Apa Guna Satgas Antipornografi
Agus Dermawan T., Esais
Kebudayaan,
Ikut
Menulis Buku Silent Subversive – Erotika Dalam Seni
SUMBER : KORAN TEMPO, 31 Maret 2012
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tiba-tiba
membentuk satuan tugas lagi. Satgas itu bernama Gugus Tugas Pencegahan dan
Penanganan Pornografi, yang dituangkan melalui Peraturan Presiden Nomor
25/2012. Pembentukan satgas yang diketuai Menteri Koordinator Kesejahteraan
Rakyat Agung Laksono ini dianggap sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 44/2008
tentang pornografi, dengan tugas pokok mengkoordinasikan upaya pencegahan dan
penanganan pornografi.
Ada perasaan risi mendengar gagasan
pembentukan satgas yang tidak penting itu. Sebab, sesungguhnya urusan
pornografi atau erotisme cukup ditangani oleh keluarga. Yang sedikit lebih
besar bisa diurusi oleh lingkungan dan lembaga kecil saja, misalnya Lembaga
Sensor Film untuk sektor pertunjukan film. Sedangkan kejahatan seksual akibat
nafsu liar di rimbun perdu dan jalanan, serahkan kepada satpam dan kepolisian.
Alasan pereduksian fungsi satgas itu adalah,
pornografi di Indonesia masih jauh dari kategori berbahaya. Kasus pornografi
nun di bawah jahatnya narkoba. Dan tidak ada apa-apanya bila dibandingkan
dengan bencana korupsi yang dari hari ke hari semakin ugal-ugalan. Itu
sebabnya, jajak pendapat Tempo.co mencatat bahwa 85,39 persen responden
menganggap Satgas Antipornografi tak efektif, tidak perlu ada.
Tapi, dari perkara pornografi yang sepele
tersebut, saya sekonyong terangsang untuk membuka catatan yang mengungkap
fakta. Ternyata, di negeri-negeri yang meletakkan seksualitas sebagai sesuatu
yang “terbuka”, pornografi tidak
pernah tercatat sebagai sesuatu yang mengganggu negara dan bangsa. Dan
seksualitas yang tidak dengan munafik dibungkus-bungkus justru membawa
masyarakat jadi tahu mana jorok dan mana yang tabu. Belanda dan Jepang
merupakan contoh tulen negeri “seks
terbuka” itu.
Museum Seks
Di Amsterdam, Belanda, di sekitar wilayah
Damrak, berdiri Museum der Erotiek
Amsterdam, atau Sex Museum, alias
Venus Temple. Museum ini berisi
segala benda yang semuanya berkaitan dengan seks. Ada yang berseni, seperti
porselen-porselen abad ke-19 yang indah. Juga tongkat perunggu, plakat tembaga,
cincin, teropong, yang semuanya mengacu ke bentuk sesuatu. Di dalam gedung
bertingkat itu ada pula patung phallus (kelamin lelaki) dari zaman Roma.
Kontingen Indonesia diwakili ukiran gading Bali dan gambar ”porno” yang dicoretkan di tabung bambu.
Aktivitas museum ini bersamaan dengan
beroperasinya belasan sex shop. Sementara itu, tak jauh dari situ pada
pukul 19.00 sampai 2.00 dinihari berpentas Casa Rosso Erotic Show,
panggung paling terkenal di Belanda. Segenap warga Belanda dan wisatawan
mancanegara merespons pentas ini dengan sikap biasa-biasa saja. Yang pingin
nonton, ya, nonton. Yang tidak, ya, tidak. Dalam banyak kunjungan ke Belanda,
saya hanya menonton sekali saja. Setelah itu, bosan. Menariknya, tanpa dijaga
satgas yang dibentuk Ratu, pengunjung yang datang tersaring dengan sendirinya.
Lalu dunia tahu, kejahatan seksual di Belanda salah satu yang menempati urutan
paling rendah di daratan Eropa.
Pentas erotik terbuka ala Belanda sudah
berlangsung sejak berakhirnya Perang Dunia II. Pertunjukan ini, lantaran
dianggap sebagai ”pencair agresivitas”,
pelan-pelan menular ke Jepang. Di Tokyo sampai Osaka, pentas erotisme digelar
di gedung-gedung khusus, dan punya jadwal main yang tetap. Di dalam gedung,
para penonton memang heboh. Namun, begitu keluar dari gedung, mereka pulang
dengan tenang, bagai baru menonton bioskop saja.
Di negeri bangsa egaliter seperti Jepang,
presentasi erotisme tampaknya sudah menjadi bagian dari peradaban kota.
Pertunjukan erotik dianggap sebagai katarsis, atau pelepasan yang normal, dari
kepenatan hidup sehabis kerja. Cerita figur di bawah ini menegaskan realitas
itu.
Rin Sakuragi, kini 22 tahun, mengaku telah
membintangi 30 film porno. Dalam sebulan ia menghasilkan satu film. Rin mulai
main film sejak usia 18 tahun. Dalam sebuah wawancara di televisi, ia
menjelaskan bahwa ayah dan ibunya mendukung profesinya, meski sebelumnya kurang
menyetujui. ”Erotisme adalah kebutuhan
dasar, tapi khusus bagi yang perlu,” tuturnya. Data lantas menyebutkan
bahwa kejahatan seksual di Jepang nyaris tak masuk hitungan.
Rin Sakuragi pernah diundang ke Indonesia
untuk ikut main dalam film Suster Ngesot. Bintang porno Jepang lain yang
pernah membintangi film Indonesia adalah Miyabi, dalam film Menculik Miyabi.
Penonton Indonesia tentu kecele oleh film ini, lantaran Miyabi ternyata tidak
buka baju sama sekali. Musababnya, sebelum diproduksi, sosok Miyabi sudah
diprotes oleh organisasi massa yang gregetan.
Seni Indonesia
Seni Indonesia
Bali adalah negeri yang banyak menyimpan
unsur erotisme, seperti terlihat dalam karya seni rupa tradisionalnya. Namun
erotisme di Pulau Dewata tidak bisa dijerat dengan pasal-pasal antipornografi,
lantaran semua yang dicipta diberangkatkan dari pintu filosofis. Pemahaman itu
bertolak dari kitab Kama Sutra, yang menegaskan bahwa seksualitas sah
untuk dibicarakan, diperlihatkan, dan dilakukan pada tempat, situasi, dan
kondisi (desa, kala dan patra) yang tepat. Sementara itu, dalam
ikonografi Hindu, kelamin wanita (vulva, yoni) dilambangkan sebagai kekuatan
bumi, dan kelamin lelaki (phallus, lingga) sebagai kekuatan api. Mereka
percaya, bumi dan api yang bersatu akan menyemburkan energi. Itu sebabnya,
masuk akal bila masyarakat Bali menolak aksi ngeres Satgas
Antipornografi.
Erotisme memang digarap serius di Bali.
Maestro Gusti Nyoman Lempad (1862-1978) sejak 90 tahun lalu telah melukis
adegan-adegan seksual yang diilhami oleh Kama Sutra. Banyak kolektor
Amerika dan Eropa mengamati serta menggemari karya-karya Lempad yang liris
romantis itu, sehingga lukisan erotik Lempad akhirnya terusung banyak ke
mancanegara. Pada 2010 sebagian karya tersebut masuk sebagai lot lelang
di Singapura, dan dibeli para kolektor dengan harga puluhan juta rupiah
selembarnya. Tema ini terus digarap oleh ratusan seniman sampai sekarang, dan
dipamerkan dalam banyak kesempatan.
Pelukis modern Nyoman Gunarsa mengatakan,
apabila masalah seksualitas dipersepsikan secara tergopoh-gopoh, dangkal, dan
tegang, yang muncul di pelupuk mata semua jadi pornografi, jadi merangsang! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar