Strategi
Implementasi Kurikulum Baru
Ahmad Baedowi ; Direktur Pendidikan Yayasan Sukma Jakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 10 Desember 2012
JIKA tak ada kendala, pemerintah melalui
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan mengesahkan
rancangan kurikulum 2013 sebagai pengembangan dari kurikulum tingkat satuan
pendidikan. Secara umum, materi rancangan kurikulum 2013 sebenarnya seperti
kembali ke periode kurikulum berbasis kompetensi (KBK), tetapi titik tekan
pada kompetensi dan proses implementasi kurikulum sajalah yang hendak diubah.
Kurikulum 2013 dengan berani mengedepankan aspek kompetensi sikap (attitude) ketimbang pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill).
Pada proses pengembangan kurikulum sebelumnya
peran serta guru dan masyarakat nyaris tak terdengar, sedangkan pada
rancangan kurikulum 2013 pemerintah melakukan langkah berani dengan mengajak
seluruh pemangku kepentingan (stakeholder)
pendidikan, termasuk guru dan masyarakat, terlibat di dalamnya. Iklan di
laman daring detik.com yang memuat rancangan kurikulum agar dikritisi
masyarakat, sebagai salah satu strategi uji publik sebelum diimplementasikan,
jelas merupakan tradisi baru. Saya dan kawan-kawan di sekolah membaca dengan
saksama rancangan kurikulum 2013 tersebut dan melihat ada beberapa perubahan
signifikan yang hendak dicapai pemerintah.
Jika dilihat dari perspektif manajemen
kurikulum, rencana kurikulum 2013 sesungguhnya telah maksimal dalam membuat
basis teoritis dan filosofis konstruksi kurikulum. Salah satu landasan
pengembangan kurikulum 2013 secara kasatmata mengambil hampir semua usulan
Wapres Boediono dalam artikelnya di Kompas (27/8). Seperti ingin menggugat
lambat dan lemahnya sistem pendidikan kita dalam merespons setiap situasi
aktual yang terjadi di tengah masyarakat, Boediono merujuk contoh delapan
kemampuan yang harus dimiliki setiap mahasiswa S-1 yang lulus dari Harvard
University.
Kemampuan itulah yang kemudian diadaptasi oleh
Kemendikbud sebagai alasan pengembangan kurikulum 2013, yaitu terdiri dari
kemampuan berkomunikasi, berpikir jernih dan kritis, mempertimbangkan segi
moral suatu permasalahan, menjadi warga negara yang bertanggung jawab,
kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda,
kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal, memiliki minat luas dalam
kehidupan, memiliki kesiapan untuk bekerja, memiliki kecerdasan sesuai dengan
bakat/minatnya, serta memiliki rasa tanggung jawab terhadap lingkungan.
Tak ada yang salah dengan rumusan dan alasan
pengem bangan kurikulum tersebut. Hanya, jika diamati secara saksama, rencana
kurikulum 2013 ini bagi saya masih kurang kuat mengagendakan penguatan
kapasitas sekolah dalam rangka menumbuhkan budaya sekolah yang sehat.
Strategi implementasi rancangan kurikulum ini seolah hanya fokus pada
pengembangan kurikulum itu sendiri, dengan tema sentral memperbaiki rancangan
kurikulum itu sendiri serta kondisi kapasitas dan kemampuan guru. Artinya,
jika dilihat dari aspek perbandingan arah perubahan kurikulum yang
dikehendaki, rancangan kurikulum 2013 sesungguhnya telah mencoba mengadopsi
pendekatan yang dinamis, yang titik tekannya memang diarahkan bukan hanya
kepada substansi kurikulum, melainkan juga rencana perbaikan kemampuan guru.
Dalam 30 tahun terakhir, perubahan kurikulum
di Indonesia selalu bersifat top-down
approach, dengan mengambil perubahan pada aspek kurikulum dengan
menggunakan simplistic curriculum
change approach, atau fokus perubahan yang menitikberatkan pada aspek
kapasitas guru dengan model pendekatan teacher
competence development approach. Jika dilihat pada tabel, terlihat dengan
jelas bahwa pendekatan dalam dynamic curriculum change approach baru saja
dirancang dalam rencana kurikulum 2013, di mana titik tekan berada pada
substansi kurikulum itu sendiri dan kompetensi guru.
Meskipun pelibatan semua pemangku kepentingan
telah dilakukan, jika dilihat dari sudut pandang arah peru bahan kurikulum
yang diinginkan, tampaknya agenda untuk memasukkan secara serius perbaikan
manajemen sekolah belum dimasukkan ke skema perubahan kurikulum. Yin Cheong
Cheng dalam Effectiveness of Curriculum
Change in School: An Organizational Perspective (1994) mengingatkan agar
perubahan kurikulum bisa berlangsung setidaknya di tiga level, yaitu individu
guru, kelompok, dan sekolah. Organizational
model of curriculum change ini jelas harus memasukkan agenda seperti
perbaikan manajemen sekolah, memberlakukan kurikulum berbasis sekolah (school-based curriculum), serta
membiarkan sekolah memiliki strategi implementasi kurikulum berdasarkan
perencanaan pengembangan sekolah yang sesuai dengan visi dan misi.
Karena itu, melakukan
mekanisme dan prosedur pengangkatan kepala sekolah yang terbuka dan
menetapkan kualifikasi yang sesuai dengan tujuan pengembangan kurikulum 2013
adalah imperatif. Demikian juga, melakukan workshop penguatan kapasitas kepemimpinan dan manajemen sekolah
merupakan keharusan yang tidak bisa diabaikan dalam proses implementasi
kurikulum 2013. Wallahua'lam bi
al-sawab. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar