erotisme, seperti terlihat dalam karya seni rupa tradisionalnya. Namun erotisme di Pulau Dewata tidak bisa dijerat dengan pasal-pasal antipornografi, lantaran semua yang dicipta diberangkatkan dari pintu filosofis. Pemahaman itu bertolak dari kitab Kama Sutra, yang menegaskan bahwa seksualitas sah untuk dibicarakan, diperlihatkan, dan dilakukan pada tempat, situasi, dan kondisi (desa, kala dan patra) yang tepat. Sementara itu, dalam ikonografi Hindu, kelamin wanita (vulva, yoni) dilambangkan sebagai kekuatan bumi, dan kelamin lelaki (phallus, lingga) sebagai kekuatan api. Mereka percaya, bumi dan api yang bersatu akan menyemburkan energi. Itu sebabnya, masuk akal bila masyarakat Bali menolak aksi ngeres Satgas Antipornografi.

Erotisme memang digarap serius di Bali. Maestro Gusti Nyoman Lempad (1862-1978) sejak 90 tahun lalu telah melukis adegan-adegan seksual yang diilhami oleh Kama Sutra. Banyak kolektor Amerika dan Eropa mengamati serta menggemari karya-karya Lempad yang liris romantis itu, sehingga lukisan erotik Lempad akhirnya terusung banyak ke mancanegara. Pada 2010 sebagian karya tersebut masuk sebagai lot lelang di Singapura, dan dibeli para kolektor dengan harga puluhan juta rupiah selembarnya. Tema ini terus digarap oleh ratusan seniman sampai sekarang, dan dipamerkan dalam banyak kesempatan.

Pelukis modern Nyoman Gunarsa mengatakan, apabila masalah seksualitas dipersepsikan secara tergopoh-gopoh, dangkal, dan tegang, yang muncul di pelupuk mata semua jadi pornografi, jadi merangsang! ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar