Senin, 16 April 2012

Awasi Modus Curang Pasca Unas


Awasi Modus Curang Pasca Unas
Akh. Muzakki, Anggota Dewan Pendidikan Jatim,
Dosen Pascasarjana IAIN Sunan Ampel
SUMBER : JAWA POS, 16 April 2012


BOCOR dan curang merupakan dua kata yang hari-hari ini bak saudara kembar. Keduanya bisa bertukar posisi sebagai penyebab dan akibat. Atau bahkan, keduanya sama-sama bisa berperan sebagai penyebab dan atau akibat.

Kata "bocor" dan "curang" itulah yang menjadi perhatian besar masyarakat Indonesia saat ini. Sebab, mulai hari ini ujian nasional (unas) untuk jenjang pendidikan SMA/MA/SMK dilaksanakan. Selanjutnya, diteruskan jenjang SMP/MTs. Ujian nasional untuk jenjang SD/MI segera menyusul setelahnya.

Banyak perhatian dicurahkan terhadap pentingnya pewaspadaan atas potensi kebocoran soal. Namun, kritik saya, fokus perhatian kita selama ini lebih tertuju pada potensi kebocoran soal unas daripada potensi kecurangan pasca pengerjaan soal oleh peserta unas.

Bahkan, begitu besarnya fokus perhatian kita pada potensi kebocoran dimaksud, Jawa Pos secara khusus menurunkan laporan (14/4/2012) tentang tahap yang menjadi potensi kebocoran, mulai tempat percetakan, penyimpanan di mapolres hingga mapolsek, bahkan perjalanan dari mapolsek ke sekolah hingga tempat pelaksanaan unas di sekolah itu sendiri.

Pewaspadaan dini atas potensi kebocoran di atas memang penting untuk dilakukan. Namun, perhatian kita tidak boleh berhenti di situ. Kecurangan justru bisa terjadi pada lembar jawaban ujian nasional (LJUN) yang telah diisi siswa. Persisnya, potensi kerawanan atas kecurangan itu sangat mungkin terjadi sejak dari dikumpulkannya lembar jawaban dimaksud di sekolah penyelenggara unas, lalu dikumpulkannya ke subrayon dan seterusnya, hingga input data di komputer.

Pelakunya memang jelas, bukan siswa. Kecurangan itu justru potensial berasal dari oknum yang terlibat pada penyelenggaraan unas, terutama pada tahap pasca pengerjaan soal oleh siswa.

Intinya, masih terdapat potensi kecurangan yang harus diwaspadai, terutama pasca pengerjaan soal oleh siswa peserta unas. Tepatnya, pada lembar jawaban ujian nasional siswa.

Modus Pengarsiran

Potensi kecurangan pertama pasca pengerjaan soal adalah bermodus pengarsiran atas lembar jawaban. Seperti jamak menjadi pengetahuan umum, sudah cukup lama model ujian nasional kita menggunakan sistem komputerisasi. Kelebihan sistem ini adalah mempercepat proses evaluasi. Mekanismenya juga impersonal, dan bukan atas dasar interaksi antara sesama manusia. Dengan begitu, potensi negosiasi yang berujung pada pengaturan nilai bisa diperkecil.

Namun, proses komputerisasi itu mempersyaratkan adanya pengisian lembar jawaban dengan praktik pengarsiran yang sempurna. Bulatan pilihan jawaban yang tidak diarsir dengan sempurna akan memengaruhi proses pembacaan oleh sistem komputerisasi.

Di sinilah potensi kecurangan jenis ini mulai terjadi. Dengan berbekal alasan membantu penebalan pengarsiran, oknum penyelenggara bisa melakukan pengarsiran ulang, atau bahkan mengganti opsi jawaban yang diarsir. Tentu ini sangat mungkin terjadi jika pengawasan berlapis, baik mulai pengawas silang guru hingga kepolisian, tidak maksimal.

Jarak sekolah dengan tempat pengumpulan lembar jawaban unas di subrayon, dan dari subrayon ke rayon dan seterusnya, memperbesar potensi kecurangan pada jenis di atas. Seperti diketahui, penilaian atas lembar jawaban unas dilakukan secara tersentral. Nah, untuk kepentingan penilaian itu, sudah barang tentu lembar jawaban unas harus dikumpulkan dari satuan sekolah penyelenggara unas ke subaryon untuk diteruskan ke jenjang berikutnya di rayon dan seterusnya.

Nah, jarak antara satu sekolah penyelenggara unas dengan lainnya dan tempat pengumpulan lembar jawaban unas di subrayon tidak sama. Juga antara subrayon dan rayon hingga ke atas juga tidak sama. Karena jarak geografis yang tidak sama inilah, lalu muncul kesenjangan waktu dari proses pengumpulan lembar jawaban unas dimaksud.

Waktu senjang ini bisa dimanfaatkan oknum yang terlibat dalam penyelenggaraan unas untuk melakukan praktik culas, mulai pengarsiran ulang hingga pengarsiran untuk mengganti pilihan jawaban yang salah dengan yang benar.

Modus Input Nilai

Potensi lain yang juga patut diwaspadai bersama adalah pada proses input nilai. Proses ini masih memerlukan tenaga manual manusia untuk menyelesaikannya.

Efektifnya pengawasan pada proses pengerjaan soal ujian hingga pengevalusian tidak banyak berarti jika proses input nilai dilakukan dengan curang. Pemodifikasian nilai sangat potensial terjadi jika pengawasan pada proses input nilai ini lemah.

Tahap ini sering lepas dari perhatian publik. Sebabnya, fase ini dilakukan di ruang konsentrasi. Tidak banyak tenaga yang diberi akses ke dalamnya.

Untuk itu, saatnya bersama-sama menjaga integritas bangsa ini untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Pakta integritas yang bergelora di seantora Nusantara menjelang pelaksanaan unas beberapa waktu tidak banyak berarti jika dalam praktiknya kejujuran masih menjadi isapan jempol. Karena itu, kewaspadaan tidak boleh hanya berhenti pada prapenyelenggaraan ujian (baca: potensi kebocoran), tetapi juga potensi kecurangan pasca-pengerjaan soal ujian. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar