Sabtu, 14 April 2012

Bangsa yang Terus Bermain


Bangsa yang Terus Bermain
Yudhistira ANM Massardi, Sastrawan, Wartawan,
Pengelola Sekolah Gratis untuk Duafa Tk-Sd Batutis Al-Ilmi, Bekasi
SUMBER : KORAN TEMPO, 14 April 2012


Dalam pembelajaran dengan Metode Sentra di sekolah kami, TK-SD Batutis Al-Ilmi, Bekasi, pembangunan karakter dan kecerdasan anak diselenggarakan melalui tiga jenis main (Charles H. Wolfgang). Yakni, main sensorimotor atau fungsional, main peran (besar dan kecil), dan main pembangunan (sifat cair dan terstruktur).
Main sensori motor mengoptimalkan dan mengeksplorasi panca indra, agar anak bisa mencerdaskan dan memahami fungsi seluruh indra di tubuhnya. Dengan itulah kelak mereka akan menghadapi dunia.

Main peran besar adalah pengenalan awal terhadap konsep, aturan, dan keanekaragaman profesi yang ada dalam kehidupan manusia. Anak bermain sebagai orang dewasa (ayah, ibu, dokter, dan sebagainya), menggunakan alat dengan ukuran sebenarnya. Adapun dalam main peran kecil, anak bertindak sebagai pemimpin (sutradara/dalang), menggunakan alat-alat main berukuran kecil (miniatur). Di sini, anak belajar tentang perencanaan dan pemecahan masalah.

Main pembangunan adalah kesempatan dan rangsangan bagi anak untuk kerja membangun gagasan dan mewujudkannya dengan menggunakan beberapa media. Ada dua jenis media: yang bersifat cair (cat, krayon, spidol, playdough, air); dan media yang terstruktur (balok unit, lego).

Konsep "bermain sambil belajar" untuk anak usia dini pada dasarnya bertujuan memberikan pengenalan dan pemahaman sederhana tentang konsep-konsep kehidupan, sehingga kelak anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan, kalau mungkin, melakukan perubahan terhadapnya, agar kualitas kehidupan menjadi lebih baik.

Seluruh proses main tersebut, dengan rangsangan dan pendampingan oleh guru, diarahkan untuk membangun kemampuan anak dalam menyerap pengetahuan (knowledge), sekaligus membangun kemampuan anak untuk menuangkan isi hati dan pikiran, secara lisan maupun konkret, melalui gambar, bentuk, warna, dan ukuran.

Dalam proses itu, secara umum, anak akan memasuki sentra bermain sesuai dengan tahap perkembangan masing-masing. Mulai dari tahapan tidak peduli, penonton, main sendiri (soliter), main berdampingan, main bersama, hingga main bekerja sama dengan teman.

Sebelum kegiatan sekolah dimulai, artinya sebelum anak-anak melakukan main dengan aturan dalam sentra-sentra (Sentra Persiapan, Sentra Balok, Sentra Main Peran, Sentra Seni, Sentra Bahan Alam, dan Sentra Imtaq), anak-anak melakukan main bebas (senam/gerak badan) terlebih dulu. Tujuannya agar energi mereka yang berlimpah berkurang sebagian. Dengan demikian, ketika kegiatan sentra dimulai, mereka bisa menjadi lebih tenang.

Reformasi

Secara umum, kondisi bangsa kita sekarang ini masih berada dalam "tahapan main" anak usia dini. Sebagian masih belum selesai melewati masa toddler-nya (1-3 tahun). Jadi, jika dilihat melalui perspektif Metode Sentra yang diselenggarakan untuk anak-anak usia 0-7 tahun, sesungguhnya kondisi bangsa kita sekarang ini "normal" belaka.

Fakta bahwa kemerdekaan kita yang sudah berusia 67 tahun--dan sudah dipimpin oleh enam presiden--terbukti tidak bisa mengantarkan seluruh bangsa tumbuh menuju tahapan perkembangan yang lebih tinggi. Usia kronologisnya tidak berkembang sesuai dengan tahapan biologisnya, seperti yang dikatakan oleh sebuah ungkapan: "Umur dan pengetahuan (kematangan) tidak selalu datang bersama. Terkadang Anda hanya mendapatkan umurnya saja."

Reformasi politik 1998 bagaikan kondisi ketika anak-anak secara mendadak ditinggal pergi orang tuanya yang otoriter. Anak-anak bangsa yang kehilangan induk itu--sebagian sedih, sebagian gembira, sebagian besar kebingungan--tiba-tiba berada di sebuah lapangan bermain yang luas. Reaksi pertama adalah sorak-sorai menyambut kebebasan ("fase main bebas"). Seperti anak-anak di TK, sebagian segera siap untuk main dengan aturan (Sentra), sebagian masih merasa belum siap, maunya main bebas terus hingga sekarang.

Pemilu hingga pelantikan para pemenang (di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif) adalah "fase main peran besar dan peran kecil". Namun setiap Sentra punya prosedur kerja yang ketat yang harus diikuti sesuai dengan urutan. Misalnya, pertama memilih teman, lalu memilih pekerjaan, kemudian kerja fokus dan tuntas. Sesudah itu, melaporkan hasil kerja, dan kemudian beres-beres merapikan kembali kelas dan membuang sampah pada tempatnya.

Tomcat

Dalam Metode Sentra, setiap (kelompok) anak tiap hari bermain di sentra yang berbeda (moving class) agar karakter, budi pekerti, dan kecerdasan jamaknya terbangun secara serentak dan seimbang. Sementara itu, anak-anak reformasi yang kemudian menjadi gerombolan pemimpin di negeri ini langsung dan hanya main di "Sentra Main Peran". Itu pun, celakanya, tanpa ada guru pendamping yang menegakkan prosedur kerja. Akibatnya, karakter, budi pekerti, dan kecerdasan jamak mereka tidak terbangun.

Mereka tidak melewati Sentra Balok sehingga tidak bisa membangun dalam presisi/akurasi. Mereka tidak melewati Sentra Seni sehingga tidak kreatif, adabnya kasar, hatinya jadi sarang tomcat. Mereka tidak melewati Sentra Imtaq sehingga akhlaknya buruk karena agama berhenti hanya sebatas ritual dan hafalan tanpa pemaknaan. Dan seterusnya.

Semua kekosongan itu menjadi bertambah parah karena sebagian besar masih berada dalam tahapan perkembangan toddler, dengan ciri-ciri: merasa seluruh dunia adalah miliknya, senang menarik barang keluar dari laci, menggunakan tangan dan mulut untuk belajar, suka mencoba menggigit orang, belum siap main dengan anak lain, berpindah-pindah secara cepat, tidak suka berbagi, banyak menggunakan kata "tidak", sering marah dan teriak, sulit bergantian dalam bercakap, sering mengubah topik, puas main dengan diri sendiri, mendorong, memukul, menangis jika tidak senang dengan keadaan, menggunakan popok di malam hari, suka mengisap ibu jari, dan senang berlari-lari tanpa busana.

Itulah kondisi bangsa kita hari ini. Itulah sebabnya, sistem pendidikan nasional harus lebih mengedepankan pendidikan anak usia dini. Hanya dengan menempuh jalan itu, kita bisa lebih siap untuk tumbuh ke tahapan berikutnya: menjadi bangsa yang lebih dewasa. Menjadi bangsa yang siap menuju tahapan bermain dengan aturan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar