Kamis, 12 April 2012

RUU Pemilu dan Kedaulatan Rakyat

RUU Pemilu dan Kedaulatan Rakyat
Ali Wongso, Ketua DPP Partai Golkar dan Anggota FPG DPR-RI
SUMBER : SUARA KARYA, 12 April 2012


RUU Pemilu dalam waktu dekat disahkan menjadi undang-undang. Tiga poin penting akan diputuskan, yakni menyangkut sistem pemilu (apakah pemilu proporsional terbuka atau tertutup), ketentuan parliamentary threshold (PT), dan terakhir penentuan kursi di daerah pemilihan (dapil). Yang jelas, perkembangan akan terus terjadi hingga hari "H" keputusan diambil. Tetapi, seyogianya semua keputusan itu mengarah pada penguatan kedaulatan rakyat, negara, dan bangsa ke depan.

Sebagai bangsa, kita sudah melaksanakan sistem demokrasi terbuka. Pemilihan langsung yang dilaksanakan dalam pemilu menjadi barometer pelaksanaan aspirasi rakyat. Itu sebabnya, para pemimpin partai berupaya menyatukan tujuan dengan meningkatkan angka PT. Maksudnya, untuk membangun sistem pemerintahan agar lebih efektif dan sebagai penyeimbang antara eksekutif dan legislatif.

Dalam perkembangannya, partai-partai tidak lagi ngotot soal besaran PT pada angka lima persen. Partai Golkar sudah menurunkan ke angka empat persen. Angka ini dianggap cukup rasional bagi penguatan demokrasi kita meski ada yang kontra dengan argumen pluralisme. Namun, Partai Demokrat tampaknya masih berkeras pada batas empat persen, yang kelihatannya mendapat dukungan PDIP dan PKS. Sementara PKB, PPP, Hanura, Gerindra, dan PAN masih mendukung tiga persen.

Yang paling penting, bagaimana dalam sistem demokrasi kita negara menjadi kuat dengan membaiknya sistem pemilu. Artinya, kita kelak tidak perlu lagi selalu membahas masalah sistem pemilu, tetapi lebih pada soal kedaulatan rakyat sesuai konstitusi. Di sinilah semua pihak perlu memahami bahwa kita akan menetapkan suatu sistem pemilu yang lebih permanen. Juga, bagaimana penyederhanaan multipartai ini berlangsung secara demokratis untuk mewujudkan sistem demokrasi yang lebih kondusif.

Kita menginginkan kepemimpinan bangsa ke depan dalam sistem pemerintahan presidensial berdasarkan UUD 1945. Karena itu, PT dalam pemilu ke depan perlu dinaikkan sebagaimana pernah diusulkan. Inilah yang seharusnya dipahami setiap parpol. Apalagi, hasil survei oleh berbagai lembaga dan media massa menyebutkan, mayoritas rakyat Indonesia ternyata menghendaki adanya pengurangan jumlah parpol di parlemen.

Kita mendengar alasan kehendak kuat penyederhanaan parpol dengan menaikkan PT dinilai akan menghilangkan puluhan juta suara rakyat serta menghilangkan pluralisme. Tetapi alasan itu tidak benar sama sekali. Angka itu diyakini tidak mematikan partai-partai menengah dan kecil.

Sementara itu, menyangkut sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup, juga ada dua pola. PDIP memelopori sistem pemilu proporsinal tertutup seperti sebelum reformasi. Sementara yang terbuka didukung oleh Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Demokrat. Tentu kita berharap partai-partai lain, khususnya PPP, PKB, Hanura, dan Gerindra mendukung sistem pemilu proporsional terbuka.

Dengan sistem terbuka, tidak ada lagi tudingan bahwa dalam memilih anggota DPR, pemilih seperti membeli kucing dalam karung. Sebab, nama yang dipilihlah yang akan muncul dari partai itu. Sementara dalam sistem tertutup, pemilih memilih partai dan partai menaruh nama calon dengan nomor urut hingga aspirasi rakyat tak terwujudkan.

Dalam menuju demokratisasi partai, ada ekses money politics di masyarakat. Tetapi, hal ini merupakan proses, tinggal bagaimana melakukan pengetatan dalam sistem politik sehingga orang tidak mau lagi main-main politik uang karena ada sanksi yang bakal menjeratnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar