RUU Pemilu
dan Kedaulatan Rakyat
Ali Wongso, Ketua DPP Partai Golkar dan Anggota FPG DPR-RI
SUMBER : SUARA KARYA, 12 April 2012
RUU Pemilu dalam waktu dekat disahkan menjadi undang-undang. Tiga
poin penting akan diputuskan, yakni menyangkut sistem pemilu (apakah pemilu
proporsional terbuka atau tertutup), ketentuan parliamentary threshold (PT),
dan terakhir penentuan kursi di daerah pemilihan (dapil). Yang jelas,
perkembangan akan terus terjadi hingga hari "H" keputusan diambil.
Tetapi, seyogianya semua keputusan itu mengarah pada penguatan kedaulatan
rakyat, negara, dan bangsa ke depan.
Sebagai bangsa, kita sudah melaksanakan sistem demokrasi terbuka.
Pemilihan langsung yang dilaksanakan dalam pemilu menjadi barometer pelaksanaan
aspirasi rakyat. Itu sebabnya, para pemimpin partai berupaya menyatukan tujuan
dengan meningkatkan angka PT. Maksudnya, untuk membangun sistem pemerintahan
agar lebih efektif dan sebagai penyeimbang antara eksekutif dan legislatif.
Dalam perkembangannya, partai-partai tidak lagi ngotot soal
besaran PT pada angka lima persen. Partai Golkar sudah menurunkan ke angka
empat persen. Angka ini dianggap cukup rasional bagi penguatan demokrasi kita
meski ada yang kontra dengan argumen pluralisme. Namun, Partai Demokrat
tampaknya masih berkeras pada batas empat persen, yang kelihatannya mendapat
dukungan PDIP dan PKS. Sementara PKB, PPP, Hanura, Gerindra, dan PAN masih
mendukung tiga persen.
Yang paling penting, bagaimana dalam sistem demokrasi kita negara
menjadi kuat dengan membaiknya sistem pemilu. Artinya, kita kelak tidak perlu
lagi selalu membahas masalah sistem pemilu, tetapi lebih pada soal kedaulatan
rakyat sesuai konstitusi. Di sinilah semua pihak perlu memahami bahwa kita akan
menetapkan suatu sistem pemilu yang lebih permanen. Juga, bagaimana
penyederhanaan multipartai ini berlangsung secara demokratis untuk mewujudkan
sistem demokrasi yang lebih kondusif.
Kita menginginkan kepemimpinan bangsa ke depan dalam sistem
pemerintahan presidensial berdasarkan UUD 1945. Karena itu, PT dalam pemilu ke
depan perlu dinaikkan sebagaimana pernah diusulkan. Inilah yang seharusnya
dipahami setiap parpol. Apalagi, hasil survei oleh berbagai lembaga dan media
massa menyebutkan, mayoritas rakyat Indonesia ternyata menghendaki adanya
pengurangan jumlah parpol di parlemen.
Kita mendengar alasan kehendak kuat penyederhanaan parpol dengan
menaikkan PT dinilai akan menghilangkan puluhan juta suara rakyat serta
menghilangkan pluralisme. Tetapi alasan itu tidak benar sama sekali. Angka itu
diyakini tidak mematikan partai-partai menengah dan kecil.
Sementara itu, menyangkut sistem pemilu proporsional terbuka atau
tertutup, juga ada dua pola. PDIP memelopori sistem pemilu proporsinal tertutup
seperti sebelum reformasi. Sementara yang terbuka didukung oleh Partai Golkar,
Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Demokrat. Tentu kita berharap
partai-partai lain, khususnya PPP, PKB, Hanura, dan Gerindra mendukung sistem
pemilu proporsional terbuka.
Dengan sistem terbuka, tidak ada lagi tudingan bahwa dalam memilih
anggota DPR, pemilih seperti membeli kucing dalam karung. Sebab, nama yang
dipilihlah yang akan muncul dari partai itu. Sementara dalam sistem tertutup,
pemilih memilih partai dan partai menaruh nama calon dengan nomor urut hingga
aspirasi rakyat tak terwujudkan.
Dalam menuju demokratisasi partai, ada ekses money politics di masyarakat. Tetapi, hal ini merupakan proses,
tinggal bagaimana melakukan pengetatan dalam sistem politik sehingga orang
tidak mau lagi main-main politik uang karena ada sanksi yang bakal menjeratnya.
●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar