Rabu, 03 Juli 2013

Ekonomi Pancasila

Ekonomi Pancasila
Rokhmin Dahuri ;  Guru Besar IPB Bogor
SUARA KARYA, 02 Juli 2013


Dalam pemikiran ekonomi, ada dua mazhab besar yang saling bertentangan: kapitalisme dan sosialisme. Kapitalisme adalah mazhab ekonomi yang menekankan otonomi individu dan pasar bebas untuk mengejar pertumbuhan, sedangkan mazhab sosialisme menekankan ekonomi untuk kemakmuran dan kesejahteraan bersama dengan negara berperan dominan.

Jika kapitalisme mendewakan individu, maka sosialisme mendewakan negara. Perbedaan mazhab ekonomi ini berimbas pada pengelompokan kiblat politik. Kubu kapitalisme berkiblat ke Barat (Amerika Serikat dan sekutunya), sedangkan kubu sosialisme berkiblat ke Timur (Rusia, China, dan sekutunya). Meski secara de facto, mazhab kapitalisme yang "menang"--seperti diungkapkan Fukuyama--namun faktanya, kemakmuran yang dicapainya menimbulkan kesenjangan ekonomi yang luar biasa antara si kaya dan si miskin.

Di pihak lain, dominasi negara terhadap sistem perekonomian negara-negara sosialis menjadikan korupsi merajalela dan kekayaan negara dikuasai para pejabat. Fenomena itu, misalnya, terlihat di China dan negara-negara komunis lain.

Baik mazhab kapitalisme maupun sosialisme gagal memakmurkan rakyat. Kedua mazhab ekonomi ini, meminjam Peter L Berger dalam The Pyramids of Sacrifice: Political Ethics and Social Change, sama-sama "memakan" korban anak-anak bangsanya. Kapitalisme, menurut Berger, membiarkan manusia yang satu mengeksploitasi manusia yang lain, sedangkan sosialisme sebaliknya.

Dalam konteks itulah, Pancasila memberikan alternatif yang jitu. Mubyarto, misalnya, memperkenalkan Sistem Ekonomi Pancasila (SEP) dengan memberikan landasan teori yang aplikatif. Menurut Mubyarto, SEP dijiwai Pancasila dan merupakan usaha bersama berasaskan kekeluargaan dan kegotongroyongan nasional.

Ada lima prinsip dasar ekonomi Pancasila, tulis Mubyarto (LP3ES, 1981). Pertama, koperasi berperan dominan dalam kehidupan ekonomi; kedua, ekonomi tumbuh dengan rangsangan modal dan moral; ketiga, ada komitmen kuat terhadap pemerataan sosial; keempat, menciptakan perekonomian nasional yang kuat dan mandiri; kelima, ada desentralisasi ekonomi (agar tidak menumpuk di suatu kelompok atau perorangan).

Dari gambaran itu, ekonomi Pancasila jelas tidak hanya bertumpu pada modal, tetapi juga moral. SEP memberikan jalan tengah bagi sistem ekonomi kapitalis dan sosialis. SEP selain memberikan ruang kepada individu dan swasta, juga menekankan moral dalam menjalankan roda perekonomian.

Ini artinya, menurut Bung Karno, dalam perekonomian harus ada moralitas yang berdasarkan landasan Ketuhanan Yang Maha Esa. Itulah sebabnya mengapa filsuf Bertrand Russel amat mengagumi Pancasila. Menurut Russel, Pancasila adalah sintesis kreatif antara Declaration of Independence-nya Amerika dengan manifesto komunisnya Rusia dan China.


Namun, apa yang sekarang terjadi? SEP makin jauh dari sistem perekonomian nasional. Koperasi sebagai asas ekonomi tidak tumbuh, kalah bersaing dengan perekonomian kapitalis. Kekayaan negara yang seharusnya dikelola negara untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat (Pasal 33 UUD 45) malah dikelola swasta untuk sebesar-besar kepentingan korporasi. Batu bara, minyak bumi, nikel, dan lain-lain kini "dimainkan" swasta untuk kepentingan korporasi internasional. Akibatnya, negara merugi dan rakyat tak bisa menikmati kekayaan Ibu Pertiwi. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar